Lihat Film dari Situ!

Puri sadana, 22 Juli 2009

Seorang wanita berumur 32 tahun bersama dengan sahabatnya datang. Menurut penuturan sahabatnya (Ai), si Uli sejak SMP, SMA, dan setelah menikah sering kerasukan. Beberapa kali ia tiba-tiba teriak-teriak histeris di dalam kelas mengagetkan teman-teman dan para guru. Para guru dengan sigap memanggil para normal atau taipak untuk mengatasi persoalan. Sejam setelah ditangani taipak atau paranormal, Uli sadar (entah karena capek atau si setan sudah lari). Dia mengkhawatirkan kondisinya dan takut berdampak buruk terhadap anak-anak. Oleh karena itu ia datang. Berikut ini beberapa langkah menanganinya. Rekan-rekan bisa member masukan untuk kesempurnaan terapy selanjutnya.
Langkah pertama, saya memintanya untuk melukiskan keluarga besar dari pihak dirinya dan suaminya. Berikut susunan gambar 1 diurutkan dari kiri ke kanan: mama, kakak, papa, suami, anak2, anak 1, saya, papa mertua dan mama mertua. Bila melihat posisi papa kandungnya di antarai oleh 2 anak dan suami, sedangkan Uli berdampingan dengan papa mertua.
Menurut hemat saya gambar ini sangat penting untuk menyingkap persoalan si Uli. Papa kandung ditempatkan lebih jauh daripada papa mertua. Karena papa kandung sudah meninggal dan dia kurang dekat secara emosional dengan papa kandungnya. Dia sekarang lebih dekat secara fisik dan emosional dengan papa mertua. Untuk mengecek kebanaran hasil “mind reading” , saya bertanya kepada Uli.
“Sekarang kamu tinggal bersama dengan siapa?
“Suami dan 2 anak”
“Rumah kamu dekat dengan rumah papa atau mertua?”
“Rumah saya berhadapan dengan rumah mertua”
“Apakah kau merasa kurang dekat dengan papa dan mama kamu sekarang?”
“Papa sudah meninggal beberapa waktu yang lalu, sedangkan hubungan dengan mama kurang menyenangkan. Karena saya merasa dikekang selama di rumah.”
““Apakah kau lebih dekat dengan anak pertama daripada anak bungsu?”
“Ya saya lebih mecintai anak pertama daripada anak kedua.”
“terimakasih”
Hasil gambar Uli melukiskan situasi batin si Uli dan persoalan si Uli. Sangat mungkin sekali sekarang Uli mengalami konflik dengan papa dan mertua. Untuk mengecek hal tersebut saya memberinya tugas untuk mengarang bebas. Berikut ini saya sajikan hasil karangan dia untuk mempertegas persoalan Uli. Saya menyajikan apa adanya.
“Di sebuah hutan hiduplah berbagai macam binatang. Ada ular, cacing, lintah dan buaya. Mereka hidup bersama. Suatu hari ular berbincang-bincang pada teman-temannya. Aku bosan dan ingin keluar dari hutan ini. Aku ingin mencari dunia baru.
Teman-temannya setuju karena hutan itu tidak ada lagi harapan karena persediaan makanan di hutan itu mulai menipis dan mereka ingin ikut bersama tapi ular itu tidak memperbolehkan mereka ikut bersama. Katanya aku berjuang dulu. Nanti kalau aku telah menemukan tempat yang berlimpah makanan aku akan menjemput kalian. Aku tidak setuju kata cacing, kita akan mencari bersama-sama. Setelah kita menemukan di tempat yang berbeda kemudian kita berjanji di suatu tempat. Saat itu kita tau tempat mana yang lebih banyak mananannya. Mereka menyetujuinya dan berjanji akan bertemu 10 hari lagi di bawah pohon besar tempat mereka biasa bertemu. Ular, cacing, lintah dan buaya akhirnya berpencar.

Ular pergi ke daerah pegunungan. Ternyata di sana sedang kekeringan dan tidak ada bahan makanan. Disana ular menjadi incaran bagi hewan pemangsa lain. Ular itu bersembunyi menunggu hewan lain tidur untuk melarikan diri. Akhirnya ular bisa melarikan diri dan kembali menunju tempat yang teman-teman janjikan.

Cacing pergi ke daerah pedesaaan. Di sana banyak persediaan makanan tapi di sana banyak manusia. Jadi cacing harus berhati-hati karena cacingpun bisa menjadi mati karena mencuri makanan. Cacing itu takut untuk mencuri. Ia memutuskan kembali untuk memberitahukan teman-temannya tentang tempat itu.

Linta pergi ke daerah sungai. Di sana juga tidak bahan makanan. Disana terjadi bencana alam yang besar. Pohon-pohon tumbang. Sungainya tidak berair. Hewan-hewannya mati. Mati semua. Lintah pun kecewa dan kembali ke pohon besar tempat bertemunya kawan-kawannya ular, cacing dan buaya.

