Keuskupan, jam 22.25 wib, 14 Februari 2009
Jika kita mau dengar masukan si titus si cicil maka dia rajin beri inspirasi. Semakin kita rajin perhatikan si titus maka kita makin kenal diri. Sekecil selembut kejahatan dlm diri selalu terdeteksi oleh si titus. Sebelum tidur kita hendaknya menentukan 1 topik untuk dibicarakan dengan si titus, si cicil, si saras, dan lain-lain.
Jika kita menerangkan orang, maka kita memilih contoh benda konkrit agar orang mudah mengerti. Bilamana contoh-contoh langsung sesuatu yang abstrak maka dikhawatirkan para pembaca sulit menangkap dengan sempurna maksud kita. Mungkin Cicil mudah mengerti hal abstrak tetapi si Ponirah sulit mengertinya. Maka sebanyak mungkin diberi contoh-contoh yang abstrak dan terkesan dunuawi. Selagi kita hidup di dunia, kita tetap bersentuhan dengan dunia. Bahkan beda tipis antara duniawi dengan yang ilahi. Bahkan yang ilahi berada di dalam yang duniawi, Yesus masuk ke dalam dunia.
Guru Cicil adalah Cicil, bukan pastor Titus. Bila Cicil mau berguru, maka cicil mencari guru sejati,yakni Yesus Kristus. Cicil bisa menjumpai Yesus dengan rajin membaca Kitab Suci, mengikuti ekaristi dan berdialog secara pribadi antara Cicil dengan Yesus.
Cicil berjuang membimbing Dian untuk dekat dengan Tuhan. Jika Cicil melenceng dari sang Jalan (jalan Tuhan) maka Cicil akan bicara kepada si Dian. Cara Cicil berbicara bisa beranekaragam yakni mimpi, pikiran tiba-tiba muncul, bahasa tubuh, suara di dalam diri, bayangan dan lain-lain. Maka pekalah terhadap seruan Cicil di dalam hati terdalam agar Dian mampu menangkap pesan si Cicil.
Sebutan untuk nama diri adalah nama baptis atau sapaan. Ketika kita menyebut nama Santo atau santa pelindung atau nama baptis, maka kita hendaknya dipicu untuk meneladani sikap si santa atau santo itu. Setiap panggilan santo atau santa justru menjadi pemicu sepak terjang santo atau santa itu.
Namun bilamana anda tidak mempunyai santo atau santa, maka pilihlah nama diri. Cari nama diri anda yang bermakna, misalkan Dian. Bila ada makna sapaan dari Dian maka konteks penyebutan nama akan berjuang mengacu pada makna nama. Misalkan, arti nama dian adalah pelita atau penerang. Dian pratiwi artinya pembawa terang bagi bumi, bagi dunia. Berarti harusnya dian menjadi pembawa terang bagi kehidupan dian sendiri dan orang-orang di sekitar dian. Kata Dian membawa pengaruh dan vibrasi yang baik bagi lingkungan.
Misalkan, akar kata budi adalah budh. Budh berarti yang tercerahi. Bahkan sebutan Sidartha Gautama digubah menjadi Budha, karena dia mendapat pencerahan atau yang tercerahi. Sebutan Budi mengacu pada orang yang sudah tercerahi. Bila orang yang memakai kataa budi, menyadari sudah tercerahi maka perilaku, tutur kata, sikap hendaknya mencerminkan orang yang sudah tercerahi. Orang yang sudah tercerahi, adalah orang yang sudah mati terhadap keinginan dan melepaskan ego: ia menjadi manusia baru; ia terlahir menjadi baru; ia mati terhadap manusia lama dan mempunyai habitus baru. Maka sebutan aku untuk diri hendaknya dihilangkan, diganti budi atau Titus.
Dian baru bisa menjadi Dian bila Dian bisa mengelola ego dan keinginannya. Budi baru bisa menjadi budi bila ia mampu mengelola ego, keinginan, dan menjadi manusia baru di dalam Yesus. Bilamana suatu ketika, si cicil, si Titus menyapa Dian / Budi karena mereka melenceng jalan hidupnya, maka Dian atau Budi hendaknya berterimakasih atas teguran tersebut. Cicil atau Budi jangan banyak membela diri dan membenarkan diri sendiri, mencari dalih untuk membenarkan perilaku bengkoknya.
Santa Cicil, Santo Titus akan membimbing kita untuk semakin dekat dengan Tuhan. Dia membimbing kita semakin mengenal-Nya. Dia membimbing kita semakin mencintai-Nya. Dia membimbing kita semakin mengenal diri dan mencintai sesama. Dekatkan Dian dengan Cicil. Dekatkan Cicil dengan sang Sabda, yakni Yesus Kristus.