Iman Secuil Sawi

Keuskupan Pangkalpinang

Bapak Anonius Tjong Li adalah salah seorang penduduk di pulau Mengkait kepulauan Anambas. Dia orang tionghoa tetapi dia memperkenalkan dirinya sebagai suku laut. Identitas ini dikenakan kepadanya karena dia tinggal di laut, hidup dari laut, setiap hari bergelut dengan laut. Mata pencaharian utama dia dari laut. Dia bagian tak terpisahkan dari laut. Bahkan dirinya mengibaratkan bahwa laut adalah saudaranya. 

Awal mula pegangan hidupnya adalah kepercayaan (animisme). Setelah orang-orang Flores beragama katolik masuk ke wilayah pulau Mengkait di wilayah kepulauan Anambas (kepuluan Tujuh), dia mulai mengenal agama katolik. Dia memutuskan untuk masuk menjadi agama katolik “Allah sangat dekat dengan saya! Saat saya menerima sakramen maha kudus atau mendengarkan sabda Tuhan, disitulah Allah dekat dengan hati saya. Ini keyakinan saya.” 

Iman bahwa Tuhan sangat dekat dengan manusia sangat berdampak besar dalam kehidupan. Kisah nyata anak manusia suku laut ini pernah terjadi ketika dia naik perahu dari pulau mengkait ke pulau Tarempa 22 Desember 2007.  katanya kepada penulis,“Saya naik pompong (perahu kecil) dari pulau mengkait pukul 2.00 wib. Sampai di pulau Tarempa pukul 07.00 wib. Waktu berangkat hati harus mantap! Kemantapan hati menerjang gelombang laut setinggi 5 meter harus ada! Kalau hati ada keraguan, maka saya tidak melaut! Keraguan bisa mencelakakan, sedangkan kematapan hati pasti membawa keselamatan! Saya yakin kalau Allah di pihak kita, pastilah saya selamat!”  

Tjong Li tidak berpendidikan tinggi. Namun demikian ia mempunyai iman bahwa Allah menyertainya. Kalau Allah menyertainya, maka dia pasti selamat. Keyakinan bahwa dia selamat ini membuahkan kemantapan hati. Mampukah kita mempunyai iman secuil seperti anak suku laut ini? Semoga. (Pastor Titus Budiyanto, wisma keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang, 7 Januari 2007).    

Awal Kenyataan

wisma Keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangaklpinang 33147, 10 Maret 2008  

 

Mengapa pikiran dan visualisasi sering menjadi kenyataan? Kenyataan apapun seringkali didahului dengan pikiran dan visualisasi. Pikiran tidak berbentuk, sedangkan kenyatan sudah berbentuk. Misalkan, sebelum ibu melahirkan aku, dia sudah berfikir membuat aku. Pikiran itu menjadi kenyataan ketika aku terlahir. Setelah aku terlahir, aku sudah berbentuk. atau sebuah meja adalah kenyataan. Sebelum seseorang mencipta meja, maka dia terlebih dahulu memikirkan dan menvisualisasikan meja.

Banyak kejadian itu mengalir dari kedua hal tersebut di atas: dari tidak berbentuk menjadi berbentuk dari bentuk ke tidak berbentuk. Tidak bisa dipastikan bahwa apa yang kita pikirkan akan menjadi kenyataan. Banyak kenyataan seringkali diawali dengan bayangan atau terbayang. Aku membedakan antara terbayang dengan membayangkan. Membayangkan ada unsur kesengajaan, sedangkan terbayang itu gambaran muncul dengan sendirinya. Kalau bayangan itu muncul sendiri dalam doa hening, maka sering itu menjadi nyata.

Saya mendoakan orang. Pada waktu berdoa dalam keheningan sering muncul seperti film di benak kita. Gambaran yang muncul bisa berupa peristiwa masa lalu yang didoakan, masa kini yang didoakan atau masa depan yang didoakan. Gambaran tersebut saya anggap belum menjadi kebenaran. Bisa saja bayangan tersebut tidak sesuai dengan realitas. Untuk itu setelah selesai berdoa kita harus mengecek bayangan tersebut kepada orang yang kita doakan. Misalkan ketika berdoa muncul bayangan lambung sakit. Selesai berdoa hal tersebut ditanyakan kepada orang yang kita doakan. Betulkah bahwa kau sakit lambung? Kalau memang dia sakit lambung, maka bayangan yang muncul dalam doa adalah kebenaran atau nyata.

