Wahyu dilahirkan dari pasangan FX Saryono dengan Bernadeth Siti Rahayu Ningsih di Metro Lampung Tengah 15 Juni 1973. Anak pertama dari empat bersaudara ini menjalani pendidikan di TK, SD, SMP Xaverius Tanjung Karang dan SMU di Pangudi Luhur St Yosef Surakarta. Lulus D3 Politeknik Mekanik Swis (PMS) – ITB Bandung (turunan dari ADMI Solo) tahun 1996.
Tahun 1994 PMS mengutus 11 orang dari berbagai suku dan agama untuk membangun POLMAN selama 11 bulan (kerjasama ITB dengan PT Timah) di Sungailiat Bangka. Kesebelas pembangun POLMAN tinggal di Mess Topas yang sederhana di Pemali Bangka, yang diurus oleh mas Alek Janurombang. Mereka bekerja sebagai team sesuai dengan kapasitasnya / bidangnya masing-masing seperti perawatan, logistic, pergudangan dan lain-lain. Tugas team juga menyusun program pendidikan, jadwal perkuliahan, keuangan, menyiapkan lay out bengkel, alat bantu pengajaran dari material kayu dan besi dan running, perkuliahan biasa dan lain-lain. Kesebelas team sekarang sudah berpencar di Batam, Bali, Surabaya, Bandung, Singapura. 2 dari kebelas orang di antaranya masih setia mengelola pendidikan di POLMAN, termasuk mas Wahyu. Waktu itu kami mau menunjukkan prestari, bukan sekedar mencari uang. Prinsip yang sama, misi yang sama, visi yang sama membuat ikatan emosi kami sangat kuat, sehingga sekalipun kami sudah berpisah masih tetap bekerjasama.
Setamat dari PMS tahun 1996 Mas Wahyu memenuhi panggilan PT Timah untuk mengajar di POLMAN. Baru setahun mengajar di 1997 PT timah mengirim ke IMH Institute Machina Hereminta di Elgoibar Busqe Spanyol Utara. Di sana dia training tentang teknologi laut. Pulang dari training dia mendapat kepercayaan untuk membuat alat bantu berupa wash ray di Pusat Peleburan Timah. Tahun 1998 mas Wahyu mendapat beasiswa dari PT Timah untuk melanjutkan kuliah di UNSRI jurusan Teknik Mesin. Setelah menggondol S1 dia mendapat tugas membuat proposal untuk pengembangan diri seperti sekolah, program, pembelian alat, dan lain-lain selama selama 6 tahun kepada DIKTI (dirjen pendidikan tinggi) dalam program TPSDP. Dari Project TPSDP mas Wahyu bisa menamatkan S2 Hogeschol van Utrecht (HVU), program Master Maintenance Management selama dua tahun, 14 Maret 2004.
Saya pernah belajar di Spanyol dan Belanda. Kondisi Gereja di Utrecht hampir sama dengan kondisi di St Maria Pengantara Segala Rahmat Sungailiat: keterlibatan orang tua lebih banyak dan rajin daripada mudika. Sedikit lebih berbeda yakni di gereja Sungailiat masih mengenal NAPAS (Natal dan Paskah), sedangkan di Utrecht tidak mengenal NAPAS. Bagaimana langkah untuk menyikapi kondisi tersebut? Mas Wahyu melukiskan sepak terjangnya di tahun 1998 sebagai pijakan untuk menyikapi situasi kaum muda di tahun 2008.
Saya menangkap ada masalah kaum muda dengan hirarki, masalah kehidupan kaum muda itu sendiri, dan pengangguran. Saya bersama Kristiawan, Yohanan, Pianos, aleks Janurombang, Piter Janurombang dan lain-lain mempunyai prinsip “luruskan jalan teman menuju jalan Tuhan” dan komitmen untuk berkumpul dari kelompok kecil. Minuman dan makanan dibawa dari rumah kami masing-masing. Berawal dari kelompok kecil tersebut tumbuh gagasan-gagasan baru untuk membuka warung kopi dan jual roti bakar, membuka PEKAT di gang Maras Sungailiat (percetakan kaum muda katolik) dengan modal kolektif sesama mudika. Sekarang semua anggota sudah bisa mandiri. Hubungan emosional antar kami masih terjali dengan sangat baik sehingga kerjasama kami masih berlanjut di bidang lain seperti team work sebelas pembangun POLMAN. Pola seperti ini masih relevan untuk kaum muda jaman sekarang.
