Keuskupan, 9 Februari 2009
ayusastrosusilo: Mohon bimbingannnnnn
titus yanto : sing dikurung kuat, kurungane wis rusak
ayusastrosusilo: Moooo
Waduhhhhh
titus yanto : biasanya sulit mati
ayusastrosusilo: Terusss moooo ????
titus yanto : kecuali dia dilatih setiap hari utk sumarah
ayusastrosusilo: Umurnya sampe berapa ??
titus yanto : ajaran subud ini begini aku ibaratkan seutas tali
tali ada ujung ada pangkal
ketika ujung dan pangkal bertemu dia membentuk
lingkaran, pertemuan ujung dan pangkal, hamba dan
Tuhan. Tuhan di dalam hamba dan hamba di dalam
Tuhan. Bisa mencapai titik ekstrim tidak ada hamba
dan tidak ada Tuhan ketika dia sudah merasa
mencapai titik itu, maka kesadaran yg ada adalah
bahwa aku juga merasa Tuhan dan merasa memiliki
kuasa Tuhan
ayusastrosusilo: Terus moooo
Umure papa tekan berapa ? Tulung diintipken
titus yanto : nah di sini orang yg mempunyai keyakinan kuat spt
itu isi kurungan kuat gak bakal mati, yg lenyap itu
hanya raga
ayusastrosusilo: Utowo diudari simbul subudnyaaa
titus yanto: resikonya adalah ketika raga gak kuat maka dia sulit mati
ayusastrosusilo: Maksudnya ? The point is ?
Umur papa masih panjang ??
titus yanto : Cara mengudari pertemuan kedua titik itu dan orang
tidak sampai ke titik ekstrim yakni bahwa dia
mempunyai kuasa Tuhan, kita kembali kepada Alkitab
ayusastrosusilo: Mooo….. Dia udah susah diajak bicara
Dia skrg hanya berbaring saja
titus yanto : itu fisiknya, tapi roh dia masih kuat, gak iklas dg raganya
ayusastrosusilo: Itu foto tgl 21 jan
Skrg wis parah bangetttt, Uda pake pampers
titus yanto : yang waras = sadar harus menghantar yang sakit untuk
masuk ke tahap penyerahan diri kepada sang
pengendali hidup = Tuhan.
ayusastrosusilo: Rohnya ajaklah bicara baik2 mooooo…. Please…….
titus yanto : iseh itungan wulan
ayusastrosusilo: Iyo aku ngerti, Wulan opo. Mooo ?
titus yanto: Letakkan roso rumongso terus kunci yang tidak kalah
penting adalah sikap semua anaknya, jangan memaksa
Tuhan untuk cepat mengambil. Nanti malah gak diambil-
ambil. Aku jalu 6 wulan , dampingi dia tiap hari berdoa
ayusastrosusilo: Kita sihhh gak bgt, Cuma mau berhitung
Krn anak ada yg di singapore Jadi mrk harus nemuin
papanya
titus yanto: terus golek dino lan jam sing pas. Tiap jam 6 dongo
bareng yuk, terus golek a minyak jarak
ayusastrosusilo: Spy ora ketilapan. Baik moooo
Kadang nek aku sedih rak kuat ndelokke. Pengene
nangissss
titus yanto: neng telapak kaki dan tangan digaris bentuk salib yo,
jam 6
sembayang sikik bapa kami wae wis cukup
wis yo. Tak kancani dongone.
Kenapa ya Mo, banyak orang-orang yang sudah tua susah meninggal, padahal kadang-kadang sudah tidak punya tenaga sama sekali untuk hidup? Yang aku tahu, menurut cerita-cerita leluhur, orang-orang yang susah meninggal itu kadang-kadang punya ilmu yang ditanam dalam tubuh, selama ilmu/jimat itu belum dikeluarkan dari dalam tubuh, maka orang tersebut susah meninggalnya. Ada juga yang susah meninggal karena masih menunggu seseorang yang ingin dujumpainya, misalnya anaknya. Ada juga yang menunggu maaf atau dimaafkan seseorang. Tapi jika Allah berkehendak untuk mencabut nyawa seseorang, bukankah tidak ada yang dapat menghalangiNya? Tapi mengapa jika hal-hal di atas dilakukan, maka orang tersebut langsung bisa meninggal? Meskipun sebelumnya susah meninggal?
