Selaras dengan Alam

dscn6495Ranai, 30 Desember 2008

Bapak Wiyarso adalah kapolda Ranai Natuna. Beliau bersama dengan 18 polisi menjaga natal bersama di Jalan H. Adam Malik Ranai Natuna. Tuan rumah natal bersama adalah gereja katolik. Undangan yang hadir berasal dari gereja GPDI, GPPS, GPIB, dan Bethel. Para pendeta dari masing-masing gereja duduk berdampingan dengan pastor. Di saat acara tengah berlangsung, bapak Wiyarso memanggil pastor. “Bapak kapolda mau berkenalan dengan pastor. Beliau menunggu di luar. “ Bapak Piter menyampaikan pesannya kepada pastor. Pastor berpamitan dengan para pendeta yang duduk di kursi paling depan dari deretan umat.

Dia berkata,”Nanti kalau anda berkotbah, tolong nasehati umat agar usaha yang benar. Jangan mendanai usaha narkoba. Usahalah yang baik dan diridhoi Tuhan. Sekiranya kita membuka tempat-tempat maksiat di tempat tertentu, maka kita bisa kualat. Di sini masih banyak tempat-tempat angker / keramat. Bilamana manusia berbuat cabul, maka alam akan menghukum orang yang bersangkutan dengan caranya sendiri.”

 

Manusia adalah mikro kosmos, sedangkan dunia besar adalah makrokosmos. Dunia kecil mempengaruhi dunia besar, dunia besar mempengaruhi dunia kecil. Kedua dunia tersebut berkorelasi. Bila dunia kecil menyakiti dunia besar, maka dunia besar akan menyakiti dunia kecil. Bila dunia kecil bisa hidup selaras dengan dunia besar, maka hidup manusia mendapatkan kesejahteraan.

Allah menciptakan alam raya dan segala seisinya. Dia mempercayakan segala ciptaan tersebut kepada manusia. Manusia bertanggungjawab mengolah segala ciptaan Tuhan untuk kesejahteraan manusia dan kemuliaan Tuhan. Bila manusia mengingkari mandat tersebut maka manusia harus menanggung konsekwensi atas perbuatannya. Perilaku manusia menyimpang dan sewenang-wenang terhadap alam merupakan sebuah pengkhianatan terhadap mandat. Keangkuhan manusia terhadap alam merupakan sebuah kekurangajaran manusia terhadap pemilik-Nya.

Mampukah kita hidup selaras dengan alam untuk kesejahteraan kebahagiaan manusia dan kemuliaan Tuhan?

Terlahir Miskin

Sedanau, 28 Desember 2008

Pastor Titus budiyanto menunggu kapal di pelantar Sebakong kecamatan bunguran barat kabupaten natuna. Di sana bertemu dengan bapak Paijo bersama isteri. Dia menuturkan pengalamannya, “di jawa timur penduduk padat. Kami hanya tamat SD. Sejak kecil orang tua membekali ketrampilan mencangkul. Lahan di Jawa timur semakin sempit. Maka kami mengikuti program transmigrasi dari pemerintah 13 tahun yang lalu. Walaupun kami sudah berada di sini 13 tahun tetapi kondisi masih memprihatinkan. Perekonomian kami sangat sulit. Kami sangat menderita. Kalau kami hanya mengandalkan pemerintah, maka kami tetap kere. Maka kami mencoba menanam sayur dan berdagang sayur. Hasil bumi dijual ke pulau sedanau kecamatan bunguran barat kabupaten natuna kepulauan riau.”

Bapak Purba menimpali,”lae, hidup memang harus berusaha. Kita tidak cukup hanya berfikir dan berharap.”

Purba dari Batak bertemu dengan Paijo dari Jawa Timur. Orang bertemperamen keras bertemu dengan orang bertemperamen halus. Entah pengaruh nada tinggi Purba atau Paijo males bicara, Paijo terdiam. Mencairkan situasi Pastor Titus mengajak bercakap-cakap bapak Paijo dengan bahasa Jawa.