 Contoh di atas merupakan gambaran yang melukiskan realitas yang sudah dan sedang dialami oleh pasien. Berpijak dari pengalaman tersebut, cara ini bisa juga dipakai untuk peristiwa yang akan datang. Artinya bayangan yang muncul dalam doa tanpa disengaja bisa menjadi kenyataan pada waktu yang akan datang. Pada saat muncul bayangan dalam benak, realitas bayangan tersebut belum menjadi kenyataan. Baru menjadi kenyataan setelah beberapa waktu kedepan.

Apakah bayangan itu turun dari Atas? Apakah itu semacam wahyu dari Atas? Seolah-olah jawabannya bisa demikian halnya. Tetapi menurut pengalamanku, bayangan itu mempunyai proses. Entah kapan saya pernah memikirkan sesuatu. Pikiran tersebut perlahan-lahan mengendap di pikiran bawah sadar. Memori tersebut suatu saat bisa muncul tanpa disengaja.

Meminjam pemikiran pastor Vaselo, seorang rohaniwan dari MSC, sangat mungkin kita bisa mengetahui sesuatu tanpa kita menyelidiki secara empiris. Mungkin saja Allah menganugerahi inspirasi kepada seseorang tentang penyakit seseorang, persoalan hidup seseorang, atau masa depan seseorang. Kepastian, keselamatan dan kemuliaan Tuhan merupakan unsur karya Allah.

Berpijak dari pengalaman hampir setiap pikiran dan disertai dengan visualisasi sering menjadi kenyataan.  HAMPIR SEMUA KEJADIAN YANG TERJADI SEKARANG- TERWUJUD, SEBELUMNYA PERNAH TERPIKIRKAN DAN TERVISUALISASIKAN. Masa laluku adalah masa kini. Masa yang akan datang adalah masa sekarang. Bagaimana masa depanku sangat ditentukan oleh pikiran dan visualisasi masa sekarang. 

Silahkan percaya atau tidak dengan pengalaman tersebut di atas. Saya berharap kepada semua orang untuk membayangkan / menvisualisasikan dan memikirkan sesuatu yang indah, luhur demi masa depan. Pikiran dan visualisasi dan pikiran luhur sangat  besar dampaknya untuk perjuangan anda.  Mohon jangan membayangkan anda jatuh cinta dengan saya atau bahkan menikahiku hhe he he he.. karena saya adalah seorang imam. Jangan membayangkan bahwa anda menjadi penjahat, nanti anda bisa repot. he he..

 

 

Keluar dari Kubangan

Keluar dari Kubangan

wisma keuskupan Jalan Batu kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang 33147   

Menjelang senja seorang wanita datang ke kompleks kesukupan. Dia menenteng plastik merah. Plastik itu berisi pakaian-pakaian kumal. Dia mencari seorang imam di kompleks keuskupan Pangkalpinang. Om Zakarias, penjaga malam mengusir wanita tersebut. Dipikirnya dia tidak waras. Karena bincaranya tidak jelas. Lidahnya cedal sejak kecil sehingga dia tidak jelas berbicara.  Dia mengakui Omaini. Lain waktu ia memperkenalkan diri sebagai rosa. Rosa dalam bahasa latin adalah bunga.

Rosa adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia dilahirkan dari pasangan Siti dengan Murhaden. Dia tidak ingat tahun kelahirannya sendiri. Kampung halaman sekaligus tempat kelahirannya masih diingatnya. Desa Batu Putu Sukrame Lampung itulah asal usulnya. Orang tuanya menyekolahkan Siti di Sekolah Dasar Negeri III Parendoan Lampung, tidak jauh dari kampung halamannya. Ketidakjelasan identitas ini membuat penghuni keuskupan ragu untuk menerima dia. Siapa tahu dia tidak waras atau penipu.  

Rosa datang lagi 10 menit kemudian. Dia berusaha mendapatkan seorang imam. Melihat kenekatan Rosa, om Zakarias taklhuk. Dipertemukanyalah dia dengan pastor Beny Balun, Sekjen keuskupan. Dia mengaku di hadapan beliau bahwa ia adalah pelarian dari parit VI pangkalpinang Bangka. Parit VI adalah tempat pelacuran ternama di kota ini. Rosa minta perlindungan dan pertolongan dari seorang imam. “Saya lari dari parit VI. Saya mau pulang ke Lampung tetapi tidak mempunyai uang. Tolonglah saya!” ujar Rosa alias siti meminta. 

