Wisma, 10 Oktober 2008
Uang bukan segalanya tetapi manusia memerlukan uang. Pikiran bukan segalanya, tetapi manusia menggunakan pikirannya. Kekuatan fisik bukan segalanya dan utama, tetapi manusia memerlukan fisik (roh tidak berfisik). Perasaan bukanlah segalanya dalam kehidupan, tetapi manusia tetap menggunakan perasaan. Keyakinan bukanlah segalanya, namun demikian keyakinan adalah perlu di dalam kehidupan. Iman adalah utama dalam segala hal, tetapi tidak berarti semua hal menjadi tidak perlu untuk hidup.
Ya, saya perlu meyakinkan diri saya sendiri, akan saya mulai dari diri saya dulu. dari diri saya, saya merasa memang perlu bagi saya untuk menghasilkan materi, karena tanggung jawab sebagai orang tua dengan 4 anak yang masih kecil. Di samping itu saya tetap mau menyeimbangkan kehidupan saya secara rohani dan komunitas. Karena saya memang membutuhkan itu. Saya akan merasa kering kalau tidak ada yang bisa saya kerjakan untuk Tuhan dan orang lain. Bagaimana cara teraphy.
Evaluasilah goal dan keyakinanmu dari masing-masing bidang seperti iman, emosi, intelektual, kesehatan, kontribusi, kerja, rekreasi, keluarga dan lain-lain.
Saya akan renungkan sebenarnya apa keyakinan saya. Selama ini saya membiarkan hidup saya mengalir, karena saya anggap apa yang terjadi adalah kehendakNya, biarpun saya bertindak macam2 jika hal tsb bukan kehendak Nya maka tak akan hal itu terjadi.
Kerinduan melayani Tuhan merupakan hal penting sebagai orang beriman. Namun demikian tugas utamamu sebagai seorang ibu bagi anak dan isteri juga harus diperhatikan.
Mungkin yang saya rasakan ada kaitannya dengan masa lalu. Ibu saya meninggal pada saat kedua orang tua giat mencari uang dan kami akan pindah rumah baru, yang sudah selesai dibangun dan tinggal menunngu hari pindah. Setelah itu ayah saya down, sakit2an dan 4 thn kemudian meninggal. Saya merasa uang itu bukan segalanya. Pada saat kami cukup uang disitu semuanya jadi hilang. Pada saat itu saya tanya pada Tuhan kenapa harus ibu dan ayah saya yang Tuhan ambil? Mengapa bukannya nenek2 saya yang sudah tua ?? Tetapi dari situ juga saya mengerti bahwa Tuhan selalu menjaga kami.
Terbersit keyakinanmu dalam tulisanmu,“Saya merasa uang itu bukan segalanya, pada saat kami cukup uan disitu semuanya jadi hilang.” Sedangkan suamimu menghendakimu untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin dengan mengelola perusahaan secara professional. Dua keyakinan isteri dengan suami menjadi pemicu konflik internal keluarga.
Memang, dan saya ingin merubah diri dan keyakinan saya, agar hidup saya bisa lebih berarti. Kepasrahan pada kehendak dan kasih Tuhan yang membentuk kita, keyakinan diri, bahwa manusia diciptakan paling sempurna, lurus pada tujuan. Keyakinan memang menyembuhkan. Saya sudah mengalaminya 5 thn yll. Pada saat ada persoalan dengan suami, dan pada saat itu tanpa direncana saya hamil anak ke 4. Teman menyarankan pengguguran melihat situasi saya saat itu. Saya tetap yakin tidak akan terjadi apa-apa dengan kandungan saya. Saya berdoa tiap hari untuk bayi yang saya kandung. Saya tidak mau menggugurkannya. Saya takut akan dosa terhadap anak yang saya kandung. Saya pasrahkan semua pada Tuhan. Saya pikir kalau Yesus aja Tuhan bisa dikhianati muridnya, apalah artinya saya hanya seorang manusia. Yang terpenting masih ada Yesus yang mengasihi saya.
Tidak ada yang buruk dalam goal keuangan. Cermatilah tulisanmu ini,”ibu saya meninggal pada saat kedua orang tua giat mencari uang. Saya merasa uang itu bukan segalanya, pada saat kami cukup uan disitu semuanya jadi hilang. Sedangkan menurut penjelasanmu melalui telepon suamimu jelas menghendaki agar kau berjuang dengan gigih mencari uang, sehingga omset perusahaan mencapai Milyaran”
Hal itu membentuk saya sehingga saya tidak mau mempunyai goal keuangan? Apakah saya selama ini mengikuti alur hidup, juga merupakan suatu pelarian? Atau sikap malas syang harus saya atasi?