Kenapa ya Mo, banyak orang-orang yang sudah tua susah meninggal, padahal kadang-kadang sudah tidak punya tenaga sama sekali untuk hidup? Yang aku tahu, menurut cerita-cerita leluhur, orang-orang yang susah meninggal itu kadang-kadang punya ilmu yang ditanam dalam tubuh, selama ilmu/jimat itu belum dikeluarkan dari dalam tubuh, maka orang tersebut susah meninggalnya. Ada juga yang susah meninggal karena masih menunggu seseorang yang ingin dujumpainya, misalnya anaknya. Ada juga yang menunggu maaf atau dimaafkan seseorang. Tapi jika Allah berkehendak untuk mencabut nyawa seseorang, bukankah tidak ada yang dapat menghalangiNya? Tapi mengapa jika hal-hal di atas dilakukan, maka orang tersebut langsung bisa meninggal? Meskipun sebelumnya susah meninggal?
Aku ga tahu apakah ini kebetulan atau Tuhan mau pakai aku ya, aku baru menyadarinya ketika aku mendampingi ayah mertuaku yang sakit sudah cukup lama.
Peristiwa pertama adalah waktu aku di SD kelas V aku ikut ibuku menjenguk teman baik ayah yang dirawat di rumah sakit sudah cukup lama, ketika di RS aku ingat aku menangis dan berdoa “Tuhan dia itu baik sekali mengapa Engkau ga panggil dia aja jangan siksa dia Tuhan” lalu aku sambung dengan doa BAPA KAmi dan SALAM MARIA.
Peristiwa kedua adalah ketika ibu ku sudah koma di RS semua sudah kumpul, aku duduk di dekat kakinya dan berdoa Rosario, aku pasrahkan semuanya kepada Tuhan sambil air mata bercucuran aku minta agar Tuhan berikan yang terbaik bagi ibu, walaupun waktu itu kami belum siap ditinggal ibu, melihat penderitaan yang ibu alami belum lagi kalau melihat bekas jarum suntik di tangan dan pahanya (ibu sakit DM dan harus disuntik sehari 2x dan tiap hari saya yang menyuntuknya) hati ini sungguh sakit, setiap hari doaku adalah agar ibu diberikan yang terbaik dan kami anak2nya agar diberikan kekuatan dan kepasrahan atas apapun yang menjadi kehendak BAPA. Pagi hari dokter menyarankan untuk kami kumpul, ibu sudah tidak bisa apa-apa tapi ibu mendengar apa yang kami katakana dan beliau menangis bila diantara kami ada yang mengajaknya berbicara apakah itu permintaan maaf kami atau hal-hal yang kami tahu itu memberatkan jalan ibu. Siang hari ibu meninggalkan kami dengan tenang, ketika kami sedang berdoa.
Ayah mertuaku adalah penganut Kong Hu Cu, setelah aku jadi menantunya aku baru tahu bahwa kakak2 iparku (suami anak bungsu) sudah beberapa kali mengadakan ritual untuk meminta perpanjangan umur bagi mertua, aku tahu itu ketika aku akan menikah (waktu itu memang beliau sakit parah dan menurut dokter sudah tidak ada harapan hidup) itu terjadi di akhir tahun 1988, 1995 ayah mertua sakit sampai masuk RS segala selang telah terpasang, mereka kembali mengadakan ritual katanya itu yang terakhir karena ga bisa lebih dari 3X. Memang setelah 10 hari dirawat ayah mertua pulang dalam keadaan sehat, 2000 ayah mertua diamputasi jari kelingking kaki karena penyumbatan pembuluh darah (perokok berat dari usia 11 thn) setiap hari kesakitan, beberapa kali masuk RS, mulailah kakak2 ipar tanya2 orang pinter kapan “waktunya” kasihan katanya tiap hari kesakitan, karena ayah mertua hanya mau dirawat olehku maka setiap ke dokter aku yang mengantar dan aku setiap pagi dan sore membersihkan bekas operasinya, sambil membersihkan biasa aku ajak mertuaku untuk berbicara mengenai hal-hal yang menyenangkannya dan dalam hening datu dia sedang berbicara biasa aku berdoa dalam hati agar Tuhan mengampuni segala kesalahan yang telah dilakukan (terutama mengatur-atur Tuhan : minta diperpanjang umur dan sekarang minta dipercepat). Tiap hari aku ajak suami (waktu itu masih katekumen) dan anak2 untuk mendoakan ayahnya/kakeknya agar Tuhan memberikan yang terbaik bagi keluarga kami terutama kesehatan mertua. Ketika meninggal beliau baru saja aku selesai membersihkannya (dalam diam setiap aku merawatnya aku sambil berdoa menyerahkan segalanya pada Sang Penyelenggara hidup) dia meninggal di rumah (sesuai dengan keinginannya) dalam pelukan kami yang sehari-hari merawatnya dan pergi dengan sangat tenang, tanpa kesakitan dalam usia 94 tahun.