Menguji kesungguhan hati dan kejujuran hati si siti, pastor Benny memintanya untuk datang kembali esok 6 Februari 2007 jam 08.00 wib. Kalau dia berani datang maka dia sungguh memerlukan dan tidak menipu. Melihat kesungguhan dan keberanian anak ini, maka Siti alias Omaina coba dipesankan tiket kapal laut dari Pelabuhan Mentok ke pelabuhan Boom Palembang. Dari palembang ia dibelikan tiket kerata api ke Lampung. Tiket kapal laut dan uang pembelian kereta api bisa diambil pukul 16.00 wib di wisma keuskupan pangkalpinang.   

Siti datang kembali ke keuskupan jam 07.30 wib. Dia meminta tiket yang dijanjikan kemarin. Dia tidak menepati waktu yang ditetapkan kemarin. Tiket kapal laut sudah dikembalikan ke agen. Maka permasalahan tersebut diserahkan kepada ibu Sito Kadari yang bekerja di keuskupan. Dia menangangi KBG di keuskupan Pangkalpinang. Dia diminta oleh pst Beny Balun untuk menangani masalah Siti. Kepercayaan ini dilimpahkan kepadanya, karena dia mempunyai relasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).  

Sito Kadari dan Pengurus LSM berhasil menghubungi mami Rosa di Parit VI. Tidak lama kemudian mami, sang germo datang ke keuskupan. Kemunculan germo ini membuat kecut si Siti, sehingga dia lari terbirit-birit melihat hidung belang mantan bosnya. Sang Germo mengakui di hadapan Sito dan pengurus LSM bahwa Siti alias Rosa adalah anak buahnya. Dia tidak mau sibuk berurusan dengan polisi. Maka dia memberi uang Rp. 2000.000 (2 juta rupiah) kepada Rosa melalui Sito untuk beaya tranportasi Rosa dari Pangkalipinang ke Lampung. Dengan bekal uang itu Omaini alias Rosa pulang naik pesawat melalui Jakarta ke Lampung.   

Sebelum meninggalkan keuskupan dia mengisahkan masa lalunya kepada BERKAT. “Setelah Tamat Sekolah Dasar, saya tidak lagi melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Beaya sekolah di SLTP besar. Orang tua tidak mempunyai banyak uang. Hasil penjualan singkong mama kecil. Hasil memancing bapak juga tidak cukup untuk membeayai sekolah.”  Dia berhenti sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Dia menahan geli ketika dipanggil rosa. Dia meminta kepada BERKAT agar memanggilnya Siti.  

Ada wanita Tionghoa. Dia bernama Imel. Imel menawarkan pekerjaan kepada Siti untuk bekerja di restoran. Siti tergiur dengan iming-iming Imel, maka dia menerima tawaran tersebut. Secepatnya Siti dibawa oleh Imel ke Parit VI.

Betul dia bekerja di warung restoran milik Yuli. Tetapi dia sekaligus diminta melayani tiap lelaki hidung belang yang datang ke tempat itu. “Saya dibawa oleh imel dari lampung ke parit VI. Saya pikir saya bekerja di restoran. Tidak tahunya saya bekerja warung minuman sebagai lonte (pelacur). Setelah tamu-tamu tersebut minum, saya dibawa ke kamar. Saya disuruh untuk melayani laki-laki yang datang di dalam kamar. Kadang saya ditaboki oleh laki-laki hidung belang itu. Mungkin birahi membuatnya emosional. Mereka sering naboki (memukuli) saya. Saya sungguh tidak tahan. Saya lari dalam kondisi tubuh sakit. sekarang saya bangga bisa lepas dari Lumpur maut dan sebentar lagi berjumpa dengan orang tua.”  

Selesai menuturkan kisah hidup nyatanya, Siti meraih tas hitam pemberian salah seorang penghuni kesukupan.. Dia melangkah kearah mobil  putih L300. Bapak Yosef, sopir keuskupan mengantarnya ke Bandara Depati Amir Pangkalpinang. Jejak singkat wanita lugu dari Lampung ini meninggalkan bekas. Perjuangan orang lemah melepaskan diri dari taring-taring maut singa. Semoga dia mengalami kemerdekaan.

