Bengong

Keuskupan, 5 Februari 2009

Nengli berumur 4 tahun. dia duduk bengong di ruang tamu 20 menit. Tianlan menegur sikap Nengli. “Jangan ngelamun! Kalau setan lewat, maka kau bisa kerasukan!”

Nengli menjadi takut bengong. Dia berusaha mengisi hari demi hari dengan aneka kegiatan. Suara-suara TV, Radio, hiruk pikuk kota, dan suara-suara lain mencekoki dirinya. Tak sekejapun mata beristirahat sejenak. Apapun yang berada di sekeliling bisa menjadi sasaran objek penglihatan. Buku-buku berbobot, koran, majalah, tabloit, brosur-brosur, dan banyak hal lain juga mencekoki dirinya.

Dia menjadi gak betah diam. Dia mau bergerak dan bergerak. Bengong identik dengan kekosongan. Kerasukan terjadi bila manusia kosong. Bila manusia tidak mau kerasukan, maka harus diisi dan diisi dengan banyak kegiatan.

Keheningan menjadi barang menakutkan. Kepasifan menjadi barang antik. Manusia menjadi kurang peka dengan dirinya yang paling dalam. Padahal di dalam keheningan kedalaman kesunyian kebengongan terdapat dimensi yang lebih tinggi dari dimensi kehidupan ini. Justru di sana terdapat potensi luarbiasa dahsyat demi keselamatan dan kebahagiaan manusia.

Ketika Tianlan, Cen cin, Cu ing, leng Ku, Pedro, Pipit, Ling seng, dan banyak orang melihat Nengli bercakap-cakap dengan dirinya sendiri pun juga sering komentar,”Kayak orang gila! Orang kok bercakap-cakap dengan diri sendiri!”

Blank, bengong, hening, sunyi dan bercakap-cakap dengan diri sendiri menjadi asing. Pergerakan kehidupan orang yang mengaku dewasa justru seringkali hanya berputar seputar penalaran logis. Dia tidak menukik di kedalaman samudera kehidupan. Padahal Suara di dalam yang paling dalam seringkali menjadi pembimbing ampuh dalam peziarahan kita kepada Tuhan.

Jangan Bengong! Jangan Hening! Jangan sunyi! Jangan sepi! Jangan sendiri! Jangan berbicara dengan diri sendiri!

Berguru kepada Yang Gila

Keuskupan, jam 23.05 wib, 4 Februari 2009

Aku berjalan melintas jembatan. Lelaki tua berdiri di tepi jalan menghormat ke selatan ke arah jalanan. Dia berdiri seperti sedang mengikuti upacara bendera. Dia berdiri berjam-jam di posisi yang sama. Dia seolah terpaku di bumi pertiwi.

Saya menghampirinya untuk memberi 2 kaos baru dan 2 celana panjang kepadanya. Celana yang dikenakannya sobek, sehingga urat vitalnya gondal-gandul seperti bandul. Baju melekat di tubuhnya compang-camping sehingga seperti peragawati sedang kontes.

Dia menebar senyum tatkala menerima kain di tanganya. Baju dan celana tersebut diletakkan di atas kepala seperti dia menyangga kotak bambu (tenggok). Dia kembali asyik tenggelam dalam ketaksadaran di tengah hiruk-pikuk keramaian – kebisingan dunia. Dia terjun di dalam dunianya sendiri, yang mampu membahagiakannya.

Kulangkahkan kakiku menuju ke rumahku. Kutinggalkan dia seorang diri di tengah bising kota. Dalam rentang waktu di perjalananku, kuberkata lirih, saudaraku, kau tak mempunyai apa-apa dan tidak mempunyai keinginan apa-apa. Namun Allah tetap memberimu makan melalui remah-remah orang-orang yang membuang makananannya. Tubuhmu tetap sehat dan hidup dalam segala situasi. Semoga Allah tetap merawatmu, saudaraku. Banyak hal aku belajar daripadamu. Terimakasih Tuhanku.

Cinta Abadi

Keuskupan, jam 0730 wib, 3 Februari 2009

Jun menuturkan sepenggal kisah hidup melalui telepon kepada pastor. “Terakhir perjumpaan dengan Jus 5 tahun lampau. Kami duduk di ruang tengah. Di ruang keluarga terdapat kursi sofa. Di atas kursi sofa panjang terpampang foto keluarga Jus. Jus menghadap ke selatan, sedangkan saya menghadap ke barat. Jus mengenakan celana pendek, saya mengenakan celana panjang. Kaos Jus merah, kaos saya putih. Kedua tangan Jus bersidakep, kedua tangan saya menyatu erat.”

Arah kalian berbeda. Kaos kalian berbeda. Kaki kalian berbeda. Kedua tangan kalian berbeda. Tempat duduk kalian berbeda. Sikap tubuh kalian berbeda. Sangat mungkin sekali cara pandang kalian berbeda.

