Logika Terbalik

“Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya Karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Matius 16:17)

 

Saya sangat terkesan dengan pemikiran seorang pemikir dari jogjakarta, saya lupa buku dan penulisnya. “Ada mau tidak ada mau, asal tidak sepi.”

 

Coba cermati logika kedua pemikiran di atas. Seolah-olah berbeda dengan logika berfikir pada umumnya. Kalau mau, ya mau. Kalau tidak mau ya tidak mau. Kalau mau selamat, ya mempertahankan nyawanya, bukan menyerahkan nyawanya.

 

Apa kekuatan logika di atas? (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

Dia Mengangkasa Diiringi Sorak Sorai

Wisma keuskupan, 29 Agustus 2008

“Hampir setiap hari dia berangkat ke kampung-kampung untuk menjajakan dagangannya. Senja hari dia membawa uang sepundi-pundi untuk anak dan isteri tercintanya. Berulangkali dia bagi-bagikan hasil keuntungannya kepada saudara-saudari kandungnya atau orang-orang miskin. Dia memeras keringat dan membanting tulang demi meraih mimpinya untuk membahagian keluarga dan orang tuanya.”

“Harapan gemilang runtuh manakala Tuhan memanggilnya di senja hari. Ketika itu dia 10 menit meletakkan dagangan di gudang dan menyerahkan hasil keutungan penjualan kepada isterinya, pengelola harta benda keluarga. Dada kekarnya terasa sakit seperti ditusuk jarum. Nafasnya tersengal dan meregang.”

“Kini tubuhnya kembali menjadi tanah. Kenangan demi kenangan masih membayangiku. Kenangan itu mengikuti terus. Tolong doakan aku, pastor.”

Mari kita berdoa bersama kepada Tuhan untuk anda dan almarhumah. Saya berharap ibu mengulangi lagu-lagu singkat ini berulang kali. “Datanglah Tuhan, Datanglah. Datanglah Tuhan, datanglah. Datanglah Tuhan, datanglah. Oh Tuhan, datanglah.”

Tiga puluh menit setelah kami mengumandangkan lagu tersebut, kepala ibu itu miring ke kiri. Saya mengajaknya menyanyikan lagu singkat lagi. “Mari Masuk. Mari Masuk. Masuk dalam hatiku, ya Yesus. Bertahtalah di hatiku. Ya Yesusku mari masuk.”

Lagu-lagu singkat tersebut diulang ritmis. Perlahan-lahan dia masuk ke alam ketenangan yang sangat dalam. “Sementara ibu merasakan kehadiran Tuhan di dalam hati, saya menceritakan sebuah kisah. Ada seorang wanita. Dia bernama Maria. Maria mempunyai seorang suami, yang bernama Yosef. Maria melahirkan seorang anak lelaki. Anaknya bernama Yesus. Umur 33 tahun Yesus dihukum mati dengan disalib. Maria dan Yosef duduk bersimpuh di bawah Yesus. Setelah mati, Maria sempat meletakkan jenasahnya di pangkuannya. Jenasah anaknya dimasukkan ke dalam makam. Untunglah Yesus bangkit di hari ketiga. Dia sudah tidak ada di makam. Dia bersama kembali dengan ibuNya. Namun dia tidak berhenti sampai di situ. Maria merelakan anakNya naik ke surga, mulia bersama dengan Tuhan.”

“Ibu mengalami seperti Maria. Di umur 33 anakmu mati. Dia sudah dimasukkan ke dalam kubur. Di hari ketiga dia sudah bangkit. Apakah ibu percaya tentang janji Yesus bahwa barang siapa makan dagingKu dan minum darahKu, ia mempunyai hidup kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. (Yohanes 6:54)?

“Iya, saya percaya.”

“ Terimakasih atas kepercayaan anda. Perjalanan anakmu tidak berhenti pada kebangkitan, tetapi dia harus naik ke surga. Iklaskah anda melepaskan anak anda untuk naik ke surga bersama dengan Yesus?”

“Ya.”

“Marilah kita iringi kenaikan anakmu ke surga dengan berdoa bersama dengan bunda maria. Salam maria penuh rahmat, Ttuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Santa maria bunda Allah doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan pada waktu kami mati amen.”