 

 

Lupa Sejarah

Keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang 33147     

Masalah demi masalah datang melanda bangsa kita silih berganti. Masalah yang satu ditimpa masalah lain. Seringkali justru masalah tersebut dimunculkan agar mmasalah sebelumnya tertutupi. Orang akan sibuk dengan masalah baru, dan diharapkan orang lupa dengan masalah sebelumnya. 

Orang mudah melupakan hal penting, maka kelemahan ini dipakai oleh orang yang mempunyai hati busuk. Pembunuhan di kantor PDI Perjuangan Jakarta, penembakan mahasiswa tri sakti belum ada penanggungjawab utama, penembakan mahasiswa di jembatan semanggi, pembakaran beberapa supermarket oleh hantu-hantu hidup, pemerkosaan-pembunuhan-penjarahan di hari sabtu kelabu 1998, banyak pembunuhan di timor-timor, dan banyak pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia sudah terlupakan oleh bangsa kita. Padahal semua itu belum diselesaikan dengan tuntas oleh pemerintah.  

Mungkinkah ada pihak-pihak yang menghendaki agar masyarakat lupa dengan semua kejahatan-kejahatan semua di atas? Apakah aneka masalah yang datang setelahnya tanpa kesengajaan seperti pembunuhan munir, peledakan bom di bali atau di beberapa hotel di Jakarta, pembunuhan beruntun di poso sampai ada yang dituduh sebagai dalang di balik semua itu, konflik yang meluas di Ambon menimbulkan banyak korban jiwa, dan seambreg permasalahan menutupi permasalahan-permasalahan sebelumnya.

Kita lupa dengan masalah-masalah penting masa lalu, karena masalah baru timbul atau dimunculkan? Boleh jadi para penjahat bersorak sorai dengan tragedi bencana alam. Para koruptor bisa tidur nyenyak dengan tragedi bencana alam beruntun dari tahun ke tahun. Tjunami di aceh menelan ribuan nyawa. Gempa di Jogjakarta meluluh lantakkan banyak bangunan dan merenggut jiwa manusia. Gempa di Pangandaran, Nias, dan di tempat-tempat lain merusak tatanan yang ada dan meminta tumbal manusia. Pengeboran Lumpur lapindo di Surabaya menenggelamkan banyak rumah-rumah penduduk miskin (olah penanggungjawab pengeboran belum mampu menangani secara sempurna). Banjir bandang di kota Jakarta tahun 2207 menelan trilyunan dan nyawa tak bersalah. Kereta api anjlok dari rel engakibatkan penumpang meregang nyawa. Adam air hancur berkeping-keping, mungkin jatuh di laut, membuat penumpang sampai saat ini nasibnya tidak pasti, dan yang pasti adalah mereka mati.  

Bencana alam dan bencana akibat kelalaian manusia ini dihembus-hembuskan ke tingkat internasional. Boleh jadi para koruptor atau pelanggar hak asasi manusia bergembira karena data-data bisa termusnahkan oleh bencana atau fokus pemerintah berbelok ke masalah urgen, yakni bencana.  Rakyat kecil dan orang lemah tidak lagi menuntut mereka semua, karena sibuk mengurus sanak saudaranya yang menjadi korban alam atau kelalaian manusia. Apakah kejadian seperti itu merupakan kemenangan telak para penjahat, para pemerkosa, para pembunuh, para koruptor, para pelanggar hak asasi manusia?  

Kita seharusnya bisa belajar dari sejarah konyol permainan seperti itu, tetapi kita bisa mudah dipermainkan dengan cara-cara seperti itu. Kita mau memilih pihak penjahat atau dipermainkan para penjahat? Mari kita harus belajar dari sejarah: jangan pernah melupakan masa lalu, dan jangan kompromi dengan para penjahat.

 

Diobok-obok

wisma Keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0 545 A Pangkalpinang 33147, 10 Maret 2008   

 

3 Maret 2003 mungkin hari dan bulan yang indah bagi semua orang tetapi bagiku gelap dan gelap. Hatiku seperti tertusuk duri. Sangat menyakitkan hati terdalam. Masih terbayang ketika aku sedang menonton temanku main sepak bola dengan lincah dan dengan taktik jitu. Permainannya begitu memukau banyak orang. Aku kagum dengannya. Aku mempunyai kerinduan selincah dia. Anganku melambung. Khayalku menjadi-jadi. 

