Bandara Depati Amir Batam, 11 Mei 2009
Heri kecil berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil ia sudah dididik oleh orang tua untuk berjual kue di pulau Moro. Kakak dan orang tua menggemblengnya menjadi pekerja keras.
“Koko pernah memperbaiki televisi seorang petugas. Dia dihajar oleh petugas tersebut hingga babak belur. Kata petugas itu koko justru merusak televisi dan bukan memperbaiki.”
Kejadian tersebut membangkitkan jiwa-jiwa perjuangan (khalil Gibran menamakan jiwa-jiwa pemberontak). Diskriminasi ras sangat kentara. Kami dipandang rendah derajat oleh para petugas. Kami berada di pihak yang kalah (lemah). Maka saya bertekat sekolah hukum dan menjadi pengacara termasyur di negeri indonesia untuk menumpak ketidakadilan.
Oleh karena itu saya merantau ke pulau Tanjung Batu Kepulauan Riau. Saya tidak mampu langsung merantau di pulau Tanjung Pinang. Di Tanjung Batu saya bekerja membantu tante menjaga rumah, membantu tante banyak hal. Bersamaan dengan itu saya juga sekolah. Jadi beaya sekolah memakai uang hasil keringat membantu tante.
Selang beberapa lama saya menempuh jalur pendidikan, koko marah. Ia pernah mengobrak-abrik meja belajar. Saya masih ingat waktu itu dia berkata,” untuk apa kita sekolah? Keluarga kita bisa mandiri walaupun tanpa sekolah. Para petugas berpendidikan tetapi mereka justru memperlakukan kita tidak adil. Apakah kita mau menjadi seperti mereka?”
saya saat itu melihat dengan sedih sikap koko. Justru kejadian tersebut membakar jiwa. Saya harus membuktikan bahwa pendidikan adalah penting. Maka setamat SMA saya kuliah di Atma Jaya Yogyakarta.
Orang tua di Moro sangat miskin. 1 anak pengusaha es batu dan 1 anak petugas mampu mengkuliahkan anaknya keluar Moro. Sekalipun orangtua tidak membeayai, perjuangan saya meraih mimpi tetap bergelora. Saya mencari uang dengan berjual kue, menjaga sewa kaset, dan banyak terobosan lain.
Istri berasal dari keluarga kaya di solo jawa tengah. Bermula dari acara di lereng merapi Kaliurang, kami berkenalan dan teman-teman meresmikan bahwa kami sudah berpacaran. Istri sangat berhati kasih. Dia banyak memijami buku-buku kuliah. Bahkan beberapa tahun setelah kami pacaran, orang tua istri membantu membeayai kuliah saya.
Setamat kuliah saya menikahi pacar saya dari solo itu, yang sekarang menjadi isteri saya. Kami menetap di Batam. Kami membuka usaha di Batam. Beberapa usaha kami antara lain hotel, bank, dan lain-lain.
Saya beruntung mendapatkan istri yang baik. Dia lemah lembut. Dia banyak melakukan kegiatan di rumah. Di rumah dia membuat kue dan dekat dengan karyawan. Perkawinan kami dianugerahi 4 anak. 2 sudah menjadi dokter dan 2 masih SMA. kedua anak saya yang masih SMA juga mau menjadi dokter.
Perjuangan meraih mimpi sudah terwujud. Sekalipun saya berpendidikan, saya juga pekerja keras. Sekalipun saya mau menjadi pengacara, justru lulus di fakultas ekonomi dan menjadi pengusaha. Sekalipun saya terlahir dalam keluarga miskin, saya mampu mengubah situasi hidup saya.
Banyak penduduk Moro terinspirasi dengan kisah hidup saya bahwa pendidikan dan kerja keras adalah penting. Juga orang miskin mampu mengubah situasi ekonominya.
Seorang romo yang baru pulang dari Roma mendengar kisah bapak Heri berujar,”semua adalah rahmat Tuhan.”