Kebalikan

Keuskupan Pangkalpinang, 31 Mei 2009

Panca indera bergerak seperti awan tertiup angin,
Hati lugu dengan pijakan Firman kekal dari abat ke abat.

Banyak orang meyakini bahwa keunggulan panca indera adalah yang utama, sedangkan kerendahan hati adalah kebodohan.

Ketika seseorang atau suatu bangsa yang mengedepankan panca indera sebagai yang utama , maka timbullah kesombongan. Padahal kesombongan bisa memporakporandakan bangsa, dan Kuasa Allah mempersatukan bangsa.

Kehidupan sering terbolak balik dari semua hal di atas

Bante Thailand

Keuskupan Jalan batu Kadera XXI n0 545 Pangkalpinang, 29 Mei 2009

Djing (5/27/2009 9:03:06 PM): Yo… hr sabtu ad acara waisak di vihara. Cetia, vihara kecil, di belakang rumah. Bakal Banyak bhante yang datang. Biasa saya sudah sibuk bantu. Pemilik Cetia to royal. Sm semua org gitu baik. Donatur to (itu) cantik, baik, berduit lg yaaa… Klo dia menyediakan makan untuk Bante semeja penuh dan bergizi semua lagi. Gak ada tahu tempe. Dana makanan untuk para Bante diberi tiap hari lho di jkt. Dulu aku juga cemtu la (begitulah). Kini dak agi (sekarang tidak lagi). Dulu yakin dana untuk materi to (itu) penting. Sekarang lebih ke pengolahan hati (kerohanian – mental), belajar rendah hati, beriman dan sabar. Kayanya to (itu) lebih penting daripada makanan dan pakaian. Ya klo ada acara saya tetap datang ke Cetia, tetapi tidak sesemangat dulu Lagi. Dulu to pengendalian pikiran, skr ke hati.

Acong (5/27/2009 9:34:10 PM): Makanan dan pakaian adalah fana. Kecantikan adalah sementara sifatnya.

Djing (5/27/2009 9:35:27 PM): Ya, lahir, sakit, tua dan mati.

Djing (5/28/2009 9:17:09 AM): hr minggu Sore… Teman… Hr ni uda pada datang… pada tanya dia kemana. kok gak muncul-muncul. gak tahu, ikut urus gak sesuai agi dgn ht, ky ad yg ganjal. Ku diam la. Ada yg bertentangan. misal Sekarang ku ke kubur, gak lg bw apa-apa. Paling nurut ht bw garu aja. nyaman dihati wangi… terasa sendiri. Dulu rasanya enak. Bakti Kali… Padahal dak perlu.

Acong (5/28/2009 9:27:14 AM): wuih, luarbiasa. Orang tercerahi merupakan penerang kepada kehidupan dunia. Kehadirannya semoga menebarkan cahaya kebaikan bagi setiap orang di sekitarnya.

Djong, “Dia mengundang banyak Bante. Dia banyak menyumbang nya. Dia banyak memberi makan dia. Dia banyak menopang kehidupan orang. Tetapi penghasilan orang itu berasal darimana? Kehidupan orang itu bagaimana? Kenyataan real di lapangan seperti apakah dia. Apakah sepakterjangnya ekologis terhadap lingkungan, sesama, Tuhan?

Acong, “Siapa menabur, dia menuai. Fokuskan pandangan kita ke titik putih di antara dunia gelap. Biarkan kegelapan berada bersama terang, dan terang dihiasi kegelapan.

Kuasa Sabda

Keuskupan Pangkalpinang, 28 Mei 2009

Yustina (5/28/2009 8:55:57 AM): Past. Sibuk dak… Gak penting. Cuma mau kasi tahu aja dikit. Gpp, ku nek mada (mengatakan) … Blum lama Acong ada tulis/bilang tentang buntut. Sejak to banyak orang tiba-tiba tawar (menawari) ku main buntut. To la, ku to hati-hati dengan kata-kata/tulisan Acong… padahal bertahun-tahun ku dak sua (pernah) main to.

Acong (5/28/2009 9:01:22 AM): Bermain judi dalam banyak bentuk sering merusak daripada membangun mental dan spiritual. Bertanyakah kepada hati nuranimu perihal itu.

Yustina (5/28/2009 9:03:15 AM): Dak. Ku (aku) dak (tidak) main. Pokoknya kata-kata Acong to, ada pengaruh Buat saya, buat org (orang) lain gak tahu.