Doa yang diulang-ulang membuat dia semakin trans. Ketika dia trans semakin dalam saya memintanya untuk membayangkan anaknya naik ke surga bersama dengan Yesus. “Lihatlah dengan iman ibu, hati ibu bahwa Yesus membopong anakmu. Semakin ibu cepat mendaraskan rosario, dia semakin cepat membumbung tinggi. Dia mengangkasa diiringi sorak-sorai. Dia berbahagia bersama Tuhan di surga.”

Dia meneteskan air mata selama dia mendaraskan salam maria. Saya membiarkan kedua tangannya terkatup sambil komat kamit berdoa salam maria. “Dengan telanjang dia keluar dari rahimku. Dengan telanjang pula dia kembali ke bumi pertiwi. Allah memberi hidup. Allah mengambil hidup. Terpujilah nama Tuhan.” (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

 

Tanggalkan Bajumu!

Wisma keuskupan Pangkalpinang, 28 Agustus 2008

 

Tubuh itu terbaring di atas ranjang. Ranjang itu terbuat dari papan kayu. Kayu dilapisi dengan tikar pandan. Balok kotak utuh menjadi bantal. Kelambu putih bergelayut menutup separoh ranjang. Matanya memandang ke kain putih. “Lepaskan semua pakaianmu!”

1 bantal menekan di atas dada. 1 bantal menekan di atas jidat. 1 bantal ditindis kepala. Kaos kaki hitam menutup cela-cela kaki telanjang. separoh kedua kaki tertutup rapat dengan celana panjang. Kaos merek 777 menutupi sebagian tubuhnya. “Aku setia menemanimu sepanjang waktu. Bergumullah dengan diriku, aku tidak pernah lari daripadamu.”

Cicak didinding itu merayap perlahan-lahan di samping tubuh. Perut nyamuk nakal sudah kenyang dengan darah. Dia mengintai nyamuk gemuk sebagai pesta makan malam. “Kau menyedot darah (roh) orang. Rohmu kutelan ke dalam diriku.” Hap! Kena kau!

Kepalaku miring menatap cicak di sampingku. pikiranku miring menyamping mengikuti alur cerita cicak. Hatiku blingsutan meraba-raba kebiadaban nyamuk dan cicak memangsa nyamuk. “Apakah kau sudah kenyang menyedot darah orang? Giliran kamu kenyang, kau akan digayang oleh orang.”

Kedua mata cepat cepat ditutup rapat. Dia merelakan darahnya dimangsa nyamuk. toh darah itu juga dimangsa cicak. “Aku tak mau kehilangan roh ku dan aku tak mau mencecap jiwa orang.”

Tubuh itu blingsutan di bawah selimut cotton hitam pemberian sahabat karib. Gugatan jiwa memberontak. Jiwanya bergelombang. di saat itu di dasar lubuk hati terdengar suara. “tenang-tenang mendayung di dalam doa laut terenang, sabda penguat doa resapkanlah di dasar hatimu. sedalam laut medanmu.”

Keheningan berubah menjadi pertempuran dahsyat. “Tanggalkan kasutmu.” (Pastor titus Budiyanto, Jalan Batu kadera XXI N0 545 A pangkalpinang 33147)

 

Menyatu

 Wisma keuskupan Pangkalpinang, 27 Agustus 2008

 

 Di tepi laut dia menyandarkan tubuh di ujung depan mobil. Kedua mata menerawang laut biru lepas. Langit memayungi keindahan tubuhnya. Kedua kaki sedikit amblas di pasir putih lembut. Angin senja menerpanya. Rambut hitam lurus terurai ke darat. Kedua tangan merengkuh kekosongan. Kedua ujung jari telunjuk kiri dan kanan ditusuk dengan jarum alam. Darah merah segar kedua kutub disatukan. Mulutnya berujar lirih, “Dua menjadi satu. Yang satu adalah dua. Dua hati menjadi satu. Yang satu adalah dua. Persatuan kedua kutub disaksikan oleh alam raya, segala yang tampak dan yang tak tampak.”