Buaya pergi ke daerah pantai. ternyata pantai itu sangat sepi. Ternyata pantai itu ada penguasa yang memerintahkan untuk berpencar mencari makanan ke seluruh dunia. Buaya itu putus asa dan kembali pulang ke pohon besar.

Setelah 10 hari mereka bertemu ular, cacing, lintah dan buaya. Mereka bercerita dan mereka memutuskan untuk ikut cacing kembali ke daerah pedesaan yang banyak makanan itu. Mereka pun pergi bersama-sama. Mereka bersemangat untuk pergi ke daerah pedesaan itu. Dalam perjalanan itu mereka menghadapi berbagai cobaan. Hari pertama banjir terjadi. Ular hampir tidak tertolong tapi buaya menyeret ular ke tempat yang lebih tinggi. mereka akhirnya selamat.

Hari kedua mereka mengalami cobaan lagi. Kali ini angin yang kencang menerbangkan mereka. Lintah tidak selamat dalam musibah itu. Mereka sangat bersedih dan berencana untuk kembali ke pohon besar. Tapi ular tidak setuju. Buaya dan cacing pulang ke pohon besar.

Ular terus melanjutkan perjalanan ke daerah pedesaan. Dalam perjalanan itu ular menempuh cobaan yang lebih dahsyat lagi. Gunung meletus, badai, angin kencang. Ular bertahan. Ular tidak tahan lagi. Perjalanan masih jauh. Ia putus asa dan terdiam. Ia tidak mau melakukan apapun. Dan ular ingin mengakhiri hidupnya.

Buaya dan cacing kembali ke tempat semula. Ternyata di sana makanan dan hutan telah berlimpah. Buaya dan cacing teringat pada ular. Mereka berencana menyusul ular. Sampai di sana mereka menemukan ular sedang sekarat. Buaya dan cacing membawa nya ke pohon besar . dan akhirnya hidup dalam kebahagiaan. Di sana tidak ada yang kekurangan. Tapi mereka selalu teringat pada lintah yang nasibnya tidak beruntung.
Berdasarkan pengalaman tersebut saya mengajak dialog si Uli. “Apakah engkau merasa tidak betah tinggal bersama dengan keluargamu sendiri?”
“Saya merasa dipenjara. Orang tua tidak memperbolehkan saya pergi bermain. Mereka hanya mengijinkan saya pergi ke sekolah dan gereja. Selain itu saya di rumah. Saya benci dengan kedua orang tua. Jadi saya mau lari dari rumah. Saya berfikir bahwa menikah bisa menyelesaikan persoalan tetapi ternyata saya tertekan dengan sikap mertua.”
“apakah angka 10 berarti bagimu?”

“Saya sudah meninggalkan orang tua 10 tahun. Namun di luar rumah saya justru sekarat dan ingin kembali ke rumah orang tua.”

“apakah kau mempunyai saudara kandung? Berapa?”

“saudara kandung 3 orang.”

“Kau mau membuktikan bahwa kau mampu menemukan kebahagiaan di luar rumah (pohon besar)?”

“Ya, tujuan saya seperti itu tetapi justru kedua kakak saya bahagia dan 1 juga mengalami penderitaan seperti saya.”

“apakah pernah kau merasa bosan hidup dan ingin mengakiri hidupmu karena kau merasa kurang penderitaan menderamu?”
“Ya, saya bosan hidup.”
“Setelah kamu menyadari bahwa kamu hidup menderita berada di luar rumah orang tuamu (pohon besar), apakah kamu masih mempunyai kerinduan menemukan kehidupan dan kebahagiaan bersama dengan keluarga kandungmu atau kau mau melarikan diri dari persoalan?”

“Saya rindu kembali ke pangkuan orang tua. Disana kutemukan kehidupan dan kebahagiaan?”

“apa yang menghalangimu untuk mencapai hal itu?”

“Saya berada di bawah bayang-bayang seorang penguasa. Dia menekan kehidupan. Sikapnya tidak obahnya seperti sikap papa.”

“siapakah yang engkau maksudkan dengan seorang penguasa dan menjadi penghalang kebahagiaanmu?”

“Dia adalah papa mertua!”

“Apa persisnya sikap papa mertua terhadapmu?”

“Dia meremehkan saya”
“Apa untungnya mempunyai seorang mertua seperti dia?”
“saya dilatih untuk bersikap sabar terhadapnya”

“Bagus sekali. Saya mencoba mengutip karya tulismu, ” Disana ular menjadi incaran bagi hewan pemangsa lain. Ular itu bersembunyi menunggu hewan lain tidur untuk melarikan diri. Cacing pergi ke daerah pedesaaan. Di sana banyak persediaan makanan tapi di sana banyak manusia. Jadi cacing harus berhati-hati karena cacingpun bisa menjadi mati karena mencuri makanan.” Apakah engkau pernah bertengkar soal makanan atau mata pencaharian dengan mertuamu?

