Kehidupan

Keuskupan, 27 Maret 200c

Ini hanya sebuah pikiran kritis,

setiap imam yang memimpin ekaristi / 7 sakramen, dia bertindak dalam nama Tuhan. Yang menjadikan anggur menjadi darah Yesus dan roti menjadi tubuh Kristus dalam Ekaristi adalah Kristus sendiri. Peristiwa transubstansi itu dibuat oleh yesus. Padahal Yesus sudah mati 2000 th yang lalu tetapi gereja meyakini bahwa Roh Kristus masih hadir dalam setiap perayaan Ekaristi.

Berdasarkan tradisi di atas kita bisa mencatat dan mempelajari bahwa Yesus tetap hidup dari segala abat walaupun dulu Dia pernah mati di Paska. Roh Kristus masih terjalin dengan orang orang yang masih hidup, Karena Roh kristus hidup sepanjang segala masa.

Bila halnya demikian apakah masing masing dari kita juga bisa bertindak dalam nama si Santo Titus, si Santo Yohanes dan lain sebagainya? Mereka pernah hidup dan mati.

Tentu Roh orang orang kudus juga hidup sepanjang segala masa.

Atas dasar cinta iman kasih mungkinkah kita menjalin hubungan mesra dengan para kudus di surga dan sekali waktu bertindak dalam nama para kudus? Setiap ada pentahbisan imam selalu dikidungkan litani orang orang kudus. Dalam litani itu kita minta doa mereka. Tuhan kasihilah kami. Kristus kasihanilah kami. Santo yohanes doakanlah kami. Santa maria doakanlah kami. Santo titus doakanlah kami. Tradisi ini menunjukkan bahwa ada keterjalinan orang mati dengan orang hidup. Tradisi ceng beng merupakan tradisi penghormatan orang hidup terhadap orang mati. Bila mengacu dari data data di atas bisakah kita meminta doa juga kepada nenek moyang kita yang hidupnya saleh dan beriman? Bisakah kita bertindak dalam nama kakek yohanes, kakek yakobus, dan yang lain?

Pastor sidin OFM Cap, seorang dosen teologi pernah menjawab persoalan ini, bahwa hal itu pun sangat memungkinkan. Asalkan orang tersebut selama hidupnya teruji iman dan perilakunya berkenan di hadapan Allah. Yang paling aman adalah memilih para santo dan santa yang sudah diselidiki oleh gereja iman dan hidupnya. Meminjam pemikiran beliau pada prinsipnya kita sangat memungkin meminta doa kepada arwah nenek moyang yang suci.

Tutur

Keuskupan, 26 Maret 2009

Bila kita menyapa seseorang dengan identitasnya misalkan pastor mk perilaku org itu akan menjadi pastor. Ciri pastor misalkan suka bicara hal hal rohani, tidak menikah, saleh, dll.

Bila kita memanggil guru, maka org itu akan berperilaku sebagai guru. Ciri guru di sekolah misalkan ia cenderung mengajar, menggurui, memperlakukan orang seperti muridnya.

Kalau kita menyapa berulang ulang seseorang,kau cantik maka perilakunya lebih percaya diri, wajah berbinar, langkah mantap.

Bertitik tolak dari contoh tersebut maka kata kata kita ikut membentuk / menentukan perilaku orang lain. Maka sekarang kita perlu mengevaluasi bagaimanakah tutur kata kita kepada sesama kita? Apakah tutur kata kita sudah didasari oleh firman Allah? Niat baik?

Pilihan Hidup

Keuskupan , 23 Maret 2009

Hidup ini sekejap,maka ada yang berprinsip nikmati hidup ini walau melanggar norma agama.

Namun bila sudah terjadi timbul kegelisahan hati. Sebagai pertanda dia sulit tidur, maag, migran, dll. Bila demikian dia mencoba mencari obat ke dokter atau pergi ke taipak.

Namun dia tidak kunjung sembuh. Dia justru makin menderita. Nah kalau demikian halnya berarti tujuan semula melenceng, Dia bukan mendapat kenikmatan hidup tetapi dia hidup menderita. Maka kebahagiaan sejati terletak dimana kalau begitu?

Yang lain berpendapat, ya kita mengisi hidup yang bermakna untuk Tuhan dan sesama sesuai dengan norma agama, norma masyarakat dan nurani. Coba lakukan itu, apa yang terjadi di dalam hidup kita? Mungkin kita menemukan kedamaian,kebahagiaan,tidur lelap,makan enak,dan lain sebagainya.