“Pancen leres mekaten nggih pak. Manungso tansah ngudi kasampurnaning urip. Gen ngudi punika manungso tansah ngolah rosa, nalar dan badan supados selaras. “

Painem adalah isteri paijo. Painem berkata,”leres kuwi mas! Namun makaten kulo mung wong melarat. Bapak lan ibu melarat. Jenengen benten. Panjenengan kuwi wong keraton. Alus aten-atenipun” (betul itu mas! Tetapi kami orang miskin. Orang tua miskin. Kau bukan orang miskin. Kamu adalah orang keraton. Halus tutur kata dan budi.)

Keluar dari kungkungan kemiskinan harus mendobrak keyakinan dari orang tua. Paijo meyakini bahwa orang tua mereka miskin. Mereka miskin. Dan anak-anak cucu mereka akan terlahir miskin. Karena miskin mereka memandang rendah keberadaan dirinya sendiri. Sedangkan di mata mereka orang lain lebih kaya, lebih halus, lebih tinggi, dan terlahir menjadi kaya.

Sungguhkah orang miskin akan tetap miskin dan orang kaya tetap menjadi kaya? Bisakah kita membalik roda kehidupan di atas yakni orang miskin menjadi kaya, dan yang kaya semakin lebih kaya?

Sepenggal Doa

Batu Ubi, 27 Desember 2008

Susilo berkata,”kalau kita rajin rosario, maka Tuhan memberi banyak jalan. Rejeki lancar. kesehatan baik. relasi dengan orang lain membaik. Bilamana kita meminta kepada yang di atas maka kita harus tekun menanti. kebanyakan orang seringkali kurang bersabar atas jawaban doanya. sehari belum menjadi nyata, tunggu dua hari, dua hari belum nyata, ditunggu 2 minggu. 2 minggu belum nyata, ditunggu 2 bulan. 2 bulan belum nyata, ditunggu 2 tahun. 2 tahun belum nyata, ditunggu 20 tahun. Yang di atas mengatur segalanya. Kita tetap berserah kepada yang di atas dan berjuang dan berjuang. Percuma kita berdoa tetapi kita tidak mau berjuang mencapai tujuan kita.”

Bilamana kata menjadi nyata, membuat manusia bahagia. Bilamana pemikiran kita menjadi nyata , maka kita bahagia. bila pemikiran kita terwujud, maka kita bahagia. bilamana perkataan kita itu baik adanya dan diwujudkan menjadi baik adanya, maka kita bahagia. semoga kata-kata kita sungguh diisi dengan sabda Allah, agar pikiran kita selaras dengan Alah. bila pikiran kita kita selaras dengan Allah maka perilaku kita hendaknya selaras dengan Allah.

Doa adalah sebuah komunikasi dengan kalimat kepada Allah. Kata itu disampaikan kepada Allah. Kata yang meluncur dari hati murni , dan ddiberkati Allah , maka kata doa itu mampu menjadi nyata. Semoga kita senantiasa melibatkan Allah dalam berfikir , bertutur kata, dengan siapapun.

Natal Pulau Natuna

Batu Ubi, 27 Desember 2008

Umat stasi sedanau paroki tj pinang 25 Desember 2008 mengundang umat dari berbagai agama untuk merayakan natal. Perayaan Natal diawali dengan ibadat karena tidak ada imam. Pemimpin ibadat berkata,” Perayaan Natal dengan mengundang dari agama-agama lain adalah program tiap tahun. Walaupun kami jarang mendapat pelayanan ekaristi, syukur-syukur sebulan sekali, namun demikian kami setiap minggu tetap mengadakan ibadat. Demikian juga di hari Natal 2008. Melalui kegiatan ini kami mengharapkan bahwa keberadaan umat katolik masih diakui oleh umat dari agama lain.”

Selama 3 bulan terakhir ini tidak ada pelayanan misa di gereja Ranai. Pelayanan terakhir menjelang natal adalah 1 x masa adven. 3 x adven dan hari-hari minggu di bulan Oktober, November dan Desember 2008 kami hanya ibadat di gereja. Tidak ada kepastian pelayanan misa di ranai. Imam-imam di tanjung pinang berkecenderungan lebih banyak melayani umat di tarema, natuna dan mengkait. Padahal Pulau Ranai adalah kabupaten. Perkembangan pembangunan lebih pesat dibandingkan dengan pulau mengkait dan air sena. Maka sudah sewajarnya bilamana ada imam menetap di pulau Ranai sehingga pembinaan iman berkelanjutan.

