Wisma keuskupan, 29 Agustus 2008
“Hampir setiap hari dia berangkat ke kampung-kampung untuk menjajakan dagangannya. Senja hari dia membawa uang sepundi-pundi untuk anak dan isteri tercintanya. Berulangkali dia bagi-bagikan hasil keuntungannya kepada saudara-saudari kandungnya atau orang-orang miskin. Dia memeras keringat dan membanting tulang demi meraih mimpinya untuk membahagian keluarga dan orang tuanya.”
“Harapan gemilang runtuh manakala Tuhan memanggilnya di senja hari. Ketika itu dia 10 menit meletakkan dagangan di gudang dan menyerahkan hasil keutungan penjualan kepada isterinya, pengelola harta benda keluarga. Dada kekarnya terasa sakit seperti ditusuk jarum. Nafasnya tersengal dan meregang.”
“Kini tubuhnya kembali menjadi tanah. Kenangan demi kenangan masih membayangiku. Kenangan itu mengikuti terus. Tolong doakan aku, pastor.”
Mari kita berdoa bersama kepada Tuhan untuk anda dan almarhumah. Saya berharap ibu mengulangi lagu-lagu singkat ini berulang kali. “Datanglah Tuhan, Datanglah. Datanglah Tuhan, datanglah. Datanglah Tuhan, datanglah. Oh Tuhan, datanglah.”
Tiga puluh menit setelah kami mengumandangkan lagu tersebut, kepala ibu itu miring ke kiri. Saya mengajaknya menyanyikan lagu singkat lagi. “Mari Masuk. Mari Masuk. Masuk dalam hatiku, ya Yesus. Bertahtalah di hatiku. Ya Yesusku mari masuk.”
Lagu-lagu singkat tersebut diulang ritmis. Perlahan-lahan dia masuk ke alam ketenangan yang sangat dalam. “Sementara ibu merasakan kehadiran Tuhan di dalam hati, saya menceritakan sebuah kisah. Ada seorang wanita. Dia bernama Maria. Maria mempunyai seorang suami, yang bernama Yosef. Maria melahirkan seorang anak lelaki. Anaknya bernama Yesus. Umur 33 tahun Yesus dihukum mati dengan disalib. Maria dan Yosef duduk bersimpuh di bawah Yesus. Setelah mati, Maria sempat meletakkan jenasahnya di pangkuannya. Jenasah anaknya dimasukkan ke dalam makam. Untunglah Yesus bangkit di hari ketiga. Dia sudah tidak ada di makam. Dia bersama kembali dengan ibuNya. Namun dia tidak berhenti sampai di situ. Maria merelakan anakNya naik ke surga, mulia bersama dengan Tuhan.”
“Ibu mengalami seperti Maria. Di umur 33 anakmu mati. Dia sudah dimasukkan ke dalam kubur. Di hari ketiga dia sudah bangkit. Apakah ibu percaya tentang janji Yesus bahwa barang siapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. (Yohanes 6:54)?
“Iya, saya percaya.”
“ Terimakasih atas kepercayaan anda. Perjalanan anakmu tidak berhenti pada kebangkitan, tetapi dia harus naik ke surga. Iklaskah anda melepaskan anak anda untuk naik ke surga bersama dengan Yesus?”
“Ya.”
“Marilah kita iringi kenaikan anakmu ke surga dengan berdoa bersama dengan bunda maria. Salam maria penuh rahmat, Ttuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Santa maria bunda Allah doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan pada waktu kami mati amen.”
Doa yang diulang-ulang membuat dia semakin trans. Ketika dia trans semakin dalam saya memintanya untuk membayangkan anaknya naik ke surga bersama dengan Yesus. “Lihatlah dengan iman ibu, hati ibu bahwa Yesus membopong anakmu. Semakin ibu cepat mendaraskan rosario, dia semakin cepat membumbung tinggi. Dia mengangkasa diiringi sorak-sorai. Dia berbahagia bersama Tuhan di surga.”
Dia meneteskan air mata selama dia mendaraskan salam maria. Saya membiarkan kedua tangannya terkatup sambil komat kamit berdoa salam maria. “Dengan telanjang dia keluar dari rahimku. Dengan telanjang pula dia kembali ke bumi pertiwi. Allah memberi hidup. Allah mengambil hidup. Terpujilah nama Tuhan.” (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)