 

 Mobil itu ditinggalkan sendiri. Kedua kaki lembut melangkah menuju deburan ombak. Persatuan darah mengalir melahirkan keberanian dan tekat menerjang alunan ombak. Hati ciut melebar luas seluas jagat. Dia seakan mengantongi jagat raya, bukan jagat raya mengantongi dirinya. Seolah-olah dia melebihi segala ciptaan yang ada dan menyatu dengan segala yang ada. Alunan ombak mundur beberapa langkah seiring dengan langkah majunya. Dunia kecil seolah mampu menggerakkan dunia besar. Menakjubkan!

 

 

Selangkah demi selangkah dia menyatu dengan air laut. Separuh tubuh tenggelam. Darah di kedua jari dicelupkan ke air biru saudaranya. Bersamaan dengan tebaran darah anyir di kedua ujung jari jemari tenggelam di laut, guntur di langit menggelegar. Api langit memercik ke samudera raya. Angin topan berputar kencang membelai samudera raya. Dia terombang-ambing di antara air, bumi dan udara. “Aku dan Kau menyatu. Kau di dalam diriku, dan aku di dalam diriMu.”

 

 Badai mereda. Laut teduh. Langit biru cerah. Udara sepoi-sepoi membelai tubuh. Lekuk tubuh melangkah mundur menuju mobil panthernya. Pasir putih lembut membelai hangat kedua kaki mungilnya. Senyum menebar di seluruh raut muka. “Kau di dalam diriku, aku di dalam diri-Mu.” (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

 

Menanggalkan Diri

wisma keuskupan pangkalpinang, 27 Agustus 2008

 

Aku masuk semakin jauh dan jauh.

Kuraba diriMu di kedalaman dalam diri.

Trilyunan memori lapis demi lapis terkikis.

Yang ada hanya ketiadaanku.

Peganglah Aku, Tuhan.

Lingkupi seluruh diri dengan kuasaMu.

(Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pagkalpinang 33147)

Aura Melati

Wisma keuskupan, 27 Agustus 2008

 Tubuhku tertunduk melihat bunga melati itu. pikiranku melayang tersihir aura keindahannya. Harum wanginya memabukkan aku sehingga aku nggliyeng (mabuk). Jiwaku seakan terbang, walau tubuhku berjalan menapak bumi. Roh keindahannya menghantarku memasuki ekstase yang sangat dalam.

Aku rindu untuk menyatu dengan rahasia semerbak keindahan dan harum mewangimu. Getar-getar hati terdalam memancar. alam raya menghantarkan untukku padamu. semoga zatku juga menyentuh keberadaanmu.

 

 

Aku bahagia. aku terharu. aku menangis. (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

Arwah Mengganggu Orang atau Orang Mengganggu Arwah?

Wisma keuskupan, 26 Agustus 2008

Akwen dengan Aen datang ke gua Maria Yung Fo. Mereka menyalakan lilin. Lilin tersebut diletakkan di dalam gua. Mereka memberi hormat kea rah patung bunda Maria. Dua kaki mundur dua langkah. Mereka mulai berdoa masing-masing. Mereka pasangan tetapi mereka berdoa pribadi masing-masing.

Mereka menghampiri saya di pojok halaman gua Maria Yung Fo di bawah pohon bambu kuning. “Kami datang kemari untuk mohon berkat dari Tuhan agar kerja lancar. Sudah seminggu usaha kami tersendat-sedat. Pihak pengembang pekuburan santosa jalan Koba Pangkalpinang menyewa alat berat kami untuk membersihkan beberapa wilayah di pekuburan Jalan Koba Pangkalpinang. Anak buah tidak bisa bekerja. Banyak kejadian ganjil terjadi di lokasi.” Aken menuturkan kisah alat beratnya.

“Baru kerja 1 jam alat berat rusak. Ban alat berat bisa terlepas. Padahal itu sangat berat sekali. Ketika operator beristirahat, alat berat bisa berjalan sendiri. Bagian depan alat berat bisa berputar-putar. Apakah romo percaya hal semacam itu?” Aen melengkapi data kejadian ganjil di pekuburan dan menanyakan fenomena tersebut.

 “Oh ya? Orang hidup mengganggu orang mati, mati mengganggu orang hidup”

 “Jalanan di pekuburan tempat kami bekerja rata. Tetapi alat berat kami bisa miring seperti terbalik. Apa itu tidak aneh. Heh … ngeri. Banyak penunggunya. Kami sudah permisi dengan penunggu kubur, bahwa di tempat tersebut kami ini cari makan dan bersifat sosial. Karena karya sosial seperti ini tidak dipungut banyak beaya. Cukup untuk operator dan solar.”  Akwen masih menyajikan data keganjilan di pekuburan.