Acong (5/28/2009 9:07:08 AM): besar sekali pengaruhnya, kalau acong mau mengubah orang melalui percakapan. Begitu kau menyadari bahwa perkataan orang sangat berdampak besar terhadap hidup anda, maka rajinlah membaca Firman Tuhan. Firman Tuhan lebih dahsyat daripada kata-kata Acong. Hidup Yustina menjadi bahagia lahir dan batin dunia dan akhirat dengan landasan firman Tuhan dan perkataanmu yang baik dan benar.

Yustina (5/28/2009 9:08:24 AM): Nah. kaya Iya terapi … Saya belajar sabar 10thn. Sm (sama) Acong 1 jam cukup. Pikir la! Keluarga saya gaya kaya gitu. Sekarang ud (sudah) tenang, terang

Acong (5/28/2009 9:11:44 AM): Acong ikut bergembira bahwa kau menyadari kuasa sabda dan kau mulai hidup di dalam sabda Allah.

Sentuhan Ilahi

Keuskupan Pangkalpinang, jam 2135 wib, 25 Mei 2009

Seorang wanita menangis di depan sebuah gua. Berulangkali dia memukul-mukul dadanya. Sekali waktu kepalanya dipukul-pukul. Suara lantang ia berkata, “ Tuhan, kata temanku, dia melihat suamiku bersama dengan wanita di pantai. Kata suamiku memang benar bahwa dia bersama dengan wanita di pantai. Aku memaafkan dia karena aku mencintai dia. Tetapi bulan kemarin wanita itu menelpon ke hand phone saya. Pada waktu saya mendengar suara di sebarang, ternyata suara suami dan wanita itu. Yang sangat menyakitkan bagi saya adalah dia mau wanita itu dan mau juga dengan aku. Dia ambigu. Aku sekarang mau menenggak racun maut untuk melepaskan rasa penderitaan hidup.”

Kesadaran Si Acong berpendar ke seluruh pertapaan. Peperangan budaya kehidupan dengan kematian berpendar jelas ke seluruh gua. “Yesus pernah dikhianati Yudas, namun demikian Dia masih melanjutkan tanggungjawabnya untuk menyelesaikan karya penebusanNya. Pengkhianatan seringkali bentuk pemurnian diri. Ketika anda mengetahui bahwa anda menapakkan kaki di bekas-bekas jejak Yesus, ada semakin mampu menemukan rencana Allah melalui peristiwa pahit.”

“sekalipun Yesus pernah dikhianati oleh Yudas, Dia tetap melanjutkan karyaNya. Saya menerima dan memaafkan dia, dan saya melanjutkan tanggungjawab sebagai seorang ibu bagi 3 anak. Kematian justru menghantar anak kepada penderitaan. Penderiaan melahirkan penderitaan baru. Puncak Golgota sebagai motivasi dan kesuksesan anak sebagai pendorong kehidupan.” Wanita itu menoleh kearah Acong di atas batu putih. “Aku sudah berdosa karena berulangkali aku bertekat menenggak racun. Apakah Dia mengampuniku?”

Si Acong melantunkan lagu, “kasih pasti lemah lembut. Kasih pasti memaafkan. Kasih pasti murah hati. Kasih-Mu kasih-Mu Tuhan. Ajarilah kami saling mengasihi. Ajarilah kami saling mengampuni. Ajarilah kami kasih-Mu ya, tuhan. Kasih-Mu Kudus tiada batasnya.”

Pemudi di samping si Ibu ikut tersihir dengan lagu sederhana tersebut. Setelah si Acong berhenti menyanyi, dia menyambar. “Tuhanlah engkau gembalaku. Aku tak kekurangan. Dia membaringkan daku ke padang rumput yang menghijau. Dia membimbingku ke air yang tenang. Ia menuntunku di jalan yang lurus. Oleh karena Kasih-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman.”
Beberapa pemudi dan pemuda ikut nimbrung bersama dengan si pemudi. Kebersamaan nada menarik hati untuk mendekat dan menguatkan. Si Acong pergi ngeloyor meninggalkan mereka dalam suka cita. “Selanjutnya Roh Mu bekerja setelah peristiwa ini. Terimakasih Roh Kudus.”

Sebungkus Nasi Padang

Keuskupan Pangkalpinang, 24 Mei 2009

Seorang pengemis duduk di tepi jalan. Dia menadahkan tangan kanan ke atas. Ia menatap si Acong yang duduk di atas motor crypton. Dengan wajah memelas dia berujar,“Cepek den! Den, cepek! Hari ini saya belum makan den! Lapar.”