“Ya, sering bertengkar karena makanan dan mata pencaharian. Saya menjadi penganggur dan kurang berguna. Suami setiap hari bekerja untuk saya, kedua anak dan mertua. Hidup menjadi seperti sampah, tidak berguna!”

“Apa untungnya mempunyai mertua seperti itu dan apa hikmah yang bisa dipetik dari sikap mertuamu?”

“Berusaha menemukan makna kehidupan di dunia ini. Bila kehidupan kita tak bermakna seperti sampah maka melahirkan penderitaan. Semakin menderita manakala hati diliputi perasaan benci. Pandangan orang terhadap kita harus disikapi dengan sabar. Begitulah watak mertua.”

“Bagus sekali. Apakah engkau mencintai kedua anak dan suami?”

“Suami sangat mencintai saya dan saya mencintai kedua anak.”

“Siapakah yang mengurus anak-anak dari pagi hingga malam? Siapakah yang mengurus makanan untuk anak-anak, suami dan mertua?”

“Saya!”
“Itu juga sebuah pekerjaan mulai!”

“iya, juga ya.”

“Sekarang apa yang terjadi ketika engkau berumur 5 tahun?”

Uli berteriak histeris ketika ditanya tentang ayah kandungnya …. Saya membiarkan dia berteriak histeris beberapa detik. “Semakin anda berteriak kencang, anda kembali mengalami peristiwa itu.”

Dia semakin teriak kencang.

“semakin kau berteriak kencang, kau semakin fokus dengan suara pastor. Gambar di depanmu didorong menjauh dari dari dirimu!”
Dia mulai tenang. Saya memegang kedua telapak tangannya. “gambar itu sekarang berada di dalam kotak tv di depanmu. Engkau bisa melihat film masa kecil bersama dengan orang tuamu. Kau berada aman di sini karena di depan mu ada kaca tebal. Coba diraba! Terasa khan?”
Ia menganggukan kepala. “Dia ada di sana. Kita di sini. Kau aman di sini. Di dorong semakin jauh lagi dua kali lipat!”

Wajahnya semakin tenang. “semakin kau mendorong menjauh dia, hatimu semakin aman. Setelah kamu sangat aman, sekarang lihatlah keadaanmu. Apa hikmah yang bisa engkau petik melalui peristiwa itu. Temukan hikmah sebanyak mungkin. Jika engkau sudah menemukan hikmat, anggukkan kepalamu.”

Saya mendiamkan dia beberapa saat. Setelah dia mengangguk-angguk, saya bertanya kepadanya,”sekarang engkau sudah dewasa. Engkau menjadi seorang ibu. Potensi apa bisa mengatasi persoalan itu? Tanyakan ke sumber daya yang ada di dalam dirimu. Sumber daya di dalam dirimu bisa bersumber dari kitab suci, para bijak, para pastor, para suster atau yang lain. Temukan! Setelah engkau menemukan anggukkan kepalamu!”
Saya mendiamkan beberapa menit. Ia menganggukkan kembali kepalanya. “Bagus kau sudah memetik hikmah atas peristiwa tersebut dan menemukan potensi untuk mengatasi persoalanmu. Sekarang masuklah dalam peristiwa tersebut dengan membawa potensi tadi!
Dekati dirimu yang masih berumur 5 tahun ketika mempunyai persoalan dengan dia. Yesus menggenggam tanganmu untuk mendekatimu dirimu yang berusia 5 tahun. Temuilah dirimu dan orang tuamu. Nasehatilah dirimu yang berusia 5 tahun dengan potensi yang sudah engkau temukan.”

Dia menganggukkan kepala

Setelah engkau menasehati dirimu, bimbinglah dirimu yang berumur 5 tahun untuk menyatu dengan dirimu yang sudah dewasa. Biarkan Uli yang dewasa berdamai dengan si Uli yang berumur 5 tahun. Yang ada adalah Uli. Sekarang tinggalkan dan berangkatlah menuju ke depan. Sekiranya engkau menemukan persoalan serupa dalam kontek dan waktu berbeda bawalah potensi tadi untuk mengatasinya. Mungkin persoalan dengan mertuamu atau orang lain.

Dia menganggukkan kepala.

Bagus. Saya akan menghitung 1-10. Dalam hitungan ke 10, Uli menyadari diri dan seisi ruangan ini. Seiring dengan hitungan dari 1-10, kesadaran Uli pulih.

Terapi sudah berjalan 2 bulan silam. Menurut penuturan Ai, Uli sudah tenang. Setiap hari bisa tidur lepap. Sedangkan Uli mengirim sms, “terimakasih. Saya sangat damai dan tenang. Setiap hari tidur lelap.”

Ambil dan Letakkanlah!