Saya mencermati bahwa perhatian orang tua kurang terhadap kaum muda sangat kurang daripada Huria Kristen Batak, godaan Narkoba dari lingkungan sangat besar, berkurangnya rasa Nasionalisme, rasa ego kaum muda cukup tinggi, sudah mengenal globalisasi, memakai peralatan-peralatan canggih seperti internet, Hand Phone, Web Site, dan lain-lain. Mungkin pola pendidikan di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Sekolah Atas cenderung mencari prestasi. Guru lebih cenderung mengajar daripada mendidik siswa. Idealnya selain guru mengajar, ia mendidik siswa agar mereka mengerti tentang budaya, etika, moral, agama, dll. Siswa tidak hanya cerdas di bidang intelektual, tetapi cerdas secara emosional, kerohanian mantap, dan tubuh sehat. Berolah raga penting, belajar penting, pengolahan emosi penting, dan berdoa juga sangat penting.
Paroki Maria Pengantara Segala Rahmat Sungailiat, dan seluruh paroki ada wadah seperti misdinar, sekolah minggu, karismatik, dan mudika. Wadah tersebut bisa menjadi sarana untuk mengembangkan diri. Terbersit harapan Wayu untuk orang tua, “Orang tua tidak perlu menahan kreatifitas kaum muda karena menahan membuat kita lelah. Orang tua hendaknya memberi ruang kepada kaum muda agar kaum muda bisa mengekspresikan dirinya.” Di ujung percakapan mas Wahyu yang menikah tahun 2005 dengan Maria Ekaristin di Bekasi berpesan kepada kaum muda “Jadilah dirimu sendiri dan bukan seperti orang lain.” (Titus budiyanto, wisma keuskupan Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)
Waktu aq SMP, aq ikut Legio Maria di gerejaku. Trus ikutan kk2 mudika kegiatan macem2. Blom lagi ikut koor mudika ato koor legio…pokoknya kalo hari sabtu-minggu ga ada di rumah.
Pernah sekali waktu dimarahin mami krn sekolah blom lagi kegiatan gereja. Aq bilang, tenang aj d, percaya aj aq bisa bagi waktu.
Saat diberi kepercayaan itulah makanya aq jadi lbh hati2 & lbh bertanggung jawab pastinya. Krn sekali saja mengecewakan maka jgn harap lg bisa ikut kegiatan ini itu.
Jadi kyknya “pembesar” ato otorita gereja pun mestinya melakukan seperti yg mami lakukan sama aq. ketika mudika diberi kepercayaan, kebebasan maka sebenarnya ia akan lbh leluasa, lbh ekspresif dalam mengaktualisasikan diri jg lbh bertanggung jawab tentunya krn kepercayaan itu mahal harganya bukan…
Kaum muda itu identik dg energik, ekspresif malah bisa jg kelebihan tenaga…jadi pecicilan gitu, tapi kalo bisa dikelola dg baik kelebihan2 energi itu maka semuanya akan menjadi baik.
Yang mendampingi mudikanya jg harus orang yg bisa mengimbangi ke-energik-an mudikanya. Dulu di Rawamangun yg ndampingin mudika pasangan muda…mungkin sekitar umur 35-40an d. Jadi masih tune-in dg bhs2 gaul kita..
Selamat berkarya….
Waktu aq SMP, aq ikut Legio Maria di gerejaku. Trus ikutan kk2 mudika kegiatan macem2. Blom lagi ikut koor mudika ato koor legio…pokoknya kalo hari sabtu-minggu ga ada di rumah.