“Saya tidak mengerti dia berkata sambil menangis,’aku menyesal mengenalmu. Aku menyesal mencintaimu. Kau tidak mengerti cinta sejati. Kau hanya berteori tentang cinta sejati. Kau sangat jahat! Jangan ganggu aku lagi! Pergi dari rumahku! Jangan pernah masuk lagi rumah ini!”

Mungkin baik bila kau menggali latar belakang sikapnya terhadapmu!

Perbedaan persepsi menjadi penyebab konflik hubungan. Prioritas Jun adalah pelayanan di kelompok teritorial, kelompok kategorial, paroki dan kegiatan-kegiatan sosial. Sedangkan prioritas saya adalah pengembangan diri dan keluarga. Total waktu Jun terlibat di gereja adalah 14 jam, sedangkan waktu untuk keluarga 1 jam dalam sehari. Total waktuku untuk keluarga 14 jam, sedangkan waktu untuk kegiatan di gereja 1 jam dalam sehari.

Skala prioritas menentukan alokasi waktu, tenaga dan dana. Bilamana kalian saling melengkapi, maka kalian menjadi lebih sempurna. Seringkali yang terjadi adalah kita memaksa agar prioritas orang lain adalah sama dengan prioritas kita.

“Tepat sekali! Saya sering memaksa Jun untuk membalik skala prioritas dari pelayanan di gereja bergeser ke keluarga. Maka saya menyarankan agar dia mengurangi ratusan kegiatan di gereja. Bila ratusan kegiatan tersebut berkurang, maka dia bisa fokus ke keluarga dan kekasihnya. Namun dia tetap ngotot dengan persepsinya, dan saya ngotot dengan persepsi saya. Sikap saling ngotot tersebut memicu konflik. Hubungan menjadi retak.”

Jun mengusir saya dari rumahnya sambil menangis. Saya meninggalkan Jun sambil menangis. Karena saya mencintai dia, maka saya memegang pesannya untuk tidak memasuki rumahnya. Walaupun demikian sampai detik ini saya masih mencintai Jun. Besok saya juga masih mencintainya. 100 tahun kedepan saya tetap mencintainya. Tidak ada satu wanita pun mampu memasuki hati ini, kecuali Jun.

Cinta sering mempermainkan manusia. Bilamana cintamu terhadap Jun bertahan sampai akhir hayatmu, berarti cintamu terhadap Jun adalah cinta sejati. Waktu dan perilaku akan membuktikan tekatmu. Namun demikian baik bilamana kau mau introspeksi diri dalam berelasi dengan Jun atau orang lain, yakni fleksible terhadap persepsi orang dan tidak ngotot memaksakan persepsi kita terhadap orang lain.

Saya telah melukai perasaan nya, pastor. Mohon berkat agar Jun bahagia.

Hati tulus akan memancar kealam. Udara, air, api, langit, tanah, tumbuh-tumbuhan akan menghantarkan rasa rindumu kepadanya. Tuhan memberkatimu.

40 tahun Tidak Mandi

Keuskupan 2 Februari 2009

Ibu Hen hen menuturkan kisah Hin hin. Hin hin adalah adik kandungnya. “Ketika adik kami menikah, Hin hin mewakili keluarga untuk pergi ke Taipak di Pangkalbalam Pangkalpinang Bangka. Adat cina waktu itu salah satunya adalah bertanya tentang hari baik untuk menikah untuk adik bungsu kami. Menurut penuturan Hin hin kepalanya membesar dan tangannya seperti berbulu setelah keluar dari rumah taipak. Mulai dari situ gejala gejala aneh muncul. Dia senang main sabun dan air dengan tangannya. Dia tidak mandi selama 40 tahun. Dia tinggal di dalam kamar ukuran 3 x 5. Sekali waktu dia keluar dari depan kamar, tapi dia tidak keluar dari gerbang rumah. Bila dia anak-anak Melayu melihatnya duduk di depan rumah, mereka sering melempari Hin hin dengan batu. Mereka mengatai bahwa Hin hin Gila. Kalau orang pada umumnya maka dia tidak mampu untuk tidak mandi dan tinggal di dalam kamar sempit.”

Ketika seorang bruder bertamu di dekat rumah kami, saya memohon-mohon kepada beliau agar menengok Hin hin. Untunglah beliau sudi singgah di gubuk kami pastor. Menurut Beliau waktu itu, “Hin hin kena barang (red-diguna-guna). Dia diganggu roh halus.”

Saya percaya bahwa Hin hin dirasuki roh halus. Walaupun dia mengaku sehat dan menuduh bahwa justru saya gila.” Jelas Hen hen.