Puri sadana, 20 Juli 2009

Di kamar hotel parai sungailiat Bangka jam 15wib tanggal 12 Juli 2009 hari minggu saya menerapi seorang kakek (asuk. Di awal percakapan dia berujar di hadapan saya dan isterinya (aji), “Kita perlu mengalah dan ngemong terhadap anak dan menantu. Sikap keras justru melukai perasaan, sedangkan belaskasih melembutkan hati keras. Sekalipun dia tak mau menelpon kami, saya berinisiatif untuk menghubunginya. Bagaimanapun mereka adalah anak dan menantu. saya sangat sayang kepada mereka dan mereka sangat sayang kepada saya. Mereka mau menawari saya pergi ke Yerusalem, tetapi isteri tidak ditawari. Maka saya menolaknya. Kalau mereka mau mengajak saya ke Yerusalem, maka mereka harus mengajak kami berdua. Sungguh saya sangat sayang anak dan menantu, tetapi isteri saya belum bisa mencintai menantu. Dia masih keras. Kepala saya pusing!”

“Sikap bijaksana, mengasihi anak dan menantu dengan tulus. Kasih justru mengubah hati orang. Aji (istri kakek) hendaknya belajar bersikap kasih seperti kakek. Kakek pusing? Letaknya dimana rasa pusing itu?”

Si kakek menunjuk di bagian kepala depan, “di sini!”

“Bagus suk (sebutan untuk kakek). Coba ambil dan letakkan rasa sakit itu di atas tanah suk!”

Tangan kanan asuk itu bergerak. Dia seolah mengambil sesuatu di atas kepalanya. Dia genggam sesuatu itu. Dia letakkan sesuatu itu. begitu tangan asuk itu melepasnya , bersamaan dengan itu saya berkata,”beban asuk sudah berada di atas tanah. Asuk kini (sekarang) sudah ringan enteng plong dan tabah menghadapi persoalan!”

“Betul pastor! Kepala saya ringan enteng. Beban berat hilang. Lega rasanya. Sinmong toto (Terimakasih).

“Aji sudah sering pergi ke luar negeri, sedangkan asuk jarang pergi ke luar negeri. Tawaran anak dan menantu merupakan bentuk sayang mereka. Namun bilamana asuk menghendaki agar mereka membeayai kalian berdua, saya pikir cukup besar beayanya. Apakah tidak kasihan dengan mereka?”

“Kebahagiaan saya justru berada di Bangka. Sekali waktu saya menikmati hari tua dengan mengendarai mobil menuju ke pantai. Saya kurang tertarik pergi keluar negeri. Sekiranya anak dan menantu menawari dan saya mau, itu karena rasa sayang kasih terhadap mereka. Sekalipun kita tidak suka, kita bisa buat untuk mereka.”

“Menarik sekali! Orang lain befikir bahwa aji sering pergi ke luar negeri sedang asuk jaga toko untuk mencari uang sebagai bentuk ketidakadilan. Di pemikiran asuk, justru asuk bahagia tinggal di bangka dan bahagia bisa mencari uang untuk isteri jalan-jalan ke luar negeri. Ukuran kebahagiaan aji tidak bisa ditakarkan untuk asuk.”

“Tolong bimbing asuk agar bisa berdamai dengan menantu, pastor!”

“Kunci perubahan hidup berada di hati aji. Kelak (nanti) pastor bantu aji untuk berdamai dengan menantumu. Kini (sekarang) kepala asuk bagaimana?”

“Saya sudah sehat. Sinmong toto sinfu (guru).”

“Terkadang kita menilai pikiran menantu dan anak atau orang lain dari pemikiran kita. Padahal itu terkadan kurang sesuai dengan persepsi mereka. Kita perlu belajar memahami dunia mereka agar kita bisa hidup berdamai.”

“Isteri sering memaksa dan menuntut anak dan menantu untuk melayani, menelpon, meminta maaf, memberi terlebih dahulu. Ini yang sering menjadi persoalan. Perlu belajar bersikap seperti sinfu. Sinmong wo!”

“Auk lah (iya lah)”

Dia Menjadi Apa seperti Kebiasaan Kecil Apa

Wisma keuskupan, 13 Juli 2009

Seorang ayah dari 4 anak (yang 1 meninggal dunia) menuturkan pengalamannya dalam mendampingi ketiga anak kepada pastor. Tulisan di bawah sedapat mungkin pastor sajikan sesuai tuturannya.

Sejak kelas 1 SMP saya suruh dia bekerja menjaga toko onderdil di depan ramayana pangkalpinang Bangka, setelah dia pulang dari sekolah. Yang lain saya suruh dia bekerja di bengkel mobil di tempat adik kandung saya di pangkalbalam pangkalpinang Bangka.

Menurut pengalaman saya, anak kita akan menjadi apa sangat ditentukan oleh kebiasaan dia ketika dia masih kecil.