Mahalnya Misa Natal di Natuna

Batu ubi, 27 Desember 2008-12-27

Para imam di komisi-komisi menyebar ke berbagai paroki di wilayah keuskupan Pangkalpinang di masa Natal dan Paska. Penyebaran imam diatur oleh deken dan bekerjasama dengan pastor paroki. Pastor Calvin membantu pelayanan Natal di St Yusuf Tanjung Balai Karimun. Pastor Andreas Naarama Lamoro membantu pelayanan misa di Koasi Ujung Beting. Pastor Piderservus membantu pelayanan misa di Regina Pacis Tanjung Pandan. Pastor Tarnanu Agus dan pastor Yustinus Talaleng membantu pelayanan misa di paroki St Fransiskus Xaverius Koba. Pastor Beny Balun membantu pelayanan Misa di Batam. Pastor Titus Budiyanto membantu pelayanan Natal di Ranai Natuna. Pastor Hendrawinata membantu pelayanan misa di St Yufus Pangkalpinang.

Para pastor di komisi yang bertugas setiap hari menangani komisi membantu ekaristi di paroki-paroki agar umat bisa merayakan ekaristi di masa Natal dan Paska. Bilamana para imam di komisi tidak menyebar di seluruh penjuru paroki di wilayah keuskupan, maka pelayanan misa tidak mampu tertangani oleh pastor paroki. Umat di Ranai Natuna berkata, “kami sudah 3 bulan tidak merayakan ekaristi. Pastor Markus Malu Pr hanya melayani 1x di masa Adven.”

Beaya tranpotasi dari Bangka ke Jakarta tetanggal 21 Desember 2008 adalah Rp. 760.000. Beaya tranpotasi dari Jakarta ke Tanjung pinang adalah Rp. 800.000. Beaya transpotasi dari Tanjung pinang ke Ranai Natuna tertanggal 23 Desember 2008 adalah Rp. 690.000. Sedangkan beaya transpotasi dari Pulau Ranai Natuna ke Tanjung Pinang adalah Rp. 690.000. Tanjung pinang ke Jakarta adalah Rp. 842.000. Beaya transpotasi dari Jakarta ke Bangka adalah Rp. 554.000. Beaya tersebut belum termasuk air por tax, minum dan beaya transpotasi dari Bandara ke pastoran.

Bila mencermati beaya pengeluaran untuk sebuah pelayanan Ekaristi Natal 2008 maka pengeluaran pelayanan ekaristi di masa Natal sangat tinggi. Besar beaya transpotasi tidak identik dengan tingginya nilai sebuah ekaristi. Namun demikian perjuangan umat merindukan pelayanan imam untuk pelayanan sakramen menunjukkan bahwa nilai ekaristi mempunyai nilai lebih tinggi daripada nilai sebuah uang.

Nico mantan katekis di pulau Batu Ubi Natuna melukiskan,”bila umat di tempat terpencil mampu mempertahankan imannya, walaupun mereka jarang mendapatkan pelayanan sakramen dan sakramentali. Ketika mereka bertemu dengan seorang imam, mereka seakan melihat emas. Bilamana mereka bertemu dengan katekis maka mereka bagaikan menemukan pesta. Maka kunjungan imam atas umat di tempat terpencil untuk melayani sakramen dan sakramentali adalah hal utama dalam pelayanan.”

Nah, ketika umat berada di kota-kota besar, ekaristi dirayakan setiap hari. Umat sangat mudah sekali untuk mengikuti perayaan ekaristi. Imam atau paroki tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk transpotasi ketika dia mau mempersembahkan ekaristi. Sekalipun umat sangat mudah merayakan ekaristi setiap hari, kesadaran umat untuk merayakan ekaristi juga masih perlu ditingkatkan. Bahkan umat kurang menghargai ekaristi yang bernilai tinggi.

Sakramen Tobat Basi

Batu Ubi, 27 Desember 2008

23 Desember 2008 pastor Titus budiyanto memberi kesempatan kepada umat di pulau Ranai natuna untuk pelayanan sakramen Tobat. Setiap waktu imam sudah siap sedia melayani umat yang akan mengaku dosa. Terhitung dari diumumkan kesempatan pengakuan dosa sampai 27 Desember 2008, tidak ada satu umat pun datang mengaku dosa. Kejadian ini sungguh mengejutkan. Mengapa pengakuan dosa tidak laku? Apakah terjadi krisis kepercayaan umat terhadap imam? Apakah katekese umat tentang sakramen pengakuan dosa belum dimengerti oleh umat? Atau umat sama sekali tidak merasa berdosa?