Saudara saudari menyarankan agar saya tidak lagi memelihara Hin hin. Banyak penduduk kampung melempari dan menghina Hin hin. Namun demikian Hin hin tetap adalah saudari kandungku, pastor. Saya tidak tega membuang kakak kandung. Kalau saya tidak memeliharanya maka siapa yang sudi memelihara dia?”

Ketika anda merawat orang hina dan papa, maka anda merawat dan memelihara Yesus. Boleh jadi kita bisa menemukan Tuhan dalam diri orang menderita dan dianggap kurang waras di mata anak anak kampung.

Iya pastor, walaupun dia jahat dengan saya maka saya mencoba mencintainya. Walaupun anak-anak kampung menghina Hin hin sebagai orang gila dan menganiayanya, saya tetap membelanya sebagai saudari.

Mengagumkan bahwa seorang tidak mandi 40 tahun dan tinggal di sepetak kamar kecil di rumah. Dia adalah bagaikan seorang pertapa. Boleh juga Allah tetap mencintai yang waras dan yang sehat, yang cantik dan yang buruk, yang kaya dan yang miskin, dll.

Melalui dia justru mungkin kita bisa banyak hal belajar darinya.

 

Jujur dengan Diri Sendiri

Keuskupan 1 Januari 2009

Tuti terbujur di ranjang. Banyak dokter menyerah. Banyak biarawan biarawati dan imam mendoakannya. Banyak orang mengunjunginya. Namun dia sakit.

Seorang imam muda berujar kepadanya. “Datanglah kepada Tuhan. Ceritakan peristiwa yang menimpamu.”

Tuti memeluk suaminya untuk mendapat peneguhan. Dia berdiri ragu. Dalam keraguan imam muda itu berkata,”Ceritakanlah! Jujurlah dengan hati nuranimu.”

Thomas mencintaiku. Dia nekat mengejar aku. Aku benci dengannya. Aku sekarang memaafkan dia. Haknya untuk mencintai siapapun.”

Imam muda itu tercengan melihat perubahan Tuti. Dia sembuh ketika dia jujur dengan dirinya sendiri dan memaafkan. Tuhan anugerahilah kami kejujuran hati dan kasihMu.

Sepenggal Doa

Keuskupan, jam 2210wib,31januari 2009

Aku berjalan menyusur trotoar. Bocah kecil berpaiakain dekil mengacungkan tangan kanannya ke arahku.
Aku terkesima memandang wajah Allah di wajahny.
Kurogoh selembar kertas di saku. Kuberikan kepadanya.
Dia menerima dengan senyum dan berkata lirih,”Tuan adalah terberkati.”
Dia berlari meninggalkan aku seorang diri di tepi trotoar.
Bocah bocah kecil memberkati seorang imam. Berkat mampu menyejukkan hati.
Apakah mungkin Engkau hadir dalam kekotoran manusia?
Apakah mungkin kere gembel masih bisa menghasilkan rahmat bagi orang lain?

Pikiran berkecamuk. Mata menerawang bekas jejak bocah gembel.
Tuhan memeliharamu dengan cara Nya sendiri.
Terimakasih Tuhan.

Berubah Karena Cinta

Keuskupan, jam 21wib, 30 januari 2009

Katakan namanya si Andi. Dia bercerita, “Liucing sejak berkenalan dengan cowok perialakunya berubah. Sewaktu di rumah dia tampak saleh. Dia patuh terhadap orangtuanya. Dia rajin membantu orangtuanya. Tetapi sekarang perilakunya berubah total. Dia kurangajar terhadap orangtuanya. Dia kurang mau mendengar lagi nasehat orangtuanya. Dia lebih mengikuti masukan pacarnya. Apapun yang dikatakan oleh pacarnya, dia turuti. Mengapa dia bisa beruah?”

Cinta memang mampu mengubah perilaku seseorang. Itu baru cinta antar manusia. Cinta manusia terhadap Tuhan dan cinta Tuhan terhadap manusia juga mampu mengubah perilku manusia. Mungkin pengaruhnya lebih dahsyat.

Bagaimana dampak cinta Tuhan terhadap hidup kita.

Apakah engkau mencintaiku, Petrus?

Keuskupan 29 januari 2009

Ketika kita mencintai Tuhan atau seseorang, hidup kita lebih membahagiakan.
Perjalanan hidup terasa ringan dijalani walau sebenarnya berat penuh tantangan.
Hubungan tulus yang mengalir dari hati menjadi api motivasi.

Namun demikian terkadang pasangan kita menguji cinta kita.
Yesus bertanya kepada Petrus 3x,”Petrus apakah engkau mencintaiKu?” Pertanyaan Yesus kepada Petrus membuat sedih Petrus. 3x Petrus menjawa yang sama,”Ya Tuhan aku mencintaiMu melebi segala galanya. Engkau pasti tahu akan hal itu.”