Acong tersenyum melihat dia. Dia meninggalkan pengemis itu menuju ke warung Padang di Jalan Mentok Pangkalpinang. Dia membeli 1 bungkus nasi padang. Sebungkus nasi padang berisi nasi, sayur kacang panjang, sambal, ayam goreng dan ikan goreng. Dia kebut motor cypton tua ke Jalan itu. Dia dekati pengemis itu. “Emas dan perak tidak ada padaku. Yang ada padaku sebungkus nasi padang untukmu. Perutmu menjadi kenyang dengan sebungkus nasi ini. Selamat menikmati!”

Pengemis menerima dengan tangan terbuka. Dia mengucapkan 33 x kata terimakasih kepada si Acong. Acong tersenyum menatap wajah tua renta di tepi jalan itu. Dia naik ke atas motor crypton tua dan menancap gas sekencang burung walet meluncur. “Perutmu kenyang di hari minggu. Besok Tuhan juga mengenyangkan engkau. Dia memelihara burung pipit. Dia juga memeliharamu.”

Gajah di Pelupuk Mata

Keuskupan Pangkalpinang, 22 Mei 2009

Acing, Saya mengurus sendiri segala sesuatu

Acong: Sendiri? Kau mengurus sendiri Anak, keluarga, keuangan, rumah dan lain-lain?

Acing: rumah, keluarga. keuangan.

Acong: Selama ini yang mencari uang siapa? apakah kau juga yang mencari uang?

Acing : Ya semua… Hanya kerja yang gak.

Acong: Waktu kau pergi ke gua Maria yung Fo atau ke tempat lain apakah kau juga membawa anak? Apakah pembantu dan suster hanya menjadi penonton di rumah?

Acing: iya juga, mesti kita yang atur.

Acong: Apakah kau mencuci gelas sendiri? Apakah kau mencuci pakaian sendiri? Apakah kau mengepel lantai rumah sendiri? Bukankah mereka dikerjakan oleh pembantu dan suster? Jika demikian kau mempunyai rekan dalam mengurus rumah tangga

Acing: Iya la . Ampun deh… Maksudnya ku dak kepegang urus hati Yusuf , urus kesehatan, sekolah sudah keteter… Gitu bosss. Yusuf Aktif. Pikirannya jauh. Dia gak bisa diurus. Pembantu urus yang kecil, dek dek… Ku juga gak sanggup, makanya sekarang mau lebih focus ke pengembangan hati daripada mendidik anak.

Acong: Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu pada Yusuf atau Kau tak bisa menundukkan egomu sendiri? Kau posisikan Yusuf anak kandung atau anak orang lain

Acing: Iya nanti dicoba. Lebih baik. Anak sendiri la. Aset. Besar. Sangat Penting. Hanya saya gak sabar. Ngurus nya.

Acong: Nah kau menyadari bahwa kau gak sabar. Berarti kau sudah menemukan letak persoalan di kamu dan bukan di Yusuf.

Acing: Selama ni semua sesuka hati saya gak ada yang atur, terlalu bebas, kadang jadi keenakan. Ku tidak mampu, dan kesulitan juga. Tidak lah. kini ku sudah mau benar-bener berusaha. Paling tidak jangan marah-marah lagi. Mau lebih manis, sabar kaya pastor. Sebenarnya jiwa saya yang rusak. Dalam bayangan terakhir saya meliat orang gila, tetapi langsung saya rapikan… Saran pastor memperbaiki diri sangat membantu.

Acing: Mau tahu lagi, jadi anak paling kecil, gak enak… Diremehkan terus… dibesarkan oleh orang tua tiri dengan lima anak sangat kentara perbedaan mendidiknya. Jadi gak percaya diri. Rendah diri, tidak ada motivasi.

Saya kurang kasih sayang. Orang tua cuek. Mereka masa bodoh terhadap semua anak. Mereka sibuk terhadap urusan diri sendiri. Saya adalah paling kecil dari 4 kakak tiri. Mereka sering diremehkan oleh mereka. Mereka lebih berkuasa, lebih mampu. Mereka orangnya sok dan berkuasa. Mereka sangat memposisikan tinggi. Saya tidak berdaya. Saya sering disalahkan dan dicemooh oleh mereka. Mereka sering memaki, “Elu bego sekali! Kau anak Tuhan atau anak kampong?” Saya serba salah. Saya bingung selama hidup dengan mereka di rumah mereka (orang tua tiri dan kakak-kakak tiri). Karena saya diperlakukan seperti itu, waktu kecil saya sudah bertekat bahwa kalau saya punya anak, saya tidak mau meninggalkan anak. Tetapi saya justru saya memperlakukan Yusuf seperti dulu saya diperlakukan oleh mereka.