Namun demikian semua berpulang ke tangan kita. Kita bebas menentukan arah jalan hidup kita karena Allah sudah menganugerahi nalar.

Selamat memilih dan menjalani hidup ini dengan senyum di dalam tuhan dan bersama dengan Tuhan.

KRK

Kebangkitan rohani katolik di gedung mario jhoen boen katedral jl gereja pangkalpinang dibawakan oleh team karismatik katolik jakarta.seorang yang memberi kesaksian mengaku mantan paranormal.dia bercerita bahwa ketika dia menjadi paranormal,banyak penderitaan menimpa keluarganya.setelah dia meninggalkan keparanormalannya,dia tidak pernah menderita.jadi anda jangan pergi&minta tolong kepada para normal.minta tolonglah pada Tuhan.Ibu lina,peserta karismatik,”kalau kita sudah mengikuti karismatik,kita tidak akan sedih/menangis.hidup kita akan bahagia,tersenyum.” Lan lan salah satu peserta KRK,”ku menangis kalau melihat orang menderita. Ku belum bisa ikut karismatik kalau begitu.” Yuyu menimpali,”ok,orang karismatik menyanyikan lagu gembira, pujian, syukur di waktu kehilangan orang yang dicintai seperti

Berpijak ke Nurani

Keuskupan, 22 Maret 2009

Bong ngi Tiam merasa kecewa dan terluka dengan sikap Eng Li karena Engli berniat menghancurkan jalan hidup. Bong ngi Tiam dengan berbagai cara seperti fitnah, pencemaran nama baik, pemutarbalikan fakta, dan lain-lain. Ia sangat terpukul dengan sikap Eng Ti. Niat tulus menolong dibalas dengan pengkhianatan.

Eyang Sayono adalah seorang petapa. Dia berasal dari kerajaan pejajaran memberi ilmu kepada Bong Ti. Dia mengaku keturunan kamandaka. Petapa itu memberikan sepenggal mantra untuk membalikkan semua kejahatan Eng Ti.
“Si setan kober (senjata kamandaka) tak pek gawemu, aku ora rumongso nggawe. Aku ora rumongso pandhe. Balekno sing nggawe. Balekno sing pandhe. Rawe rawe rantas malang-malang putung.”

Membalikkan semua kejahatan kepada si pembuat kejahatan akan berakibat fatal (menyakiti orang). Apa lebihnya kita bila kita mengasihi orang yang mengasihi kita? Orang humanis, atheis pun bisa melakukan hal itu.

Ketika nurani Bong Ngi tiam menggugat, timbullah perasaan gelisah – menderita. Dia sudah menderita, dia ditambah penderitaan. Menyadari bahwa cubit dibalas mencubit melahirkan penderitaan dan pemaknaan negatif atas perilaku kejam dari Eng ti maka ia kembali kepada hati nuraninya. Hati terdalam tidak pernah membenarkan tindakan buruk apapun dan walau tindakan itu mempunyai alasan logis. Kunci menyikapi kejahatan adalah memaknai sebuah pengkhinatan dari persepsi yang lain secara positif dan pijakan perilaku kita adalah hati nurani, yang diterangi oleh Firman Tuhan.

Bong ngi tiam kembali melangkah meniti kehidupan yang membentang. Dia berujar di tengah malam. “Tuhan tidak tidur. Biar Dia menjadi hakim atas hidup manusia.”

Keheningan

Keuskupan Pangkalpinang, 13 Maret 2009

Seluruh panca indera pasif dalam menyikapi stimulus dari luar diri. Memupuk kesadaran bahwa kita bersimpuh di depan Allah. Tuhan ada di depan, diri di sini. Diri di sini, Tuhan di situ. Dia ada di dalam diri. Diri ada di dalam Dia. Kita bersatu dengan Dia. Namun tetap beda manusia dengan Tuhan. Satu tetapi dua. Dua tetapi satu.

Kesadaran semacam itu akan mudah muncul manakala kita berada dalam keheningan. Keheningan membantu kita untuk mengamati gerak pikiran dan perasaan. Selembut apapun gerak keduanya yang jahat, maka dia akan tampak dengan jelas.

Hati nurani menjadi sangat gamblang dalam keheningan. Kita bisa bercakap cakap dengan dia.

suara dari lubuk hati kita akan membimbing kita menuju jalan lurus untuk semakin dekat dengan Tuhan.