Pernah sekali waktu dimarahin mami krn sekolah blom lagi kegiatan gereja. Aq bilang, tenang aj d, percaya aj aq bisa bagi waktu.
Saat diberi kepercayaan itulah makanya aq jadi lbh hati2 & lbh bertanggung jawab pastinya. Krn sekali saja mengecewakan maka jgn harap lg bisa ikut kegiatan ini itu.
Jadi kyknya “pembesar” ato otorita gereja pun mestinya melakukan seperti yg mami lakukan sama aq. ketika mudika diberi kepercayaan, kebebasan maka sebenarnya ia akan lbh leluasa, lbh ekspresif dalam mengaktualisasikan diri jg lbh bertanggung jawab tentunya krn kepercayaan itu mahal harganya bukan…
Kaum muda itu identik dg energik, ekspresif malah bisa jg kelebihan tenaga…jadi pecicilan gitu, tapi kalo bisa dikelola dg baik kelebihan2 energi itu maka semuanya akan menjadi baik.
Yang mendampingi mudikanya jg harus orang yg bisa mengimbangi ke-energik-an mudikanya. Dulu di Rawamangun yg ndampingin mudika pasangan muda…mungkin sekitar umur 35-40an d. Jadi masih tune-in dg bhs2 gaul kita..
Selamat berkarya….
Aku salut dengan Lia yg tidak menyalah gunakan kepercayaan yg diberikan oleh orang tua, moga2 itu tertanam terus kedepannya dan mungkin bisa diteruskan ke sesama mudika dan ke generasi selanjutnya.
Tapi hampir di semua gereja dimanapun masih banyak yg ber sms ria dalam gereja, meskipun tiap kali sebelum misa diberi pengumuman mohon hp di non aktifkan, sms an tetap berlangsung sepanjang misa. Sudah tidak adakah waktu kita untuk Tuhan? Hanya 1 – 1,5 jam dalam 7 hari (kalau ke gereja 1x seminggu), apakah ini masih terlalu lama? Mungkin ini perlu di tindak lanjuti pihak gereja,misalkan setiap kegiatan mudika diberi masukan apa arti ke gereja……pernah di paroki ku waktu homili pastor meminta seorang pemuda untuk keluar sebab sudah ber-kali2 keluar masuk gereja untuk menerima telpon. Aku setuju dengan tindakan tegas Pastor itu.
Kadang pihak gereja(tidak semua gereja)memberi batasan yg aku kira tidak masuk diakal.Di himbau ke gereja tidak memakai jeans dan kaos oblong. DI jaman sekarang mana ada sih yg tidak punya celana jeans, baik tua, muda, besar kecil rata2 pakai jeans……..kaos oblong?? Aku juga tidak bisa menerima himbauan ini, siap sih yg tidak mau punya baju bagus, tapi kalau kemampuan seseorang cuma bisa beli kaos oblong? Yg penting kan niat ke gereja bukan dilihat dari penampilan. Bener ga??
Pernah aku ikut misa hari minggu di Washington, misa sudah berjalan 5 menit, masuklah seorang pengemis (aku lihat dia minggu sebelumnya membawa kaleng didepan gereja) dia duduk disalah satu sudut agak jauh dari umat lainnya (mungkin dia menyadari keadaannya)dan tekun mengikuti misa sampai selesai……………
Siapa pun aku kira tidak ber hak melarang orang untuk bertemu Tuhan dengan alasan apapun apalagi kalau cuma masalah penampilan. Semoga ini menjadi bahan masukan agar mudika tidak makin menjauhi gereja karena hal yang sepele……aku sendiri tetap pakai jeans ke gereja dengan prinsip pakaian yang aku pakai cukup sopan untuk bertemu Tuhan……Betul gak Pastor?
Betul sekali apa yg mas Wahyu ceritakan di Belanda banyak sekali gereja ditutup karena tidak ada umat dan beaya pemeliharaan yg tinggi…. Itali yg dekat dengan Vatikan aja, yg ke gereja juga orang2 tua, sedikit sekali terlihat mudika yg hadir.