Acong: Jadi kau menyadari persoalan pribadimu berimbas ke Yusuf. Menyimak latar belakang masa kecilmu dan kondisi seperti itu, maka siapa yang perlu introspeksi dan memperbaiki diri, kau atau Yusuf?

Acing : Maka dari itu prioritas saya adalah pendidikan hati untuk kedewasaan dan penyembuhan diri.

Acong: Oke bagus sekali, kau sudah menyadari masa lalu. Masa lalu mempengaruhi perilakumu sekarang di dalam mendidik Yusuf. Sejarah hidup kecil di dalam keluarga tiri, terulang lagi di dalam diri Yusuf, yang adalah juga anak tiri. Petiklah hikmah masa lalumu, yang pahit untuk kemajuan pendampinganmu terhadap anak tirimu, Yusuf. Jika kau menempatkan Yusuf sebagai anak tiri, maka besar atau kecil menyeretmu ke masa lalumu. Bahkan sikapmu terhadap kedua anakmu jelas sangat berbeda. kau justru memilih mendampingi intensif Yusuf dan menyerahkan anak kandungmu , si kecil kepada suster.

Acing: tidak. Sama aja, karena Yusuf lebih susah diatur… Tidak lah, intinya saya gak pintar mengurus anak…

Acong: Tadi sebelumnya kau mengatakan bahwa kau kurang sabar, rendah diri, kurang PD, diremehkan dan lain-lain. Kecenderunganmu tersebut berimbas terhadap keluarga dan relasi dengan sesama. Kau sering memaksakan kehendakmu terhadap Yusuf?

Acing: justru saya lebih dekat dengan Yusuf, Dia tidak memakai suster untuk merawatnya.

Acong: Kau tidak menjawab persoalan, tetapi kau cenderung membela diri atau tidak menyadari letak persoalan ada pada diri, dan bukan pada orang lain.

Acing: ya ku tidak pintar mengurus anak. Aku hanya tahu teori. Jiwa dari kecil tidak terlatih untuk bekerja.. Tahu enak-enakan doing. Aku adalah Anak bawang.

Acong: Anda mempunyai 2 anak. Di pandanganmu, kau hanya tidak bisa mengurus Yusuf tetapi kau bisa mengurus dek-dek. Berarti kau pintar mengurus anak. Hanya saja apa yang membuatmu lebih fokus mendidik dan mengurus Yusuf, anak tiri daripada dedek , si anak. Yang mengherankan pastor adalah apa membuatmu tega menyerahkan anak kandungmu kepada pembantu untuk mendidiknya. Apakah kau merasa tidak mampu mengurus Yusuf dan si kecil? Atau kau sengaja mau mengulang sejarah hidup?

Acing: Filosof kosong yang salah saya tangkap. Keadaan keluarga orang tua tiri saya yang aneh. Keluarga dimana saya diasuh, membuat tidak ada cinta buat saya… Baru Ini aku mengetahui rasa sayang dan cinta kasi. Bodoh ya? Itulah yang terjadi. Yang ada hanya kebenaran saya dan orang lain adalah salah. Habis mau bagaimana. Saya mesti berbenah jiwa saya yang rusak terlebih dahulu daripada nanti semua ikut rusak.

Acong: Kau tadi mengatakan bahwa “kau adalah anak terkecil/bungsu dalam keluarga. Nggak enak. Kau juga bilang bahwa kau Diremehkan terus… Tapi sekarang saya uda enak. Jadi tidak percaya diri. Rendah diri.” Nah setelah kau menyadari bahwa persoalan ada padamu yakni rasa rendah diri dan jiwa terganggu (rusak), disepelehkan, apakah kau masih tetap ngotot bahwa Yusuf sulit diatur atau kau perlu memperbaiki diri?

Acing: lebih ke saya yang mesti dibenahi… Saya harus menerima sesuatu yang pahit. Saya mengetahui penyebabnya. Saya lebih percaya diri sekarang. Sekarang setelah saya mengerti bahwa masa lalu saya, menerima dan memetik hikmahnya saya menjadi lebih sabar, hari-hari diwarnai dengan senyum.

