Telkom, 20 Desember 2008
Seorang wanita desa berjumpa dengan malaikat. Mereka bercakap-cakap akrab. Inisiatif percakapan tumbuh dari malaikat. Dia berujar kepada wanita itu, “kau belum menikah?”
“belum lho.”
“Kau segeraka akan hamil.”
“Mana mungkin wanita belum menikah bias hamil?
“Berdasarkan pemikiranmu, maka sangat mustahil. Tetapi bagi Allah adalah mungkin adanya.”
“Orang tuaku belum menikahkan kami dengan tunanganku, Yosef. Biarpun demikian kami belum serumah dan hubungan kami belum terlalu jauh.”
“Roh kudus membuatmu hamil.”
“Mana mungkin?”
“Berilah nama anakmu, Emanuel.”
“Ah , kau bercanda ya?”
“Betul lho. Dia adalah nabi yang dinanti-nantikan oleh nenek moyang dari jaman ke jaman. Ia meneguhkan orang stress. Ia menyembuhkan orang sakit. Ia membangkitkan orang mati. Ia meredakan topan. Ia menggandakan roti. Ia jenius deh.”
Ya, aku malu ah. Jikamana aku hamil tetapi belum bersuami. Nanti saja deh, bilamana aku sudah menikah. Kau beriku anak jenius dan unggul seperti katamu.”
“He he … lha ini sudah kehendak di atas, bahwa kamu harus mengendung. Kalau besok kamu mengandung, maka tgl 25 Desember kamu melahirkan Dia.”
“Berat deh salib ini. Namun bila itu kehendak Allah, terjadilah kehendak-Mu menurut perkatan-Mu.”
“Nah, begitu dong. Kalau kau gak mau menerima kenyataan hidup ini, maka bagaimana jadinya? Saya percaya berkat ketaatanmu kepada kehendak Allah, kau mampu menyelamatkan trilyunan orang di dunia dan dirimu sendiri.”
“Sinmong toto deh.. sampaikan salamku kepada Bapa yang mengutusmu.”
“Dia bangga dengan kesediaanmu.”