Hal tersebut di atas sempat disinggung dalam kotbah 24 Desember 2008 oleh Titus Budiyanto. Ibu Ayau menjelaskan bahwa pastor Lorens Dihe sanga juga pernah mengalami hal serupa. Imam sudah siap melayani sakramen pengakuan dosa, tetapi tidak satu umat pun hadir.

Mencermati komposisi umat di pulau Ranai Natuna, suku Batak paling dominan dalam kegiatan menggereja. Posisi kedua diduduki oleh orang-orang Jawa, yang mulai mundur dalam keterlibatannya dalam hidup menggereja. Posisi ketiga dipegang oleh orang Tionghoa, yang sibuk dengan urusan-urusan bisnis. Posisi keempat dipegang oleh orang flores, yang sibuk dengan mencari sesuap nasi.

Ini hanya sebuah pemikiran, Suku Batak beragama katolik sangat kuat dipengaruhi oleh Luther. Gereja Kristen di tanah Batak tidak mengakui sakramen tobat. Teologi Luther berdampak kepada umat katolik yang dibesarkan di tanah Batak. Maka jelaslah bahwa sekalipun pakaian mereka adalah katolik, tetapi mentalitas mereka dalam hidup menggereja sebagian masih dipengaruhi kuat oleh Kristen.

Pastor Manse tanggal 22 Desember 2008 berkata,”ada orang Batak dari agama Kristen berminat menjadi Katolik. Mereka baru menjalani katekumen 5 bulan. Sekarang mereka minta kepada saya untuk membaptisnya di hari natal 2008. saya menyarankan agar mereka belajar lebih mendalam tentang ajaran katolik. Karena kejadian-kejadian sebelumnya biarpun mereka sudah dibaptis katolik, tetapi pikiran mereka masih sama seperti beragama Kristen. Agama berganti tetapi sikap hidup beragama tidak berubah.”

Para aktivis digereja memegang peran sangat besar terhadap hidup menggereja. Pemikiran-pemikiran tentang tidak pentingnya sakramen tobat menjalar seperti virus ke seluruh umat. Sungguhkah orang Kristen bisa menjadi orang katolik sejati kalaulah demikian halnya? Mungkin pastor paroki perlu mengevaluasi kembali penerimaan umat Kristen ke katolik.

Masih adakah penyebab lain tidak lakunya sakramen tobat di Ranai Nauta? Ini adalah tugas dari para petugas pastoral di paroki Tanjung Pinang untuk menjelaskan kepada umat tentang sakramen tobat. Kalaulah mereka tidak menganggap penting sakramen tobat, mungkin kita bisa menelusurinya. Atau bilamana umat tidak merasa berdosa, kita perlu membimbing mereka untuk memahami posisi manusia di hadapan Allah dan manusia, yang tak luput dari dosa.

Sepatu Ceng Po

Ranai, 25 Desember 2008

Pukul 18.00 wib menjelang misa malam natal pukul 1830 wib 24 Desember 2008 di gereja Ranai Natuna Cengpo membawa kantong plastik hitam. Kantong tersebut ditenteng dengan tangan kanannya. Ia meletakkan kantong tersebut di atas meja pastoran. “Apa itu?” Tanya ku.

“Ini sepatu sandal.”

“kau sudah memakai sepatu, mengapa kau membawa sepasang lagi?”

“Saya membawanya untuk diberikan kepada Fransiskus. Dia tidak mempunyai sepatu untuk natal tahun 2008”

17 menit kami bercakap-cakap dengan Ceng po, fransiskus datang ke pastoran. Ceng po menyerahkan sepatu tersebut kepada fransiskus. Mereka berdua duduk di lantai. Ujar fransiskus, “Sepatu ini tidak cukup untuk kaki saya.”

“Kau coba dulu lah! Cukup lah!”