 “Oh ya? Aduh … Orang hidup mengganggu orang mati, mati mengganggu orang hidup” “

“Pihak pengembang meminta untuk menguruk kolong di atas tempat kami bekerja yang sekarang ini. Berapapun mereka membayar, saya tidak berani. Pernah terjadi seseorang mati di tempat itu. Penunggunya ganas.” Dia kecut melihat satu kejadian mendahului bahwa orang mati karena mengotak-atik sumber mata air.

 

“Ya, sayang sekali mematikan sumber mata air. Biarlah tetumbuhan tetap hidup. Sumber mata air bisa terpelihara dengan baik.”

“Setelah pohon-pohon ditebang. Para penunggu kubur berpindah ke rumah-rumah penduduk. Beberapa penduduk mengisahkan kepada kami bahwa di antara mereka mendapatkan penampakan atau gangguan. Ada leher penduduk dicekek oleh penunggu kubur. Ngeri wo … “

“Penebangan hutan mengganggu keseimbangan alam. Keseimbangan alam berdampak pada manusia. Kesadaran tersebut hanya sekedar wacana bahwa ulah alat-alat berat berdampak pada kerusakan alam dan kerusakan alam berdampak pada manusia. Lantas pengusaha menyalahkan orang mati (arwah) mengganggu orang hidup. Padahal mungkin orang hidup mengganggu ketenangan orang mati.”

“Beberapa kejadian terdahulu teratasi dengan air suci. Air suci direcikkan di alat berat dan tempat yang akan kami ratakan. Sekalipun alat berat tersebut bergerak sendiri, air suci bisa menghentikannya.”

Akwen mengimani bahwa air suci mampu menetralisir keganjilan tersebut. Dia meyakini bahwa para penunggu takut dengan air suci. Memang air suci mampu membersihkan tempat-tempat kotor. Tetapi apakah dia mampu pada tingkat kesadaran lebih tinggi bahwa air suci tersebut mengingatkan akan baptisan yang pernah diterimanya? Berkat baptisan seseorang menjadi hidup baru, meninggalkan pola lama dan menjadi anak-anak Allah. Pola hidup baru membawa konsekwensi bahwa seseorang harus hidup menurut kehendak Allah. Apakah memporak-porandakan alam merupakan karya selaras dengan Allah?

Saya menyodorkan air suci kepada Akwen. Saya beranjak meninggalkan gua maria untuk kembali ke wisma keuskupan Pangkalpinang. “Bisakah orang mati mengganggu orang hidup? Bisakah orang hidup mengganggu orang mati? Sudah mati saja masih disalahkan? Tega sekali yo. He he … “ (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kaldera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

 

Aura Kasih

Pangkul, 24 Agustus 2008

 

 

Vera sakit sudah setahun. Kepala sakit. Dada sakit. Pinggang sakit. Lambung sakit. Dia setiap hari hanya terbaring di ranjang. Berulangkali dokter menancapkan infus di tangan untuk mengganti makan dan cairan. Selera makan disapu angin pantai Pangkul. Semangat hidup menguap ditelan panas terik matahari. Dia sudah mengintip kematian. Rindu meninggalkan dunia fana. Yulanda mengisahkan bidadari kesayangannya di gereja tua Pangkul Pangkalpinang Bangka.

 

Pintu langit terbuka lebar. Air tercurah tumpah dari bak penampungan Tuhan. Dia berputar-putar dihempas angin dan api. Terpecah berkeping-keping menjadi tetes-tetes air. Menyebar ke alam raya. Membasahi tanah, tumbuhan, hewan, dan segala maklhuk yang tampak dan yang tak tampak di bumi dan di awang-awang. ruang suci gereja tua perlahan-lahan menjadi sunyi seirama dengan beberapa langkah kami menuju gubuk tua Yulanda.