Anak saya yang sejak kelas 1 SMP menjaga toko di depan ramayana, sekarang dia sudah memiliki toko dan ruko. Sedangkan anak saya yang sejak kelas 1SMP membantu bekerja di bengkel mobil, dia sekarang mempunyai bengkel mobil.

Sekarang mereka hidup berkecukupan dengan penghasilan mereka. Mereka bisa membeli mobil, ruko, menyekolahkan anaknya, berziarah ke Yerusalem atau negara-negara lain.

Saya ingat ketika itu si bungsu tamat SMA. Dia pernah meminta untuk melanjutkan kuliah, tetapi saya tidak memenuhinya. Bagaimana saya bisa mengkuliahkan si bungsu dengan penghasilan sanga sedikit? Kau tahu bahwa penghasilan sebagai sopir angkutan umum sungailiat – Pangkalpinang adalah kecil.
Saya sadar bahwa menjadi sopir itu sengsara dan hidup miskin. Saya tidak mau anak-anak juga hanya menjadi sopir angkut. Maka sejak dini saya memaksa mereka untuk menjaga toko atau bekerja di bengkel mobil.

Ketika saya tidak bisa mengkuliahkan si bungsu dan dua kakanya, saya panggil mereka. Saya membekalinya dengan keyakinan. Kata saya kepada mereka waktu itu, bekerjalah dengan jujur, tekun dan rajin. Rejekimu melimpah ruah. Setelah 4 tahun kau bekerja, kau segera bisa mempekerjakan sarjana-sarjana. Wuah ucapan saya terbukti.

Sekarang saya mempunyai toko sendiri dan semua anak sudah mempunyai anak sendiri. Saatnya saya menikmati hari tua dengan bahagia dan senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan. (Perjalanan pulang dari pantai parai Bangka ke wisma keuskupan Pangkalpinang)

Mengenang 1 tahun Ayah

11 Juli 2009 keuskupan pangkalpinang

Ayah, sekarang kau sangat dekat dan sekaligus jauh,
Ragamu melebur ke bumi,namun kurasakan keberadaanmu,
Kau tiada dan kau berada,
Tiada lagi rasa sakit mendera tubuh rentamu,
Jubah yang kau kenakan kini adalah jubah dari surga.

Aku bangga menjadi anakmu,
Berkat teladan hidupmu dan jasamu,
Aku dan anak-anakmu menjadi orang sukses.

Kuharap kau tersenyum dengan para kudus di surga,
Menyaksikan sepak terjang perjuangan kami di dunia.
Bekal iman yang kau tancapkan dalam relung hati,
Dan pendidikan memampukan kami menyikapi kehidupan ini.

Aku tidak mempunyai sayap untuk terbang ke tempat penyemayamanmu,
Namun jiwaku terbang melintasi langit biru ke jogja untuk merayakan pesta kau sempurna naik ke surga,
Rohku naik kendaraan Roh Suci dalam ekaristi,
Dengan meleburkan rohku kedalam RohNya.
Kehadiranmu sungguh nyata manakala terang menjadi gelap di waktu berbagi tubuh Kristus,
Mata seluruh hadirin menjadi lamat-lamat,
Namun hati kami menjadi lebih tajam.

Di dalam kegelapan, manusia tidak lagi mengandalkan mata jasmani,
Kami memasang antena mata hati untuk menangkap kehadiranmu ayah dan kehadiranNya dalam rupa roti dan anggur.
Ya kehadiranmu tertangkap dan tersingkap dengan nurani suci.

Ruangan menjadi terang setelah masing-masing hati menerima tubuh Kristus. RohMu sudah lebur dalam diri orang percaya dan rohmu menyatu juga di dalam Dia, ayah.

Aku tidak bisa terbang, ayah karena aku tidak mempunyai sayap.
Maafkan anakmu. Aku merindukanmu. Aku mencintaimu. Berbahagialah engkau di surga, ayah. Terimakasih.

Penghulu Dunia

keuskupan pangkalpinang, 9 Juli 2009

Masing-masing orang bertanggungjawab atas keputusannya pilihannya.Rasa benci/dendam hanya merusak diri&bangsa Indonesia.Setan bekerja sempurna dalam kebencian,dendam,kepahitan.Pengampunan/kasih membangun&membahagiakan manusia&indonesia.posisi umat beriman semakin terjepit&tertindas dengan pengaruh setan&kuasa penghulu dunia.

Setan bermanis muka,dibalik kemanisan terdapat maut.kecenderungan melihat kecantikan yang terlihat&terdengar oleh telinga,namun tuhan melihat relung hati.kebobrokan hati dilihat dengan hati.Kepekaan hati,kerendahan hati,kedekatan dengan Allah memampukan lebih peka melihat karya setan dalam aneka bentuk menggoda manusia.Kini siapa menabur angin,tunggu saja menuai badai.