Yang mau aku sampaikan adalah : ketika kita menyerahkan segala perkara kepada Sang Penyelenggara Hidup, kita lakukan dengan tulus, pasrah, ga ada motivasi lain selain daripada demi KemuliaanNya. Hidup Mati kita serahkan ke dalam PenyelenggaraanNya.
Aku ga tahu apakah ini kebetulan atau Tuhan mau pakai aku ya, aku baru menyadarinya ketika aku mendampingi ayah mertuaku yang sakit sudah cukup lama.
Peristiwa pertama adalah waktu aku di SD kelas V aku ikut ibuku menjenguk teman baik ayah yang dirawat di rumah sakit sudah cukup lama, ketika di RS aku ingat aku menangis dan berdoa “Tuhan dia itu baik sekali mengapa Engkau ga panggil dia aja jangan siksa dia Tuhan” lalu aku sambung dengan doa BAPA KAmi dan SALAM MARIA.
Peristiwa kedua adalah ketika ibu ku sudah koma di RS semua sudah kumpul, aku duduk di dekat kakinya dan berdoa Rosario, aku pasrahkan semuanya kepada Tuhan sambil air mata bercucuran aku minta agar Tuhan berikan yang terbaik bagi ibu, walaupun waktu itu kami belum siap ditinggal ibu, melihat penderitaan yang ibu alami belum lagi kalau melihat bekas jarum suntik di tangan dan pahanya (ibu sakit DM dan harus disuntik sehari 2x dan tiap hari saya yang menyuntuknya) hati ini sungguh sakit, setiap hari doaku adalah agar ibu diberikan yang terbaik dan kami anak2nya agar diberikan kekuatan dan kepasrahan atas apapun yang menjadi kehendak BAPA. Pagi hari dokter menyarankan untuk kami kumpul, ibu sudah tidak bisa apa-apa tapi ibu mendengar apa yang kami katakana dan beliau menangis bila diantara kami ada yang mengajaknya berbicara apakah itu permintaan maaf kami atau hal-hal yang kami tahu itu memberatkan jalan ibu. Siang hari ibu meninggalkan kami dengan tenang, ketika kami sedang berdoa.
Ayah mertuaku adalah penganut Kong Hu Cu, setelah aku jadi menantunya aku baru tahu bahwa kakak2 iparku (suami anak bungsu) sudah beberapa kali mengadakan ritual untuk meminta perpanjangan umur bagi mertua, aku tahu itu ketika aku akan menikah (waktu itu memang beliau sakit parah dan menurut dokter sudah tidak ada harapan hidup) itu terjadi di akhir tahun 1988, 1995 ayah mertua sakit sampai masuk RS segala selang telah terpasang, mereka kembali mengadakan ritual katanya itu yang terakhir karena ga bisa lebih dari 3X. Memang setelah 10 hari dirawat ayah mertua pulang dalam keadaan sehat, 2000 ayah mertua diamputasi jari kelingking kaki karena penyumbatan pembuluh darah (perokok berat dari usia 11 thn) setiap hari kesakitan, beberapa kali masuk RS, mulailah kakak2 ipar tanya2 orang pinter kapan “waktunya” kasihan katanya tiap hari kesakitan, karena ayah mertua hanya mau dirawat olehku maka setiap ke dokter aku yang mengantar dan aku setiap pagi dan sore membersihkan bekas operasinya, sambil membersihkan biasa aku ajak mertuaku untuk berbicara mengenai hal-hal yang menyenangkannya dan dalam hening datu dia sedang berbicara biasa aku berdoa dalam hati agar Tuhan mengampuni segala kesalahan yang telah dilakukan (terutama mengatur-atur Tuhan : minta diperpanjang umur dan sekarang minta dipercepat). Tiap hari aku ajak suami (waktu itu masih katekumen) dan anak2 untuk mendoakan ayahnya/kakeknya agar Tuhan memberikan yang terbaik bagi keluarga kami terutama kesehatan mertua. Ketika meninggal beliau baru saja aku selesai membersihkannya (dalam diam setiap aku merawatnya aku sambil berdoa menyerahkan segalanya pada Sang Penyelenggara hidup) dia meninggal di rumah (sesuai dengan keinginannya) dalam pelukan kami yang sehari-hari merawatnya dan pergi dengan sangat tenang, tanpa kesakitan dalam usia 94 tahun.
Yang mau aku sampaikan adalah : ketika kita menyerahkan segala perkara kepada Sang Penyelenggara Hidup, kita lakukan dengan tulus, pasrah, ga ada motivasi lain selain daripada demi KemuliaanNya. Hidup Mati kita serahkan ke dalam PenyelenggaraanNya.