 

Kerikil-kerikil tajam di hamparan jejalanan menyengat telapak kaki. Gelombang jalanan menggoncang-goncang tubuh. Tetua pecinan menerima iklhas bopeng-bopeng jalanan. Tiada hujatan mulut-mulut penduduk kampung. Kepala tetap menatap ke depan walau sekujur tubuh tergoncang-guncang. Dalam posisi apapun juga mata tetap terfokus pada tujuan, walau segala dibolak-balik di posisi manapun juga.

 

Rambut hitam kami basah oleh rintik air dari langit. Sebagian dari tubuh renta kami basah oleh air hidup. Menyadari bahwa dingin memulai menusuk relung hati, kami segera berlari bersembunyi di bawah payung rumah tua rumah Vera bersama keluarga dan beberapa umat stasi Pangkul. Kedua tangan bersidakep menggigil menahan dingin senja.

 

“Kabarku tidak baik. Aku sering sakit. Orang-orang terdekatku yakni suami , kedua orang tuaku, saudara-saudariku, dan rekan seiman tidak perduli. Percuma saja aku menceritakan perasaanku kepada semua orang terdekatku.” Dia menggoreskan keping-keping luka di hatinya di buku tulis di catatan hariannya.

 

Kedua mata menerawang seluruh ruangan kayu tua beratap seng berwarna cokelat. Kucium aroma busuk di kamar Vera. Vibrasi alam bergelora menggoncang ranjang penganting Vera. Dia murka atas ketidaksopanan Vera dengan pasangannya. Vibrasi alam mengacaukan gelombang otak.

 

“Antara sadar dan tidak sadar saya sering bertemu dengan orang-orang yang hitam. Mereka sering mengajakku untuk mengikutinya. Aku takut sekali dengan ajakannya. Peristiwa tersebut sering menghantuiku. Sepanjang malam jiwaku melayang, seolah-olah diriku terbang. Itulah awal aku sakit.”  Kegalauan perasaanya mengemuka di samping ranjang pengantin pink nya.

 

Jiwamu melayang. Semakin dirimu melayang, sekujur tubuh gemulai lemas lunglai. Kedua kelopak mata menjadi berat terkatup rapat seperti 3 hari 3 malam tidak mengecap bantal empuk. Cahaya putih membawamu terbang mengangkasa diiringi sorak-sorai suara malaikat. Lepaskan seluruh bebanmu pada sang Cahaya itu. Semua orang disekelilingmu, tetapi Dia menerimamu apa adanya. Dia mencintaimu melebihi segala.

 

Nenek baru saja meninggal dunia, tetapi umat hanya 4 umat katolik hadir dalam pemakaman. Sedangkan umat Kristen sungguh sangat banyak. Memang nenek beragama Kristen, tetapi dia tetap nenek kami. Kami sangat membutuhkan penghiburan dan peneguhan dari orang-orang katolik. Justru di saat kami turun ke jurang yang paling dalam, semua orang meninggalkan kami. Aku benci dan muak melihat mereka.

 

Waduh …

 

Asiong masuk ke jeruji besi. Badai menerpa rumah tangga. Kabut hitam tebal menyelimuti keluarga. Jiwa kami diombang-ambing di atas kapal di atas laut lepas. Dentuman ombak menghantam bertubi-tubi. Goncangan demi goncangan menghanyutkan kami. Semua meninggalkan kami. Hanya 4 umat katolik peduli dengan kami. Aku benci dan muak melihat mereka.

 

Waduh …

 

Ketika sekujur tubuh ini terbujur kaku tiada berdaya. Ketika desah nafas semakin melambat. Ketika detak nadi melemah. Ketika keringat dingin mengucur di sekujur pori-pori. Ketika ada dan tiada. Semua tidak perduli. Suami tidak mendengarkan perkataanku. Kedua orang tuaku tak bisa memahami dan melayaniku. Aku benci dan muak dengan mereka.

 

Vera meronta untuk melepaskan diri dari rantai-rantai maut. Deru nafas di hidung berpacu deras. Kepala rebah di sebelah kanan ranjang. Terjadi pertempuran dahsyat di dasar lubuk hati antara kerinduan hati dibelai mesra orang-orang yang dicintainya sebagai harapan dengan kekeringan tanah kering sebagai kenyataan hidup.

