Haus Tahta Mengucur Darah

Tobali bangka , jumaat Agung 19 April 2019

Ibu ibu umat stasi tobali gotong royong membongkar almarinkayu berisi perkakas dapur untuk dipakai pesta paska 21 april 2019. Kotoran / tai tikus menumpuk di atas piring dan kuali menebarkan aroma menyengat membuat perut mual. Tikus tikus lari pontang panting mencari tempat persembunyian yang baru. Perkakas dapur ditata rapi dipindah ke dalam kamar tidur supaya enggak diganggu tikus lagi. 


Pastoran ramai dengan umat yang menunggu giliran tuguran di kapela biara konggregasi PRR di samping pastoran. Imam pelayan segera bergegas berganti jubah dan melepas kaos 777 yang basah kuyup di kamar ber – AC . Merebahkan di ranjang melepas lelah setelah perjalanan jauh dan mengemban tugas ilahi, perjamuan agung dengan membasuh kaki murid murid.


Dini hari tatkala embun menetes dingin menyengat tulang raga yang tadi sore bersorak sorai gegap gempita berdengkur di atas ranjang memeluk bantak guling atau pasangannya atau anak kesayangannya. Gereja sunyi sepi dan kosong. Yesus seorang diri. Benarlah sang guru membangunkan murid yang terkantuk kantuk , ” tidak kah engkau bisa bertahan sejam saja bersamaku?”


Sunyi. Sepi. Hening. Di saat raga lelah setelah memporak porandakan tahta tikus tikus, dan merayakan perjamuan suci giliran tikus tikus keluar dari persembunyiannya. Giliran mereka bersorak sorai bernyanyi. Giliran mereka menyerang balik mereka. Sepatu indah sang imam di hajar robek. Dicabik cabik beramai ramai. Penutup rice coocer dihajar sekejap robek. Dinding almari diserang berlobang. Kejengkelan tikus tikus dilampiaskan kepada penanggungjawab kegiatan bersih rumah, yakni imam.


Orang orang berusaha ngobok obok tahta orang lain. Seakan mereka mereka diam. Seakan mereka nerimo iklhas dan legowo. Tampaknya mereka kalah dan tidak berdaya. Mereka mengalah untuk akhirnya serang balik dan menang telak.


Asumsi manusia sombong meleset. Yang diam mengatur strategi untuk serang balik menghancurkan sang pemimpin. Waktu tepat , saat tepat mereka serang telak balik pemimpin nya.


Nyamuk haus darah. Orang haus tahta. Karena berebut tahta orang bisa mengorbankan harta dan darah. Tidak ada lagi ada rasa malu apalagi rasa berdosa. Tahta dan harta menyingkirkan Tuhan dalam ruang hidup.  Benarlah orang bilang, uang tidak mengenal Tuhan. Tahta tidak mengenal Tuhan.


Ronggo warsito … ronggo warsito … kau pasti geleng kepala menyaksikan panggung sandiwara generasi sekarang. “Saiki jaman edan. Yen ora ngedan ora keduman. Neng seng becik tetep orang sing eling lan waspodo.”


Wes banyak orang tidak eleng / ingat dengan gusti Allah, yang menutup mata adalah tahta dan harta. Sudah banyak orang enggak waspada akan bahaya tahta dan harta, yang bisa mengakibatkan banyak tumbal / darah. Oh sang guruku, lebih mudah melihat balok orang lain daripada selumbar kotoran di mataku sendiri. Jendela dunia tersumbat oleh keduanya bakalan dunia luas hilang lenyap oleh karenanya.


Darah yesus tertumpah sepanjang jalan menuju puncak bukit golgota. Bau amismu menyengat di duri duri dan palang kayu. Di atas salib doamu kami lantunkan untuk mereka yang sudah edan dengan tahta dan harta, ” ampunilah mereka ya Tuhan, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Sudah cukuplah darah darah para pejuang tertumpah membela negeri ini. Sudah cukuplah darah yesus tertumpah untuk orang orang berdosa.

Santo yohanes dari salib, kapan cahaya hatimu menyinari jiwa jiwa yang gelap oleh kekuasaan dan harta sehingga kami boleh merasakan puncak kebahagiaan sejati seperti yang engkau alami. ” segala galanya adalah kosong dan Allah adalah segala.galanya.”

Tinggalkan Balasan