Bangsa-bangsa diluar menyanjung senyum manis.seluruh bangsa didalam seperti seorang anak kecil yang kurang berfikir logis karena melihat hadiah/iming-iming dari penghulu dunia.”padahal setan berkeliling mengaum-ngaum mencari mangsa.lawanlah dia teguh dalam iman.”siap menerkam orang-orang beriman,yang terhypnotis dengan aneka janji indah.ratusan peraturan penghulu setan akan menggencet orang-orang beriman.

Mungkin Tuhan memberi kesempatan seperti waktu Dia memberi kesempatan mencobai si Ayub.Kini aura setan semakin terasa kuat menyelimuti.Dia membiarkan menentukan pilihan untuk menyembah atau membangkang.Setan memojokkan manusia untuk memilih 1 hal,yakni maut.orang tidak lagi diberi kebebasan memilih sesuai nurani,tetapi dipaksa untuk menyembah dia(setan).di saat orang beriman sudah tergencet oleh kuasa setan,dia lupa.

bangsa-bangsa lupa terhadap keputusan masa lalunya.bangsa-bangsa lupa dengan sejarah bangsa atau sejarah hidupnya.itulah harapan penghulu setan.siapa setia kepada iman dalam pencobaan seperti Ayub,dia akan mengalami keselamatan,imannya dikuatkan.Siapakah yang tahan terhadap pencobaan?siapkah kita digencet pencobaan?siapkan penderitaan mendera?siapkah kebebasan kita dibelenggu oleh penghulu setan?Tuhan membantu kita

Itu Wine

Pertapaan, 1 Juli 2009
Saya sering mendapatkan perlakuan yang menyakitkan hati, meskipun saya menolong. Tapi harus bisa memaafkan. Ini kadang terasa berat. Sulit ini. Saya sudah serahkan kepada Tuhan, biar Tuhan menjamahnya. Saya berusaha tidak mengingatnya. Kalau mengingat salahnya terus bisa marah-marah gak abis-abis dan sakit hati.

Masuki tubuh orang itu, pahami cara pandang dia (dunia dia). Apapun perilaku bisa dipahami dari sisi dunia orang itu. Temukan intensi baik di balik perilaku , yang tidak anda setujui dan saudara-saudarimu setujui. Setiap perilaku pada umumnya mempunyai intense baik, walaupun perilakunya sering kurang bisa diterima oleh banyak orang.

Memahami sih sudah ya tapi untuk membuat dia tahu bahwa dia itu salah, gimana caranya? Dia mau menang sendiri. Dia Cuma berkomunikasi ama saya saja, dengan yang lain bentrok semua. Maksud saya agar dia itu introspeksi diri. Mengapa semua sodara gak suka dia. Semua saudara diajak rebut. Justru ama bapak aja yang masih dia ajak bicara. Kalau diikutin, dia nuntut lebih dan lebih lagi. Padahal kita mau mengimbangi dan damai aja.

Buatmu pasti bisa menyelami dunia dia, karena kau sering menghadapi banyak orang dengan segala macam masalah tetapi buat saya gak mudah untuk melakukan hal itu. Sudah banyak cara kok masih gak bisa mengubah dia. Maksud saya mengubah dia yakni biar bisa damai dengan saudara dan keluarganya. Kalau dia mau introspeksi diri, kenapa yak ok semua tidak cocok dengan dia, begitu banyak orang. Berarti yang gak beres khan dia. Tetapi dia tetap ngotot yang paling bener dan sama sekali tidak mau denger orang mau bicara apa. Contohnya: dia main ke rumah anaknya. Terus dia ikut ngatur pembantu, sopir, sampai rebut. Anak diancam pilih mereka atau dia. Padahal pembantu dan sopir tidak ada masalah sebelumnya. Kenapa dia ikut campur rumah tangga orang meskipun itu anakkan sudah berkeluarga.

Perubahan harus dimulai dari diri sendiri dalam memandang persoalan, mendengar persoalan, merasakan persoalan, mengecap persoalan, memikir persoalan. Sekiranya hasil penglihatan, pendengaran, perasaan, pemikiran, pengecapan, pembauan adalah perasaan menyakitkan hati, maka evaluasilah diri. Coba untuk membantumu, ini apa? (saya mengirim foto botol ice wine berisi tea kepada dia)

Itu wine tinggal separoh.

Apakah kau yakin dengan jawabanmu itu?

Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.

Kau tadi berkata, “ itu wine tinggal separo.” Dan kau yakin akan hal ini karena kau yakin terahadapku. “Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.” Padahal dilihat, dirasa, dikecap, dibaui itu bukan wine. Realitas sebenarnya adalah botol ice wine berisi tea. Nah, botol berisi tea tersebut ibarat saudarimu.