 

Cahaya putih itu membawamu semakin dalam. Aura kuasa Kasih cahaya itu menebar getar-getar nada kasih tanpa batas. Pusara cinta itu menarik seluruh dirimu masuk semakin tajam menembus lapis-lapis ego menuju samudera Cinta. Reguklah Sang Cinta. Cuci seluruh noda-noda debu penutup ego diri, yang hanya mau dicinta dan tidak mau mencinta.

 

Semakin menukik kedalam, semakin dalam meninggalkan segala untuk bertemu dengan segala. Seluruh panca indera tak mampu menangkap sinyal-sinyal kehidupan di sekeliling dunia fana, namun mampu menangkap gelombang Keilahian di relung hati suci. KeberadaanNya hanya bisa mencinta segala dan Dia tidak bisa menyangkal diriNya. Meleburlah di dalam misteri Cinta, agar kau terperciki anugerah Cinta sejati dari Sang Ilahi.

 

“Aku bertemu dengan cahaya. Aku bertemu dengan Dia. Aku merasakan kedamaian sejati. Palung paling dalam dan kosong mulai terisi dengan KuasaNya. Kebahagiaan menyelimutiku. Kekuatan mengalir hangat ke penjuru mata angin kehidupanku.”

 

Mempesona perjumpaan dua hati. CahayaNya senantiasa membalut kehidupan. Dia berada di dalam dan sekaligus di luar. Menggerakkan hati untuk mencinta dan mencinta, melayani dan melayani semua orang. (Pastor Titus Budiyanto Jalan Batu kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

 

 

 

Merengkuh Yang Bertentangan

 

Wisma keuskupan Pangkalpinang, 23 Agustus 2008

 

 

Apa yg menyenangkan / mengembirakan dalam hidupmu.?

 Yang menyenangkan buatku yakni waktu bisa kumpul bersama mama. Waktu bisa curhat sama mama. Waktu pertama x dapat kerja. Waktu lulus kuliah. Waktu dapat gaji pertama. Waktu merayakan natal bersama mama. Waktu bekerja dan berkumpul bersama teman kerja.

Apa yg menyakitkan/ peristiwa pedih dalam hidupmu.?


Yang menyedihkan buatku, yakni waktu mama jatuh sakit dan koma. Waktu bokap jodohin valli. Waktu di gampar bokap. Waktu vali harus ribut terus sama bokap. Waktu oma sakit dan meninggal

Apa makna di balik semua kejadian itu bagimu?

 

Makna yg bisa dipetik dlm kejadian itu!! Hm…..kalau ditanya maknanya, aku juga bingung sich romo. Cuma berusaha menjalani aza hidup ini arahnya/maunya kemana!! Semua sudah ada yg atur, kita yang disini cuma bisa pasrah dan menjalaninya aza kaleee, dlm suka maupun duka…

 

Kau mempunyai pandangan hidup ini tentang takdir, kau sekedar menjalani hidup. Toh semua ada pengatur hidup.

 

Pemahaman bahwa hidup ini sudah diatur meringankan beban dan menghibur diri spt kisah Yesus. dia sudah diramalkan sebelum dai terlahir. Ketika ada pertentangan hitam dan putih, baik dan jahat, kita justru tidak mendapatkan kedamaian. Kita jatuh pada satu sisi, hitam atau putih… sedangkan Yesus mampu merangkul hitam dan putih. Yesus tidak memeluk satu dan membenci yang lain. Keduanya dirangkulnya.

 

Romo? Oke

 

Apa lebihnya kalau kita yang merasa diri di bagian putih, baik, benar tapi penuh hojat dan benci orang orang yang berada di posisi hitam, salah, jahat dll? Apakah lebihnya kalau orang yang mengaku benar, saleh, suci, tetapi penuh kutuk, iri, amarah, benci, dll?

 

Hm..

 

Bukankah orang itu menjadi serupa dengan orang yang dikutuki, dibenci i , dicerca , dll? Bentuk kejahatan / titik hitamnya berbeda antara yang mengaku diri benar saleh, dengan orang yang dihojat.

 

Ok

 

Seakan seperti magnet dimana yang hitam menarik dengan caranya sendiri yang putih… atau sebaliknya yang putih berusaha menarik yang hitam.