Kalau ini tidak dirubah maka relasi dengan suami tetap. Uang adalah penting, tetapi uang bukan segalanya. Menjadi persoalan kalau orang memandang bahwa orang beruang sukar masuk kerajaan Allah, uang adalah kejahatan.
Memang betul, orang mati juga tidak bawa uang. Saya selalu ingat kata-kata filsafat, ada berasal dari tiada. Semua yang ada akan tiada.
Sekarang kita ada. pada saat orang ada, maka harus mengada dengan sempurna. Bukan asal mengada. Selagi manusia masih ada, tentu masih memerlukan adaan adaan lain. Justru paulus mengajar kepada kita. Mati dan hidup kita tetap ada, tetap hidup. Yang tiada itu hanya tubuh jasmani yang selalu berubah. Bukan tiada tapi berubah, dari tanah kembali ke tanah, dari roh kembali ke roh. Kau bisa menentukan pilihanmu. Semua ada di tangamu, bukan orang lain. Yang berhak atas dirimu adalah kau sendiri. Nah, kau yang ada, evaluasilah skala prioritasmu?
Romo, saya renungkan saya cari keinginan dalam diri saya yakni 1) Anak-anak dan suami, mendampingi perkembangan anak-anak. Tiga anak masih kecil dan perlu bimbingan, terutama anak kedua. Saya melihat rasa kurang percaya diri dalam dirinya. Belum tumbuh semangat belajar dan lebih suka menghabiskan waktu didepan tv atau game. Saya ingin supaya keluarga kami bisa menjadi keluarga kudus. Banyak ganjalan dan sandungan, tetapi saya berdoa semoga Tuhan memampukan kami. Memang ada pertentangan-pertentangan antara saya dan suami. Dia mau uang sebanyaknya, sedangkan saya secukupnya. Saya mau keluarga kudus dia sebaliknya. Dia mempunyai banyak impian, sedangkan saya tidak. Saya harap sih perbedaan-perbedaan ini bisa saling melengkapi.
2) kemandirian keuangan, saya tidak mau selalu direndahkan karena saya belum bisa mencukupi kebutuhan hidup saya dan anak-anak. 3) Saya ingin membantu adik bungsu saya dan adik bungsu suami, dalam hal kehiddupan mereka. 4) Saya mau menyediakan waktu untuk teman-teman yang memerlukan saya, baik waktu saya, pikiran saya, atau mereka membutuhkan bantuan apa yang bisa saya berikan.
Saya meringkas skala prioritasmu di atas sebagai berikut 1) keluarga. 2) Tuhan. 3) kontribusi.
Ya, kenapa saya menomor duakan Tuhan ya mo? Dikatakan dalam kitab suci kita harus menomor satukan Tuhan, salahkah aku ?
Coba berapa jam dari masing-masing?
Keluarga 11 jam + kerja 7 jam + kesehatan (mandi, olah raga, tidur, dll) 6 jam + doa 1 jam.
Berarti jumlah total jam adalah 25 jam. Seluruh umat manusia mempunyai 24 jam/hari, sedangkan kau 25 jam/ hari. Melihat jumlah masing-masing kegiatan maka prioritas utama dalam hidup adalah keluarga bukan Tuhan. Yang kedua dalam hidupmu adalah kerja (uang) bukan tuhan. Yang ketiga dalam hidupmu adalah kesehatan bukan tuhan. Yang keempat adalah Tuhan. Jadi betul kata suamimu dong, prioritas utama adalah kerja bukan Tuhan.
Ya, saya mengkhususkan diri dalam doa hanya pagi dan malam, selebihnya saya hanya bercakap dalam hati pada Tuhan. Hidup yang sudah saya pilih adalah berkeluarga. Saya mau bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut. Ada kerinduan untuk lebih dekat dengan Tuhan, walaupun masih ada pertentangan. Kalau pemikiran saya yang akan saya buktikan pada suami adalah dengan saya masih bisa aktif di lingkungan dan ikut koor. Tapi saya juga bisa mendapatkan uang. Saya masih bisa mengurus anak. Karena pendapat suami adalah dengan saya aktif lingkungan, koor, ke gereja selain hari minggu, hal itu adalah pelarian saya, egoisme saya, tidak memperhatikan suami dan anak-anak.
Apa yang harus saya lakukan untuk menghadapi pertentangan. Saya mengantar teman sakit berobat, ada pertentangan, saya menemani tante-tante kesepian ngobrol ada pertentangan. Saya mendengarkan keluh kesah teman yang sakit, ada pertentangan. Saya kadang merasa capai, supaya tidak ada pertentangan kadang saya bohong, ke customer padahal saya menemani teman berobat ke seorang romo.