Panorama di depan mata menyentak hati sanubari paling dalam. Fransiskus berasal dari keluarga miskin, sedangkan Ceng po berasal dari keluarga berkecukupan. Ceng po yang berusia 8 tahun mampu berbagi kepada fransiskus yang miskin. Sungguh Allah lahir di dalam diri seorang bocah kecil, Ceng po. Dia bermurah hati seperti Bapa yang bermurah hati. Dia memberikan harta miliknya kepada sesama, Bapa memberikan putera tunggal-Nya kepada semua manusia.

Kriteria Usaha Liong-liong

Tanjung pinang, 23 Desember 2008

Siang pukul 12.00 wib Liong-liong sekeluarga mengajak romo makan sop buntut kambing di depan Bank BCA Tanjung Pinang kepulauan Riau. Ayau istri Liong-liong dan Yenny memesan bubur ayam. Liong-liong memesan nasi ayam. Romo memesan sop buntut kambing & ¼ sepiring nasi putih. Romo memesang chinesse tea, Liong-liong memesan es tea.

Keluarga liong-liong berdomisili di pulau Tarema kepulauan Anambas. Pekerjaan sehari-hari adalah mengelola toko kelontong bersama dengan isterinya. Anak pertama sedang kuliah di Amerika, anak kedua sudah bekerja di prudential, sedangkan anak terakhir duduk di kelas II SLTA di pulau Tanjung Pinang.

Ketika Liong-liong datang ke pulau Tarempa 28 tahun silam, mereka naik kapal kayu. Perjalanan dari kota Tanjung pinang ke pulau Tarempa 4 hari 4 malam. Sekarang bila perjalanan ditempuk dengan kapal Very, maka waktu perjalanan kurang lebih 13 jam. Melihat situasi terpencil di belahan ujung dunia, yang terkesan teriosolasi tersebut menimbulkan kekaguman. “Mengapa bapak mau datang dan hidup di tempat terpencil di Tarempa kepulauan tujuh kepulauan Anambas?”

“Saya berasal dari Semarang, sedangkan isteri berasal dari kota Tanjung pinang kepulauan Riau. Persaingan dagang di kota Semarang atau di Tanjung pinang sudah sangat ketat. Bilamana kami tetap tinggal di kedua kota tersebut tentu kami kalah bersaing. Maka kami mencari tempat terpencil. Di sini persaingan dagang masih longgar. Kami lebih mudah mendapatkan uang di tempat ini daripada di dua kota besar tersebut.”

Pemikiran Paimin berbeda dengan pemikiran Liong-liong. Paimin yang berdomisili di Kuningan Yogyakarta Jawa tengah berkata,”Seumur hidup saya mau tinggal di jawa. Pulau Jawa adalah kota terpadat, kota pelajar, kota terhebat di dunia. Saya benci dengan pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi atau Irian Jaya, karena di sana masih dikelilingi hutan dan sepi.”

Ratusan ribu orang jawa mempunyai pemikiran serupa dengan Paimin. Sekalipun upah mereka adalah 1.000.000/bulan, sedangkan penghasilan di luar pulau Jawa adalah 10.000.000/bulan, mereka lebih memilih tinggal di Jawa. Kriteria pemilihan tempat tinggal Paimin berbeda dengan Liong-liong. Bagaimanakah criteria kita masing-masing?

Ketaatan Wanita Desa

Telkom, 20 Desember 2008

Seorang wanita desa berjumpa dengan malaikat. Mereka bercakap-cakap akrab. Inisiatif percakapan tumbuh dari malaikat. Dia berujar kepada wanita itu, “kau belum menikah?”

“belum lho.”

“Kau segeraka akan hamil.”

“Mana mungkin wanita belum menikah bias hamil?

“Berdasarkan pemikiranmu, maka sangat mustahil. Tetapi bagi Allah adalah mungkin adanya.”

“Orang tuaku belum menikahkan kami dengan tunanganku, Yosef. Biarpun demikian kami belum serumah dan hubungan kami belum terlalu jauh.”

“Roh kudus membuatmu hamil.”

“Mana mungkin?”

“Berilah nama anakmu, Emanuel.”

“Ah , kau bercanda ya?”

“Betul lho. Dia adalah nabi yang dinanti-nantikan oleh nenek moyang dari jaman ke jaman. Ia meneguhkan orang stress. Ia menyembuhkan orang sakit. Ia membangkitkan orang mati. Ia meredakan topan. Ia menggandakan roti. Ia jenius deh.”