Acong: Bagus sekali kau sudah menyadari bahwa “Habis mau bagaimana, saya mesti benah jiwa saya yang rusak Dulu… dari pada nanti semua ikut rusak.” Jadi titik persoalan sekarang terletak padamu atau kedua anakmu? Wow, bagus kalau kau menyadari bahwa kau perlu membenahi diri

Acing : Tahu

Acong: Sebelum kau pergi, apakah kau mencintai kedua anakmu atau kau membencinya sehingga kau serahkan pendidikan anak kepada suster dan kau menyalahkan Yusuf si sulit di atur

Acing : Iya saya sudah tahu, makasih.

Bencilah Dia?

Perjalanan Sungailiat ke Gua Maria Pelindung Segala Bangsa Belinyu, 21 Mei 2009

Seseorang ibu mengeluh dengan 3 anak yang sudah menikah semuanya berkeluh kesah, “dada saya sakit. Kepala pusing. Sulit tidur. Nafas tersengal-sengal. Bingung memilih nomer hand phone yang dituju. Apakah Tuhan marah terhadap saya?”

“Apa yang telah terjadi?” Acong bertanya kepada ibu itu.

Menurut penuturannya, saudara dan saudari kandung yang fundamentalis memanggil seorang pendeta. Beliau menilai bahwa sangat berdosa berteman dengan lawan jenis, yang bukan suaminya dan bukan saudara. Percakapan melalui telepon sudah terkategori zinah dan melakukan dosa. Untuk menyelamatkan jiwa, orang suci itu menyarankan agar Hand Phone dibuang. Semua benda pemberian dia dibuang. Semua barang apapun berkaitan dengan dia juga dibuang. Dia melarang memakai hand phone. Dia harus membenci orang itu. Dia memutuskan hubungan dengannya.

Ibu tua renta dan sudah beranak 3 menuturkan,”saya tidak bisa membenci orang itu. Dia telah mendoakan saya selama 20 tahun. Dia menyemangati saya di waktu saya lesu. Saya sangat sakit sekali ketika disuruh untuk membenci dia. Saya tidak bisa membenci dia. Saya menjadi linglung. Saya menjadi seperti gila. Setiap hari saya tidak bisa tidur. Saya adalah pezina. Saya adalah pendosa besar. Tuhan marah kepada sayakah sehingga saya tidak bisa tidur, kepala sakit, dada sesak dan nyut-nyutan? Saya perlu dokter jiwa. Dimanakah saya bisa mencari dokter jiwa? Apakah perlu saya masuk ke rumah sakit jiwa di Sungai Liat”

Si Acong membiarkan ibu itu menuangkan air comberan atau sampah di dalam dirinya. Dia berujar kepada ibu itu,” ya sudah. Pendeta atau orang lain bebas berpendapat tentang hal itu. Sekiranya pandangannya justru membuat stress berat, kau bisa memiliki sikap lain. Terimalah apapun yang sudah terjadi. Kita tidak bisa mengubah sejarah. Petiklah hikmah dari peristiwanya.”

“Saya merasa lega sekarang dengan nasehat ini. Saya tidak bisa membenci.” Dia mengulang-lagi perintah si pendeta.

“nah bagus di hatimu ada kasih. Syukurilah anugerah Tuhan dan sejarah hidup kita. Pergilah Tuhan mengampuni dosa-dosamu. Allah mencintai orang-orang berdosa. Lagi pula ibu sekedar berteman dengan dia.” Nasehat si Acong.

“Iya, saya hanya sms dan tlp. Kami bercakap-cakap hal-hal umum. Semua percakapan dengan dia diketahui oleh suami. Suami juga mengijinkan persahabatan saya dengan dia. Saya tidak perlu lagi ke rumah sakit jiwa, ya? Saya sudah sembuh. Doakan saya. Besok saya pergi ke Jakarta.” Ujar ibu itu.

“Begitu ibu mendengar suara Acong, segala luka sembuh dan bahagia. Kau sehat. Allah mencintaimu dan menyertaimu sampai akhir jaman. Hiduplah dalam terang Tuhan. Mulai sekarang selektiflah mendengarkan sesuatu.”