Mo, untuk pelayanan waktu dan tenaga saya masih banyak dibutuhkan keluarga. Uangpun saya belum mandiri. Sebagian besar adalah hasil suami, bukan hasil saya. Mo, memang saya fokus pertama adalah keluarga, tetapi masih ada beban-beban yang kadang saya tidak tahu harus bagaimana merubahnya. Adik bungsu, dia belum mandiri. Dia sudah mulai usaha joint dengan saya, tetapi sifat dia kebalikan suami saya. Suami sangat giat cari uang, dia tidak. Jadi kurang maksimal dan seringkali masalah komunikasi, dan target yang mau dicapai. Saya di tengah pertentangan antara suami dengan adik. Setiap kali saya yang kena. Bagaimana mengatasi pertentangan?
Datanglah kepada-Ku yang letih lesu dan berbeban berat, maka Aku memberi kelegaan kepadamu. Dia merengkuh pertentangan dengan kasih, orang yang baik dan yang jahat, orang miskin dan kaya, hitam dan putih, tinggi dan pendek, wanita dan lelaki, dan seterusnya. Mengolah kerohanian perlu, bekerja juga perlu. Mengurus keluarga perlu, melayani orang menderita juga perlu. Yang satu mengandaikan yang lain, bukan meniadakan yang lain.
Saya membaca kisah-kisah di blog banyak pelajaran yang bisa diambil. Semua adalah kembali kepada asal Kasih yaitu Yesus.
Saya merasa bahwa pasangan saya kurang setia terhadap janji perkawinan. Namun demikian saya tidak memojokkan dia. Peristiwa tersebut mengajak saya untuk melihat diri bahwa selama ini saya kurang memperhatikan suami. Dari semua pengalaman itu saya selalu berdoa agar Tuhan memampukan saya menjadi anak yang baik untuk Tuhan, memampukan saya menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarga saya. Saya berusaha untuk mendukung suami. Saya cenderung menomor duakan keinginan saya.
Kesetiaan, pengorbanan, keiklhasan dan kasih merupakan modal utama relasi suami isteri agar pasangan langgeng dan bahagia. Yang utama dan terutama dari semua itu adalah kasih. Sebaliknya bila relasi suami isteri dilandasi dengan nafsu manusiawi, maka relasi mudah retak dan pecah. Sebaliknya relasi pasti langgeng kalau dilandasi dengan kasih Allah.
Saya membaca mutiara hati beberapa kali. Awal kalimat sampai pertengahan membuat saya merasa seperti disayat dan menitik air mata. “Aku memiliki keterbatasan sebagai seseorang yang butuh disayangi, semua itu tambah berkurang ketika aku dicampakkan, dibuang, dikhianati oleh seorang yang katanya saleh. Dengan kosongnya hati akan cinta dan kerinduan diperlakukan penuh kasih sayang, aku menjadi hampa. Ketika hati hampa, jiwa merana, pikiran kacau aku dipulihkan dengan memberi perhatian, memberi cinta, memberi sayang, memberi makna…. “
Pengalaman hidup orang banyak mengajar kepada kita. Apakah kita harus menduduki posisi mereka sehingga kita baru percaya, atau kita belajar bagaimana kita berusaha menghindari posisi mereka. Kalau kita memang senasib seperti dalam kisah itu, maka kita bisa berguru atas sikap hidup.
Dalam salah satu kotbah seorang romo mengatakan tentang penyeselan, ada penyesalan 1 jam, 1 hari, 1 bulan, 1 thn, seumur hidup. Karena tidak bijaksana saya dalam bertindak, berkata, berbuat, dan hal tersbut menyebabkan kekecewaan, kemarahan bagi orang lain dan saya tidak tahu sampai kapan penyesalan harus berakhir. Kalau saya potong rambut terlalu pendek penyesalan saya maksimal 1 bulan karena dia sudah akan panjang lagi. Saya tidak menangis hanya menitikkan air mata. Untuk penyesalan dan rasa syukur karena dengan kesalahan dan penyesalan ini, saya bisa lebih lama berdiam dalam doa. Pada awal pastor tanya berapa jam saya berdoa dalam sehari, 1 jam. Sekarang saya bisa lebih. Terima kasih pastor. Saya akan merubah penyesalan dengan hal-hal yang positif, dan sepert pastor tuliskan di “kedalaman hati”, disitu saya akan mencari dan berpedoman kepada hati nurani saya, terima kasih pastor.
Bagus sekali. Yap itu kunci hati untuk merengkuh yang bertentangan. Kasih Allah menjadi dasar dalam menyikapi segala persoalan hidup. Rajinlah berguru kepada Yesus dengan rajin membaca firman Tuhan.
Terima kasih pastor, saya akan selalu berusaha untuk kembali ke hati, biarpun prakteknya tidak mudah, selamat bertugas, selamat berkarya mutiara hati Tuhan…