 

Ok

 

Sadar dan tanpa sadar kita ditarik kuat ke arus titik hitam. kalau sudah mengikuti arus titik hitam, maka kita menjadi seperti dia. akhirnya sama sama hitam. hanya yang satu mengaku putih, yang lain diposisikan hitam… aduh kasihan deh. Sok suci loe …

 

Hmmm

 

Hitam dan putih selalu ada bersamaan. yang satu untuk menegaskan yang lain. Ayah dan ibu selalu ada bersamaan. berkat pertemuan yin  dan yang, wanita dan lelaki, ovum dengan sperma, maka terjadilah kehidupan ini. Justru ketika keduanya mampu direngkuh – disatukan, maka disitulah terjadi kehidupan. Justru ketika keduanya bersatu dan tiada pertentangan, disitulah muncul kekuatan baru.

 

Ok, romo?

 

Ketika kamu memisahkan kembali keduanya, yin dan yang, mama dan papa di dalam pemikiranmu dan dirimu maka di situ tidak ada kehidupan. yang ada hanya kehancuran … penderitaaan

 

Ok

 

Rengkuhlah kedua yin dan yang, mama dan papa dalam segala kondisi kehidupan ini, maka kamu pasti melahirkan kekuatan baru di dalam kehidupanmu. Menurut banyak teman-temanmu, kau cantik jelita, namun bila hatimu diisi dengan sampah sampah umpatan pada yang, maka energi kehdupan di dalam dirimu kabur. Kekuatan di dalam dirimu kabur

 

Ok, maksudnya amarah?

 

Menolak tawaran untuk dijodohkan tidak berarti bahwa kamu membenci … Dalam kondisi apapun penuhi hati kita dengan kasih.

 

Hm…

 

Kita berpijak – bergerak dengan prinsip prinsip nilai nilai yang ada pada diri kita. nilai penuntunn hidup kita adalah hati nurani (KITAB SUCI&SEMUA KEBIJAKSANAAN ALAM). Kalau kamu menerima saran dari ayah atau orang lain pun, itu juga harus keputusanmu, bukan keputusan orang  lain atau orang tua. Sehingga kamu di kemudian hari tidak menyalahkan siapapun ketika kamu mengambil keputusan sesuai dengan masukan orang tua atau orang lain.

 

Ok, romo? Bingung romo.

 

 

Tubuh, pikiran dan perasaan adalah milikmu. Diri kita adalah milik kita. Siapapun tidak berhak atas diri kita. Kalau kita tidak menyerahkan semua kepada orang lain, maka orang lain tidakberhak atas kita.

 

Maksudnya romo? Jadi kita yang berhak atas diri sendiri?

 

Saya lebih senang dibilang cantik dalamnya. Ketimbang cantik muka

itu khan tidak abadi romo. Tetapi kebanyakan orang hanya melihat kulit luar doang romo. Romo, aku boleh mempunyai wajah lumayan tetapi banyak teman yang bilang aku mempunyai nasib ya buruk. Benar tidak romo?

 

Dirimu milikmu, bukan milik orang lain khan. Jelas aku katakan. Kalau kau mengiyakan kata mereka berarti kau menyerahkan dirimu pada mereka, nasibmu pada mereka, hidupmu pada mereka. Yang menentukan takdirku adalah aku. Yang menentukan jalanku adalah aku. Kalau kau mengamini itu berarti dirimu kau serahkan kepada mereka. Pahatlah dirimu sesuai dengan kehendakmu dengan bimbingan Allah.

 

Iya romo.

 

Padukanlah di dalam dengan di luar, tinggi dengan rendah, hitam dengan putih, baik dengan jahat, kaya dengan miskin, cantik dengan buruk rupa, besar dengan kecil tinggi dengan rendah, lembut dengan kasar, suci dengan berdosa. Kedua kekuatan membuatmu semakin bijaksana. (Pastor Titus Budiyanto, Jalan Batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147)

 

 

 

Mengada Sesuai Panggilan Kita

 Wisma Betlehem Salatiga, 15 Agustus 2008)  

 

 

“Banyak orang mempunyai Hand phone. Setiap waktu dia memegang Hand Phone. Rasa sayangnya mungkin melebihi rosario.” Ujar Hand phone kepada burung trotokan.