Geser Fokus

Pantai samfur 16 Mei 2009

Seseorang memaparkan keadaanya. “Sebelum melahirkan anak kedua, muntah-muntah dan pingsan. Sulit tidur setiap hari. Kepala pusing dan asam lambung meningkat. Kejadian terbayang kemanapun pergi.”

Seorang begawan,” jenius. Sekali peristiwa teringat sepanjang masa. Geser fokus itu ke fokus ini, sekarang!”

“Begitu mudah hidup.”

“Pulanglah! Anda sehat!” Begawan meninggalkan ruang tamu ke kamar.

Mengubah Nasib

Bandara Depati Amir Batam, 11 Mei 2009

Heri kecil berasal dari keluarga miskin. Sejak kecil ia sudah dididik oleh orang tua untuk berjual kue di pulau Moro. Kakak dan orang tua menggemblengnya menjadi pekerja keras.

“Koko pernah memperbaiki televisi seorang petugas. Dia dihajar oleh petugas tersebut hingga babak belur. Kata petugas itu koko justru merusak televisi dan bukan memperbaiki.”

Kejadian tersebut membangkitkan jiwa-jiwa perjuangan (khalil Gibran menamakan jiwa-jiwa pemberontak). Diskriminasi ras sangat kentara. Kami dipandang rendah derajat oleh para petugas. Kami berada di pihak yang kalah (lemah). Maka saya bertekat sekolah hukum dan menjadi pengacara termasyur di negeri indonesia untuk menumpak ketidakadilan.

Oleh karena itu saya merantau ke pulau Tanjung Batu Kepulauan Riau. Saya tidak mampu langsung merantau di pulau Tanjung Pinang. Di Tanjung Batu saya bekerja membantu tante menjaga rumah, membantu tante banyak hal. Bersamaan dengan itu saya juga sekolah. Jadi beaya sekolah memakai uang hasil keringat membantu tante.

Selang beberapa lama saya menempuh jalur pendidikan, koko marah. Ia pernah mengobrak-abrik meja belajar. Saya masih ingat waktu itu dia berkata,” untuk apa kita sekolah? Keluarga kita bisa mandiri walaupun tanpa sekolah. Para petugas berpendidikan tetapi mereka justru memperlakukan kita tidak adil. Apakah kita mau menjadi seperti mereka?”

saya saat itu melihat dengan sedih sikap koko. Justru kejadian tersebut membakar jiwa. Saya harus membuktikan bahwa pendidikan adalah penting. Maka setamat SMA saya kuliah di Atma Jaya Yogyakarta.

Orang tua di Moro sangat miskin. 1 anak pengusaha es batu dan 1 anak petugas mampu mengkuliahkan anaknya keluar Moro. Sekalipun orangtua tidak membeayai, perjuangan saya meraih mimpi tetap bergelora. Saya mencari uang dengan berjual kue, menjaga sewa kaset, dan banyak terobosan lain.

Istri berasal dari keluarga kaya di solo jawa tengah. Bermula dari acara di lereng merapi Kaliurang, kami berkenalan dan teman-teman meresmikan bahwa kami sudah berpacaran. Istri sangat berhati kasih. Dia banyak memijami buku-buku kuliah. Bahkan beberapa tahun setelah kami pacaran, orang tua istri membantu membeayai kuliah saya.

Setamat kuliah saya menikahi pacar saya dari solo itu, yang sekarang menjadi isteri saya. Kami menetap di Batam. Kami membuka usaha di Batam. Beberapa usaha kami antara lain hotel, bank, dan lain-lain.

Saya beruntung mendapatkan istri yang baik. Dia lemah lembut. Dia banyak melakukan kegiatan di rumah. Di rumah dia membuat kue dan dekat dengan karyawan. Perkawinan kami dianugerahi 4 anak. 2 sudah menjadi dokter dan 2 masih SMA. kedua anak saya yang masih SMA juga mau menjadi dokter.

Perjuangan meraih mimpi sudah terwujud. Sekalipun saya berpendidikan, saya juga pekerja keras. Sekalipun saya mau menjadi pengacara, justru lulus di fakultas ekonomi dan menjadi pengusaha. Sekalipun saya terlahir dalam keluarga miskin, saya mampu mengubah situasi hidup saya.

Banyak penduduk Moro terinspirasi dengan kisah hidup saya bahwa pendidikan dan kerja keras adalah penting. Juga orang miskin mampu mengubah situasi ekonominya.

Seorang romo yang baru pulang dari Roma mendengar kisah bapak Heri berujar,”semua adalah rahmat Tuhan.”