Aku kira pihak gereja juga harus kerja keras merangkul umat sebab belakangan mulai banyak anjuran menjadi atheis, di Amerika dan Australi sudah mulai dibagikan selebaran mengenai atheis.
Kalau iman kita kuat dan selalu dekat dengan Sang Pencipta, ajakan, rayuan apapun tidak akan menggoyahkan keyakinan seseorang. Aku percaya itu.
Aku salut dengan Lia yg tidak menyalah gunakan kepercayaan yg diberikan oleh orang tua, moga2 itu tertanam terus kedepannya dan mungkin bisa diteruskan ke sesama mudika dan ke generasi selanjutnya.
Tapi hampir di semua gereja dimanapun masih banyak yg ber sms ria dalam gereja, meskipun tiap kali sebelum misa diberi pengumuman mohon hp di non aktifkan, sms an tetap berlangsung sepanjang misa. Sudah tidak adakah waktu kita untuk Tuhan? Hanya 1 – 1,5 jam dalam 7 hari (kalau ke gereja 1x seminggu), apakah ini masih terlalu lama? Mungkin ini perlu di tindak lanjuti pihak gereja,misalkan setiap kegiatan mudika diberi masukan apa arti ke gereja……pernah di paroki ku waktu homili pastor meminta seorang pemuda untuk keluar sebab sudah ber-kali2 keluar masuk gereja untuk menerima telpon. Aku setuju dengan tindakan tegas Pastor itu.
Kadang pihak gereja(tidak semua gereja)memberi batasan yg aku kira tidak masuk diakal.Di himbau ke gereja tidak memakai jeans dan kaos oblong. DI jaman sekarang mana ada sih yg tidak punya celana jeans, baik tua, muda, besar kecil rata2 pakai jeans……..kaos oblong?? Aku juga tidak bisa menerima himbauan ini, siap sih yg tidak mau punya baju bagus, tapi kalau kemampuan seseorang cuma bisa beli kaos oblong? Yg penting kan niat ke gereja bukan dilihat dari penampilan. Bener ga??
Pernah aku ikut misa hari minggu di Washington, misa sudah berjalan 5 menit, masuklah seorang pengemis (aku lihat dia minggu sebelumnya membawa kaleng didepan gereja) dia duduk disalah satu sudut agak jauh dari umat lainnya (mungkin dia menyadari keadaannya)dan tekun mengikuti misa sampai selesai……………
Siapa pun aku kira tidak ber hak melarang orang untuk bertemu Tuhan dengan alasan apapun apalagi kalau cuma masalah penampilan. Semoga ini menjadi bahan masukan agar mudika tidak makin menjauhi gereja karena hal yang sepele……aku sendiri tetap pakai jeans ke gereja dengan prinsip pakaian yang aku pakai cukup sopan untuk bertemu Tuhan……Betul gak Pastor?
Betul sekali apa yg mas Wahyu ceritakan di Belanda banyak sekali gereja ditutup karena tidak ada umat dan beaya pemeliharaan yg tinggi…. Itali yg dekat dengan Vatikan aja, yg ke gereja juga orang2 tua, sedikit sekali terlihat mudika yg hadir.
Aku kira pihak gereja juga harus kerja keras merangkul umat sebab belakangan mulai banyak anjuran menjadi atheis, di Amerika dan Australi sudah mulai dibagikan selebaran mengenai atheis.
Kalau iman kita kuat dan selalu dekat dengan Sang Pencipta, ajakan, rayuan apapun tidak akan menggoyahkan keyakinan seseorang. Aku percaya itu.
Generasi muda sering di identikkan dengan kehidupan hura2, itu sama sekali tidak benar. Kalau kita mempunyai pikiran negatif maka hasilnya akan negatif pula.
Batas2an yg diberikan kepada mudika kadang memnbuat mereka kurang kreatif, kurang percaya diri, ide2 brilliant mereka kadang tenggelam…….alangkah baiknya kalau ortu2 mendukung kegiatan anak2 yang positif sambil mendampingi, memberi arahan…….bagaimanapun ortu pasti mempunyai pengalaman lebih banyak.