 

Trotokan mempunyai sikap berbeda dengan hand phone. Dia berujar kepada hand phone dan lumut. “Saya menghargai sikapmu atas kehidupan ini, hai hand phone. Pagi-pagi aku bertengger di dahan hijau. Di situ aku berkicau nyaring mengungkapan syukur atas anugerah Tuhan. Rasa syukurku menggema nyaring ke sekelilingku. Bagaimana denganmu lumut?”

 

Lumut menjawab pertanyaan trotokan, “Air mengalir ke got-got dari kamar mandi atau ruang cuci di dapur  orang-orang. Got-got basah dan lembab oleh air. Aku bertumbuh subur di kelembapan. Begitu lho trotokan. Memang ada apa ya?”

 

Trotokan menjawab,”Pertumbuhan subur lumur merupakan konsekwensi logis atas tindakan seseorang, yang sering dilakukan dalam ketidaksadaran. Ketika orang memasuki kedadaran, maka orang berusaha memberantas lumut-lumut.”

 

Mendengar sikap trotokan, lumut sempat terkejut. Dia berusaha untuk tenang atas hidup ini, “Setiap perilaku secara sadar atau tidak tentu mempunyai dampak hal lain seperti sarang laba-laba. Satu bagian terlepas akan mempengaruhi seluruh bagian pada seluruh bagian. Keberadaan saya merupakan salah satu unsur dari totalitas keberadaan semua yang ada. Bagaimanapu itu saya harus mengada sesuai dengan hakekat diri.”

 

Menyimak pemikiran lumut, hand phone kagum terhadap pemikirannya. Allah menciptakan bumi dan segala seisinya, manusia tentu mempunyai maksud masing-masing. Maka dia berkata kepada trotokan dan lumut,” Saya mengamini gagasan lumut, seluruh bagian di alam raya saling berpengaruh satu terhadap yang lain. Ketika seseorang menelpon orang lain, maka yang terpengaruh bukan hanya sekedar orang yang ditelepon. Seluruh aspek kehidupan terpengaruh seperti fibrasi telepon, satelit, operator, dan lain-lain. “

 

Di tengah-tengah percakapan lumut dengan hand phone, trotokan menyela,” bibit pohon beringin dibawa oleh burung trotokan dari tempat lain. Bertahuan-tahun bibit bertumbuh menjadi besar. Pohon besar memancarkan oksigen untuk manusia. Dedaunan lebat nyaman untuk tinggal. “

 

“Bersyukurlah bahwa kau membawa bibit tersebut dari tempat jauh. Alangkah bahagianya kau melihat bibit tersebut bertumbuh dan berguna untuk banyak orang. Hidup menjadi lebih bahagia.” Hand phone melihat sepak terjang trotokan sebagai panggilan hidup untuk menggembirakan orang lain.

 

“Aku berterimakasih kepadamu, hand. Kita belajar mengada sesuai dengan keberadaan kita sebaik mungkin. Sekalipun kita hanya gotri dalam roda sepeda, kita harus mengada semaksimal mungkin untuk kepentingan seluruh. “ Kata lumut kepada hand phone.

 

“Marilah kita mengembangkan diri kita sesuai dengan tujuan seluruh alam ciptaan agar dunia semakin indah.”  Ajak lumut kepada rekan-rekannya

 

“Sikap sekecil apapun tentu mempengaruhi perilaku kita walaupun tanpa disadari maka kita harus tetap berkarya untuk membahagiakan sesama dan demi kemuliaan Tuhan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Sikap ini lebih tepat daripada kita mengeluh atas hidup ini.” Di ujung percakapan trotokan memberi masukan kepada lumut dan hand phone.

 

“Aku sependapat dengan pemikiran Hand Phone. Menyadari bahwa perilaku sekecil apapun kita sangat berpengaruh pada alam semesta, maka kita hendaknya berperilaku sebaik mungkin dan semaksimal mungkin … “ Lumut menutup percakapan mereka

 

Doa:

Aku bersyukur kepadaMu, atas semua kebaikanMu kepadaku. Kumadahkan syukurku kepadaMu dengan kicau. Gema kicau menggembirakan maklhuk hidup di muka bumi. Sekecil apapun diriku sungguh mempengaruhi alam ciptaan. Semoga dunia semakin indah dengan keberadaanku. (Pastor Titus Budiyanto, wisma Betlehem Salatiga, 15 Agustus 2008)