He he iya ya

Pandanganmu terhadap dia adalah seperti tuturanmu di atas di awal pembicaraan kita (atau ibarat kau gambarkan wine separo padahal botol wine berisi tea). Nah ternyata gambaranmu tidak sesuai dengan realita orang itu sekalipun ada kebenaran di dalamnya. Saya menjadi lebih mengerti atas hasil penilaianmu bila saya memahaimi persepsimu bahwa “ “Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.”. Kau mempunyai keyakinan dan keyakinanmu menghasilkan gambaran kurang sesuai dengan situasi real botol wine berisi tea. Demikian juga saudarimu tersebut juga memiliki segudang keyakinan, pengalaman, agama, religiositas, identitas. Semua itu mempengaruhi perilakunya.
Saya agak plong sekarang. Oke berlimpah terimakasih.

Si Lilian Too

Wisma keuskupan, 27 Juni 2009

Lilian too: Romo aku minta doanya ya. sekarang aku dah jadi kepsek di tempatku mengajar.

Pst titus budi: Selamat ya, kau hebat deh

Lilian too: Makasih mo. Aku juga pindah kamar pas tanggal 24. Hehhehehe. Jadi aku dah gak takut lagi. Aku makin yakin dengan pilihan hdpku

Pst titus budi: Sip

Lilian too: Bagaimana dengan jodohku ya mo.

Pst titus budi: Segera kau raih seperti kau bisa meraih jabatan menjadi kepala sekolah. “Apa yang romo katakan dulu bener2 terjadi” romo mengatakan apa dan perkataan itu terjadi

Lilian too: hmmm makasih mo. Saat ini saya dekat dengan seorang pria mo. Apakah saya harus menerimanya. Dulu romo mengatakan kaririku akan cemerlang diusia 33. Saya menjadi kepala sekolah tepat umur 33 tahun seperti kata romo.

Pst titus budi: Ya, terima apa adanya pria itu. Pandangan pertamamu bagaimana dengan dia? Kalau begitu coba kau lihat pertama kali dia, apakah kau ada hati atau tidak? Pandangan pertama terkadang bertahan cukup lama.

Lilian too: Aku belum pernah ketemu mo tetapi kenapa dia yakin sekali untuk bisa hidup denganku mo?

Pst titus budi: Kau kenal dari mana?

Lilian too: Chating mo. Sejak pertama kali mengenalnya
dia sangat baik. Tidak pernah sekalipun berbicara jorok ataupun menyakiti

Pst titus budi: Menurut hemat romo, sebelum kau bertemu langsung dengan orangnya, kau jangan mengambil keputusan. Bahasa di chating sangat berbeda. Percayai intuisimu pertama kali kau bertemu pertama. Langkah selanjutnya adalah pengenalan lebih jauh latarbelakang keluarga, pendidikan, kepribadian, kesehatan dan lain-lain. Ceklah apakah dia sesuai dengan criteriamu?

Lilian too: Baik mo. Sejauh ini kami hanya menelepon. Mo bagaimana pendapat romo, waktu kuliah dulu saya sangat menyukai seorang pria. Setelah 10 tahun kami akan dipertemukan kembali. Akankah pertemuan kami nanti akan berbuah kebahagiaan

Pst titus budi: Suara bisa menipu kita. Berulangkali pendengar salah satu radio di pangkalpinang terkagum-kagum dengan suara merdu seorang penyiar wanita. Banyak penelpon berdecak kagum dan ungkapan kekaguman tersebut ditunjukkan dengan menelpon ke studio atau mengirim kue. Ketika ada pertemuan para pembawa acara dengan pendengar, mereka melihat langsung si penyiar wanita itu. Persepsi sebagian pendengar tentang kecantikan si penyiar berubah ketika mereka bertatap muka. Di benak sebagian pendengar suara merdu identik dengan cantik tetapi kenyataannya adalah si penyiar tersebut sudah menjadi seorang nenek. Nah, kisah nyata tersebut menyadarkan bahwa pendengaran atau penglihatan mata bisa menipu.

Lilian too: Hhmm ya mo. Kami sudah saling melihat mo. Saya akan berhati-hati.

Pst titus budi: Begitu kau mengiyakan pemikiran di atas maka pikiran bawah sadarmu sudah berubah. Hidupmu juga berubah. Jodoh sudah di depan matamu. Setiap pemikiran baik dan berkenan di hati Allah, menjadi nyata di dalam pikiran dan hidupmu. Mintalah bimbingan Roh Allah untuk menentukan arah hidupmu. Jangan menggantungkan kepercayaanmu kepada manusia, sekalipun saya adalah romo. Percayalah dan gantungkanlah hidup dan rencanamu kepada Tuhan.

Lilian too: Amiennnnnnnn

Pst titus budi:. Selamat pastor mau makan malam. God Bless You too.

Lilian too: Tuhan memberkati romo. Makasih ya mo

si Rambut Panjang

Gua maria Yung Fo, 25 Juni 2009

Di POM bensin Belinyu bangka adalah bekas pekuburan tua cina. Tulang tulang dipindahkan oleh pemilik POM bensin ke lokasi baru dengan adat cina. Menurut Afuk, mang dahlan (almarhun) dan yuyun kepala bengkel, tempat tersebut dihuni oleh wanita berambut panjang terburai sampai ke tanah.