Di Paroki ku kegiatan mudika sangat bagus sekali, mereka membentuk paduan suara yg betul2 profesional layaknya orchestra dan sering dipakai waktu misa2 NAPAS.
Ada 2 pastor yg membimbing 2 kelompok paduan suara mudika dan semuanya bagus2….umat biasanya senang kalo koor di gereja bagus, kadang mereka menyelipkan lagu pop yg kira2 cocok dinyanyikan dalam gereja, misal kan : You Raise Me Up……pasti gereja penuh dengan mudika.
Kadang mereka mengadakan hiking, retret, mengumpulkan dana untuk korban bajir, korban gempa dll dll…..kegiatan yg benar2 boleh mendapat acungan jempol……tentu saja tanpa dukungan ortu2 juga tidak akan berjalan dengan baik.
Secara tidak langsung semua kegiatan itu membangkitkan solidaritas, saling mengasihi, damai dan membuat mereka tidak lari dari gereja.
Waktu anakku kuliah di Belanda, ke gereja banyak “bolong” nya, kadang dikarenakan cuaca yg tidak memungkinkan mereka ke gereja dan misa kadang cuma sekali…..tapi anak2 dari Indonesia masih berpartisipasi sewaktu diadakan misa International, mereka menyanyikan lagu dalam bahasa Indonesia….sifat khas Indonesia yaitu gotong royong masih ada……memang tidak disemua kota begitu.
Untuk membuat mudika rajin ke gereja aku kira dengan melibatkan mereka dan memberikan ruang gerak serta kepercayaan akan membuat mereka lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan Tuhan.
Maju terus mudika…..tunjukkan prestasi mu. GBU
Generasi muda sering di identikkan dengan kehidupan hura2, itu sama sekali tidak benar. Kalau kita mempunyai pikiran negatif maka hasilnya akan negatif pula.
Batas2an yg diberikan kepada mudika kadang memnbuat mereka kurang kreatif, kurang percaya diri, ide2 brilliant mereka kadang tenggelam…….alangkah baiknya kalau ortu2 mendukung kegiatan anak2 yang positif sambil mendampingi, memberi arahan…….bagaimanapun ortu pasti mempunyai pengalaman lebih banyak.
Di Paroki ku kegiatan mudika sangat bagus sekali, mereka membentuk paduan suara yg betul2 profesional layaknya orchestra dan sering dipakai waktu misa2 NAPAS.
Ada 2 pastor yg membimbing 2 kelompok paduan suara mudika dan semuanya bagus2….umat biasanya senang kalo koor di gereja bagus, kadang mereka menyelipkan lagu pop yg kira2 cocok dinyanyikan dalam gereja, misal kan : You Raise Me Up……pasti gereja penuh dengan mudika.
Kadang mereka mengadakan hiking, retret, mengumpulkan dana untuk korban bajir, korban gempa dll dll…..kegiatan yg benar2 boleh mendapat acungan jempol……tentu saja tanpa dukungan ortu2 juga tidak akan berjalan dengan baik.
Secara tidak langsung semua kegiatan itu membangkitkan solidaritas, saling mengasihi, damai dan membuat mereka tidak lari dari gereja.
Waktu anakku kuliah di Belanda, ke gereja banyak “bolong” nya, kadang dikarenakan cuaca yg tidak memungkinkan mereka ke gereja dan misa kadang cuma sekali…..tapi anak2 dari Indonesia masih berpartisipasi sewaktu diadakan misa International, mereka menyanyikan lagu dalam bahasa Indonesia….sifat khas Indonesia yaitu gotong royong masih ada……memang tidak disemua kota begitu.
Untuk membuat mudika rajin ke gereja aku kira dengan melibatkan mereka dan memberikan ruang gerak serta kepercayaan akan membuat mereka lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan Tuhan.