Hati nurani juga akan mengajar kita untuk semakin menyempurnakan hidup kita untuk bisa semakin menyerupai gambar Allah.

Hati Pedih, Terasa Mau Mati

Keuskupan, maret 2009

Mongli datang ke pertapaan untuk menghadap seorang petapa. “Hatiku hancur lebur. Periy. Pedih. Rasanya aku sudah mau mati.”

Si petapa tunduk ke tanah ke arah kanan. “Yesus pernah mengalami perasaan sepertimu! Bahkan Ia lebih dalam dan lebih dahsyat.”

“Apa yang bisa kulakukan? Ketika diam justru diserang oleh tangan tangan nakal dengan keras.”

“Hardiklah kegelapan dengan tegas dalam nama Dia!”

“Bekerjalah di dalam sejarah hidupku, Tuhan.”

“Dia bekerja penuh misterius. Percayalah anakku!”

“Terimakasih bapa petapa.”, sang pemuda meninggalkan pertapaan dengan bekal bahwa Tuhan akan campurtangan di dalam hidup.

Mentolerir

Keuskupan, 11 Maret 2009

 

Seorang pemuda, Mongli datang berkunjung ke pertapaan Yung Fo. Dia bertanya kepada sang pertapa, “semalam suntuk tidur saya galau.”

 

Sang pertapa menjawab, “jangan mentolerir pikiran dan perasaan buruk!”

 

“Maksudnya?”

 

“Selaraskan seluruh pikiran, perasaan dan perilakumu dengan hati nuranimu, yang disesuaikan dengan sabda Allah.” Kata sang pertapa sambil mengelus tasbeh di tangan kanan. “Bila perasaan iri terhadap sesamamu didukung oleh pikiran rationalmu agar kau merasa benar, berarti kau mentolerir perasaanmu! Rasa Iri, Benci, Dendam tidak selaras dengan hati nurani dan sabda Allah. Jangan mentolerir kesalahan perasaan dan pikiran seperti itu!”

 

“Berat, guru! Aku belum sanggup!” Mongli meninggalkan pertapaan dengan sedih. “Begitu sulit menyelaraskan pikiran, perasaan dengan hati. Seringkali perilaku bejat keduanya ditolerir oleh diri sendiri dengan membungkam hati nurani.”

Kandas

Wisma keuskupan, 10 Maret 2009

 

Among mencintai Aming. Ketika Among mau meminang Aming, Aming menolak lamaran Among. Karena Aming masih terikat dengan janji dengan Ameng. Among berulangkali berjuang merebut hati Aming. Aming dihadapkan pada dua pilihan. Among atau Ameng.

 

Keputusan Aming terhadap perasaan Among yakni, “Saya tetap berjalan bersama Ameng. Bila kita nekat menikah, maka kita melawan kehendak Tuhan. Kita tidak mungkin melawan Tuhan. Bila kita nekat melawan Tuhan, maka kita pasti kalah. Kita menyerah kepada kehendak Tuhan dan mengikuti kehendak Tuhan!”

 

Among menggaruk-garuk kepala. Ia pergi dengan sedih meninggalkan Ameng. Perasaan sering mempermainkan Among dan Aming. Namun manusia hendaknya berani mengatasi perasaan dengan kembali kepada komitmen semula dan mendengarkan hati nuraninya.

 

Sabda Lolo

keuskupan, 9 Maret 2009

 

Selama ini Lili hampir tidak pernah memakai rok. Kemanapun dia memakai celana pendek atau celana panjang. Teman-teman Lili wajar kalau menjulukinya sebagai si Tomboy. Nasehat teman, suami, kakak, ayah atau siapapun tidak akan mengubah kebiasaannya.

 

Pukul 15.00 wib ketika mereka makan durian, Lolo berkata kepada Lili, “Kau cantik. Kau langsing. Semakin cantik dan feminim bilamana kau sekali waktu memakai rok.”

 

Pukul 18.00 wib Lili menjemput Lolo untuk pergi ke pesta. Dia memakai rok. Perjumpaan Lili dengan Lolo mengubah kebiasaan Lili. Banyak kesempatan resepsi Lili sering memakai gaun indah.

 

Perubahan seseorang bisa terjadi ketika kunci perubahan itu sudah terbuka. Justru melalui kegiatan yang sepele ucapan kita justru mudah menancap di pikiran bawah sadar. Bila demikian maka kata-kata tersebut mampu mengubah perilaku orang ke arah positif atau negative. Maka berhati-hatilah bertutur kata kepada sesama kita.