Penjaga malam POM bensin tidak percaya dengan cerita mereka. Bahkan dia tidak takut terhadap makhluk halus. Kata penjaga malam menanggapi cerita rekan kerjanya,”setan, hantu dan jin tidak takut.”

Malam hari ketika penjaga malam akan naik ke tangga rumah di kompleks POM Bensin, kedua kaki tidak bisa diangkat seperti tertanam di dalam tanah. Menyadari situasi seperti itu sekujur tubuh basah dengan keringat dingin. Dalam kondisi seperti itu dia teringat percakapan tadi siang dengan afuk, yuyun dan mang dahlan.

Si penjaga malam berkata ,” tadi siang mungkin aku kelewatan bercandanya. Jadi penunggu marah. Aku minta maaf kalau tadi siang aku hanya bercanda. Aku ke sini hanya mencari makan dan tidak ada maksud lain.”

Ketika dia selesai berbicara dalam hati, kedua kaki baru bisa melangkah memasuki rumah.

Ini sekedar kisah penjaga malam. Sikap anda terhadap cerita serupa bisa berbeda dan dalam kondisi yang sama kita juga bisa menyikapinya dengan berbeda. Mungkin kita berdoa atau bersikap rendah hati?

Santet Penyebab Ajal atau AIDS

Keuskupan pangkalpinang, 18 Juni 2009

Seorang keluarga menghubungi untuk meminta doa seorang pemuda, yang diduga kena santet. Disarankan untuk memeriksakan penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke rumah sakit di Jakarta. Reaksi spontan keluarga atas saran tersebut adalah pingsang dan menolak kenyataan. Setelah melalui pergumulan, keluarga menerima saran dan memeriksakan dia di Jakarta. Hasil pemeriksaan ternyata + (positif) bahwa dia mengindap AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit tersebut sudah merenggut nyawanya 2 tahun yang lalu.

Beberapa orang menemui untuk melihat seorang pemuda, yang diduga kena guna-guna. Menilik fotonya si pemuda masih sangat ganteng. Kegantengan bukanlah penampilan sesungguhnya. Disarankan kepada keluarga untuk pemeriksaan di rumah sakit. Hasil laboratorium menyatakan bahwa dia positif (+) AIDS dan bukan terkena guna-guna. Dia meninggal 1 tahun yang lalu.

Seorang ibu rumah tangga menghubungi untuk menengok adik kandungnya. Dia sudah lama menderita sakit berkepanjangan. Beberapa organ tubuh tidak berfungsi. Dia menderita berkepanjangan. Beberapa orang mensinyalir bahwa dia terkena ilmu jahat. Asumsi orang atas si sakit runtuh ketika medis membuktikan bahwa ternyata dia positif AIDS. Beberapa waktu yang lalu dia sudah masuk ke liang kubur.

Beberapa orang datang meminta doa untuk seseorang di luar negari. Menurut penuturannya teman teman dan dirinya sudah berusaha untuk berobat. Usaha tersebut sia-sia. Kondisi semakin rapuh. Apakah mungkin sumber sakit berasal dari kuasa gelap. Pemikiran tersebut runtuh setelah pihak rumah sakit di Negara canggih itu dan di Jakarta sudah positif mengeluarkan hasil laboratoriumnya. Dia mengindap AIDS. Sekarang dia semakin kurus dengan penyakit yang dideritanya dan menunggu ajal menantinya.

Seseorang sepulang dari melayat di pasir putih Pangkalpinang Bangka menuturkan kisahnya. “Para tetangga takut datang melayat karena dia AIDS. Istri pertama lari meninggalkannya dan mati terkena AIDS di Jakarta. Sekarang giliran dia meninggal dunia direnggut AIDS. Dia meninggalkan istri kedua dan seorang anak. Anehnya anak tersebut masih sehat dan istri kedua tinggal di sungailiat. Apakah orang mati yang mengindap AIDS bisa menularkan penyakitnya?” Wanita itu akan menikah dan melahirkan anak. Sangat mungkin sekali anak dan isteri tersebut juga mengindap AIDS.

Pada waktu seseorang sakit berkepanjangan padahal dia sudah berobat ke rumah sakit beken dimana-mana, dia sering menduga bahwa dia terkena santet, guna-guna, barang, dibuat orang dan lain-lain. Ketika orang putus asa dengan segala daya dan upaya, dia mudah tergiring berfikir irasional dan mengkambinghitamkan. Padahal menyimak data di atas kita menjadi sadar bahwa sakit AIDS adalah ulah dari dirinya sendiri , pasangannya atau orang tuanya.

Mereka sudah meninggal, tetapi mereka masih meninggalkan jejak hitam ke pasangan, anak, dan orang-orang yang pernah berhubungan intim dengannya. Orang-orang itu sekarang ini masih berada di sekitar kita.