Ya, aku malu ah. Jikamana aku hamil tetapi belum bersuami. Nanti saja deh, bilamana aku sudah menikah. Kau beriku anak jenius dan unggul seperti katamu.”

“He he … lha ini sudah kehendak di atas, bahwa kamu harus mengendung. Kalau besok kamu mengandung, maka tgl 25 Desember kamu melahirkan Dia.”

“Berat deh salib ini. Namun bila itu kehendak Allah, terjadilah kehendak-Mu menurut perkatan-Mu.”

“Nah, begitu dong. Kalau kau gak mau menerima kenyataan hidup ini, maka bagaimana jadinya? Saya percaya berkat ketaatanmu kepada kehendak Allah, kau mampu menyelamatkan trilyunan orang di dunia dan dirimu sendiri.”

“Sinmong toto deh.. sampaikan salamku kepada Bapa yang mengutusmu.”

“Dia bangga dengan kesediaanmu.”

Tumbal atau Salib?

Keuskupan, 15 Desember 2008

Paijo menikah dengan Painem 35 tahun lalu. Tuhan menganugerahi 2 anak. Anak pertama adalah lelaki. Ia bernama cong kek. Sedangkan anak kedua adalah seorang wanita. Ia bernama cing kek. Cong kek sehat secara jasmani, rohani, dan mental, sedangkan fisik Cing Kek mengalami kelainan. Kata Dirah tetangga Paijo,”Wakto Painem mengandung, dia mengejek orang lain. Ejekan itu berdampak kepada anak di dalam kandungan. Anak di dalam kandungan tersebut menyerupai orang yang diejeknya.”

Cong Kek menikah dengan Leng Gong di umur 25 tahun. Setahun setelah menikah Tuhan menganugerahi seorang anak lelaki yang diberi nama Leng po. Di ulang tahun pernikahan ke 5 Tuhan menganugerahi seorang anak wanita yang diberi nama Ling Po. Leng Po sehat jasmani, rohani, dan mental sedangkan Ling Po mengalami kelainan fisik. Mulut Ling Po sumbing. Leng Gong menangis melihat kondisi anaknya. Dia berkata,”Apa dosaku sehingga anakku lahir cacat? Aku tidak bisa menerima kenyataan ini.”

Menyikapi hal tersebut seorang imam menasehati Leng Gong,”Penderitaan tidak selalu diakibatkan oleh dosa, tetapi dosa bisa mengakibatkan penderitaan. Yesus juga menderita walaupun Dia adalah Allah. Biarpun demikian Yesus memanggul salib-Nya sampai mati di Golgota. Oleh karena itu kita belajar memikul salib. Di balik salib tersimpan pengharapan, yakni kebangkitan. Di balik kelahiran bayi cacat, kita bisa melihat kemuliaan Allah.”

Leng Po menikah dengan Hok Li di umur 22 tahun. Hasil pernikahan mereka yakni Eng Ki dan Eng Ko. Jenis kelamin Eng Ki adalah lelaki sedangkan jenis kelamin Eng Ko adalah wanita. Eng Ki sehat jasmani, rohani dan jiwa sedangkan ketika terlahir ke dunia fisik Eng Ko cacat. Hok Li menangis melihat begitu buruk rupa anak kesayangannya. Dia berkata,”Apa dosaku sehingga anakku cacat? Aku tidak bisa menerima.”

Song Kek, tetangga Leng Po meneguhkan Hok Li. Ia berkata,” cacat tidak berhubungan dengan dosa. Penderitaan tidak selalu karena dosa. Kita belajar menerima situasi apapun. Santo Paulus berkata, kita hendaknya mengucap syukur dalam segala hal.”

Bisakah kita memposisikan diri sebagai Painem, Leng Gong, dan Hok Li? Apakah kita juga bisa mempunyai sikap seperi romo dan Song kek? Betulkah bahwa kelahiran anak-anak cacat tersebut merupakan salib atau tumbal? Bagaimanakah sekiranya anak wanita Eng Ki di kemudian hari juga cacat? Bagaimanakah sekiranya cucu wanita Eng Ki juga cacat? Bagaimana kita menyikapi kenyataan ini? Masihkah relevankan nasihat romo dan Song kek?