Seolah-olah Yesus tidak percaya dengan jawaban Petrus. Itu yang membuat Peteus sedih kali.

Mungkin bila pasangan anda bertanya hal serupa kepada anda,”Congki apakah engaku mencintaiku?”

Coba bayangkan bahwa pasangan anda seolah tidak percaya? Mungkin juga anda akan sedih. Lha wong sudah hidup bertahun2 kok tanya hal itu.

Ada baiknya sebelum bobok kita bertanya kepada diri kita: apakah aku sungguh mencintai Tuhan? Apakah aku sungguh mencintai pasanganku walau aku sudah hidup lama tinggal bersama?

Yesus anugerahilah aku cintaMu. Aku mau membaringkan diri dan tidur. Kukembalikan seluruh perjuanganku hidupku kepadaMum

Memutus Mata Rantai

Keuskupan, 29 Januari 2009

Ceni dan Anton sekarang hidup bersama. Keempat anak Anton dan ketiga anak Ceni juga sudah menikah. Yuyu menikah dengan Aliong, Acen menikah dengan Sobari. Pernikahan Yuyu dengan Aliong dikaruniai 3 anak. Selama mereka menikah, Yuyu masih menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Juga selama Acen menikah, dia menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Demikian juga kedua anaknya mengalami hal serupa.

Sejarah Anton terulang kembali di dalam diri keempat anaknya? Apakah hal ini kebetulan? Apakah ini wajar demi dan atas nama cinta?

Bila kita mencermati tulisan sebelumnya ada kisah serupa. Si A menikah dengan si B. Pernikahan mereka dikaruniai dua anak yakni si C dan si D. Si D lahir cacat (kurang normal), si C menikah dengan si E. Pernikahan C dengan E melahirkan anak si F dan si G. Si G juga kurang normal, sedangkan si F menikah dengan si I. Mencermati silsilah tersebut sejarah terulang. Apakah hal ini kebetulan? Apakah ini dosa mereka?

Apakah anda mempunyai jawaban untuk memutus mata rantai peristiwa di atas? Apakah kita cukup untuk menghentikan agar dia tidak menikah sehingga mata rantai terputus? Apakah bisa dengan doa? Bukankah keluarga si A dan B merupakan aktifis dan rajin bekerja? Bukankah keluarga Anton merupakan aktifis dan rajin berdoa?

Mekar Bersemi

Keuskupan, 28 Januari 2009

Pulang dari pesta ultah bpk Antonius Go di restoran ternama Pangkalpinang Bangka.
ULTAH merupakan peristiwa biasa bagi kebanyakan orang. Namun demikian ULTAH Anton ke 52 th menarik untuk disimak.

Pernikahan Anton dikaruniai oleh Tuhan empat anak. 2 adalah lelaki dan 2 adalah wanita. Keempat anak tersebut sudah menikah dan masing-masing melahirkan anak. Jadi Anton sudah menjadi kakek-kakek.

Istri Anton bernama Sinta. Sinta meninggal dua tahun yang lalu. Setahun setelah ditinggal isterinya, Anton menikah lagi dengan Ceni. Menurut penuturan Lili anak Anton, Ceni adalah mantan pacarnya 20 tahun yang lalu.

Liz teman Lili sambil menyantap makanan bercanda, cinta mereka 20 tahun yang lalu layu. Sekarang cinta mereka mekar bersemi.

Si Acen berujar nakal,” bapak Anton masih hot.”

Si pastor bengon mendengar komentar mereka. Lantas ikut-ikutan berpendapat,” apa yang dicari lelaki tua? Betulkah cinta Anton 20 tahun silam hidup walau dia sudah beristeri & bercucu? Atau mungkinkah itu hanya pembenaran diri?

Secara hukum pernikahan mereka sah-sah saja. Sinta sudah mati, sedangkan suami Ceni sudah meninggal. Keduanya sudah status bebas.


Ceni sudah nenek. Anton sudah kakek. Kakek dan nenek menikah. Yang mengetahui kemampuan Anton dan Ceni adalah mereka masing-masing. Bila melihat dari sisi umur, maka mereka sudah menjadi kakek dan nenek.
Maka sangat mungkin bahwa kemampuan sexual mereka sudah menurun drastis.

Bila asumsi di atas benar, maka pernikahan mereka bukan didasarkan atas cinta birahi. Lantas apakah yang dicari oleh pasangan kakek nenek? Kebersamaan? Kehangatan? Kebanggaan?

Cinta kakek nenek saja mampu bertahan puluhan tahun. Mungkinkah manusia memiliki cinta berabat-abat kepada Tuhan? Atau Allah bisa mencintai manusia sepanjang segala abat.

Gak ada jawaban pasti dari percakapan di restoran di ULTAH Anton. Akhirnya sedikit menyerah berujar, “cinta memang misteri.”