Jam 00.40 wib, jumaat 5 april 2019 bertepatan dengan puncak cen beng , tradisi orang tionghoa menghormati nenek moyang dengan berdoa ke makam, pst bangun tidur untuk berdoa / doa Yesus. Selesai berdoa jam 03.00 wib pst tidur di ranjang beralaskan tikar, tempat tidur dari papan. Pastor hendak tidur tetapi tidak tidur. Memang sudah cukup beristirahat beberapa jam sehingga tidak mengantuk. Sekalipun demikian kita perlu merebahkan tubuh di ranjang dengan mata terpejam untuk regenerasi sel sel tubuh. Dalam kondisi hening antara terjaga dan tertidur, Pst sekejap berada di lokasi lain di dalam rumah yang bertingkat. Saya berdiri di lantai bawah. Di situ saya melihat 2 wanita dan 1 lelaki di lantai atas. Posisi kedua wanita tersebut yakni 1 ) si A dengan posisi berdiri. Ia berada di sebelah kiri. 2 ) si B berdiri di dekat tangga naik ke lantao dua. Posisi berada di depan pastor dengan jarak 1 meter. 3) pososi c berada di lantai atas.
Kondisi yang pastor lihat seperti melihat film, si B menengadah ke atas. Ia sedang bertengkar dengan si C. ( isi pertengkaran keduanya, tidak pastor paparkan secata detail di sini ).
Saya merasa iba melihat si A. Ia menyaksikan pertengkaran tersebut tetapi ia tidak kuasa melerai pertengkaran keduanya. Rasa iba melihat wanita muda ini tertekan atau steess. Wajah cantik , berkulit putih, berambut lurus tergurat cemas, khawatir, marah , jengkel. Emosi emosi itu bercampur aduk. Beberapa kali dia mengatupkan kedua tangan nya di depan mulut.
Saya melihat si B beradu mulut atau bertengkar dengan si C. Kepala nya mendongak ke atas. Relasi pribadi dan perasaan terluka memicu sebuah api, pertengkaran. Ketika si B menyadari bahwa sikap keduanya membuat si A tertekan, maka timbullah rasa kasihan. Saya mendengar dia berucap seperti itu, kasihan dia. Maka dia berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu tersebut. Melihat pintu terbuka, si A keluar rumah dari pintu tersebut.
Setelah si A keluar, Si B berjalan kembali ke posisi semula. Jika tadi dia mendongak ke atas, kini dia berhadapan muka dengam pastor. Ujarnya, “kasihan dia di dalam rumah melihat pertengkaran kami sampai ia takut, cemas, khawatir, marah. Biarkanlah dia di luar rumah, bebas!”