Maju terus mudika…..tunjukkan prestasi mu. GBU
terimakasih untuk tambahan pemikiran memajukan kaum muda. salam dan doa
terimakasih untuk tambahan pemikiran memajukan kaum muda. salam dan doa
data ibu saras tentang kondisi gereja di belanda dan beberapa tempat menambah data wahyu. berpijak dari keprihatinan ini semoga kita peduli dengan kondisi ini. terimakasih ibu saras
data ibu saras tentang kondisi gereja di belanda dan beberapa tempat menambah data wahyu. berpijak dari keprihatinan ini semoga kita peduli dengan kondisi ini. terimakasih ibu saras
Pendamping utk pendampingan kaum muda idealnya mungkin orang yang bisa menyelaraskan diri dengan pemuda itu sendiri. kalau pendamping memposisikan diri di atas dan berjarak maka cenderung sulit menggerakkan kaum muda. terimakasih untuk sumbangan gagasanmu.
Pendamping utk pendampingan kaum muda idealnya mungkin orang yang bisa menyelaraskan diri dengan pemuda itu sendiri. kalau pendamping memposisikan diri di atas dan berjarak maka cenderung sulit menggerakkan kaum muda. terimakasih untuk sumbangan gagasanmu.
hebat…ini yang di butuhkan indonesia
hebat…ini yang di butuhkan indonesia
Bukan hal aneh, kaum muda selalu menjadi sasaran tembak dari kegagalan, atau bahkan kambing hitam dari suatu kesalahan.
Namun demikian Kepercayaan kepada kaum muda juga tidak pernah habis, baik keluarga maupun masyarakat.
Sorotan tentang kaum muda juga bukan hal yang langka, KENAPA?
1. Kaum muda merupakan tumpuan dan harapan dari suatu generasi, dikala generasi tua (kaum tua) takut, kawatir, maka dia akan selalu membuat pola dan pandangan tersendiri terhadap penerusnya sehingga membuat aturan yang HARUS dipenuhi dan dituruti. atau dengan katalain SINDROM kegagalan.
2.Kaum muda merupakan gambaran dari kekurangan dan ketidak mampuan orang tua, tidak dapat memahami perkembangan jiwa kaum muda, yang jelas dipengaruhi oleh lingkungan yang sedang berlangsung.
3. Kaum muda merupakan kekuatan dan juga energi besar yang tanpa di ragukan dapat mengubah wajah dunia. Kedinamisan dan kebebasan dalam mengekspresikan diri,membuat sulit ditebak karya dan hasil yang sangat menakjubkan akan terwujud.
Layaknya Yesus, berkarya dan memberikan panutan bagi kita, disanalah kaum muda merefer.
GBU..
VIVA Youngers
Bukan hal aneh, kaum muda selalu menjadi sasaran tembak dari kegagalan, atau bahkan kambing hitam dari suatu kesalahan.
Namun demikian Kepercayaan kepada kaum muda juga tidak pernah habis, baik keluarga maupun masyarakat.
Sorotan tentang kaum muda juga bukan hal yang langka, KENAPA?
1. Kaum muda merupakan tumpuan dan harapan dari suatu generasi, dikala generasi tua (kaum tua) takut, kawatir, maka dia akan selalu membuat pola dan pandangan tersendiri terhadap penerusnya sehingga membuat aturan yang HARUS dipenuhi dan dituruti. atau dengan katalain SINDROM kegagalan.
2.Kaum muda merupakan gambaran dari kekurangan dan ketidak mampuan orang tua, tidak dapat memahami perkembangan jiwa kaum muda, yang jelas dipengaruhi oleh lingkungan yang sedang berlangsung.
3. Kaum muda merupakan kekuatan dan juga energi besar yang tanpa di ragukan dapat mengubah wajah dunia. Kedinamisan dan kebebasan dalam mengekspresikan diri,membuat sulit ditebak karya dan hasil yang sangat menakjubkan akan terwujud.
Layaknya Yesus, berkarya dan memberikan panutan bagi kita, disanalah kaum muda merefer.
GBU..
VIVA Youngers