Babak pertama sepak bola berlalu para pemain beristirahat. Aku bergabung dengan para pemain. Untuk menghilangkan dahaga para pemain mereguk air hidup sepuas-puasnya. Beberapa orang memijat-mijat kaki kanan. Yang lain memeras kaos yang penuh keringat. Mereka sedang santai. Gurauan terkadang muncul di antara kami.

10 menit berlalu permainan babak kedua dilanjutkan. Pelatih menunjuk dan mempercayaiku sebagai kipper sepak bola pada babak kedua. Hatiku sangat senang. “ini kesempatan untuk menunjukkan kemampuan kepada teman-temanku!” Permainan babak kedua semakin seru. Kekuatan kedua kesebelasan tampak seimbang. Keduanya belum berhasil mengegolkan bola ke tempat lawan. Hati sudah mulai panas. Saya sudah kurang sabar lagi.

Lima belas menit babak kedua berlalu saya mengalami cidera. “Saya berusaha menyapu bola yang datang. Tiba-tiba ada lawan yang mencoba untuk menyapu bola. Saya terlanjur menyapu bola. Ketika bola datang, kusikat dia! Yang kena bukan bola tetapi kaki lawanku! Prakk’ Kaki bertemu dengan kaki. Seketika itu juga aku terduduk di tanah. KAKIKUPATAH!” 

Pertandingan sepak bola terhenti. Teman-teman segera membawaku ke rumah sakit tetapi saya menolaknya. Aku lebih suka berobat ke dukun tulang. Sepanjang jalan menuju ke tempat dukun tersebut sekujur tubuhku mengucur keringat dingin. Sepajang jalan aku meringis menahan sakit luar biasa. Hatiku sediki lega manakala aku sudah berada di rumah SI DUKUN! Tangan kanan dukun itu memegang ujung pergelangan kaki yang patah sedangkan tangan kirinya memegang lutut! Ia mengamat-amati kaki patahku sejenak. Ia meraba-raba kaki patahku. Ia terawangi kaki patahku. Sambil bibirnya komat-kamit membaca mantra. Ia kucurkan minyak kelapa ke kakiku. Prak! Tiba-tiba Ia menarik kedua kakiku! Aku teriak keras sekali seperti orang kesurupan, aduh! “Sudah selesai!”kata sang dukun!” 

Kaki dibalut dengan kain hitam. Kencang sekali ikatan itu. Sakit terasa seperti darah beku. Setelah kaki terbalut kain hitam, dukun itu kembali mengambil minyak kelapa bekas. Dia kembali komat-kamit membaca mantra. Mantra selesai dibaca, Ia tuangkan minyak itu di atas kaki patah.  “Berapa pak beayanya,’ tanyaku pada sang dukun. Muka dukun itu tersenyurn sambil kepala mengangguk-angguk, tangan kanannya mengelus jenggot hitam tipisnya. Sebentar ia berfikir keras tetapi tak begitu tampak di raut muka. “Terserah adik! Berapa adik mampu membayar. Saya tidak menentukan harga.” Ujar dukun itu. Kuberi dia Rp. 200.000 (dua ratus ribu).

Kutinggalkan rumah dukun itu bersama-sama dengan teman-temanku. Hatiku sedikit lega. Saya yakin mantra dukun dan ketramplian tangan sang dukun pasti CES PLENG! Hari-hari tubuh terbaring di atas ranjang. Tubuh tak mampu berjalan. Kurindu bermain bola bersama kawan­kawan. Kuingin bisa lagi kebut-kebutan di jalanan sampai membuat miris orang. Kuingin lari-lari mengelilingi stadium. Semua keinginan sebatas angan-angan. Kaki rapuh, sakit.

Semakin hari justru semakin parah. Mama kandungku tercinta tajam rasa sebagai wanita. Melihat kondisi buruk tersebut segera dia bawaku RS olehnya. Dokter tulang memeriksa bagian yang patah berdasarkan rontgent. “Badanmu panas karena kau infeksi. Infeksi diakibatkan dari luka kaki patahmu. Tulang patah itu menusuk daging. Daging yang tertusuk itu terluka membusuk dan infeksi. Bila kaki ini tidak segera dioperasi maka sangat mungkin sekali membusuk dan diamputasi!”

Mendengar rekomendasi dari dokter ahli tulang tersebut mama segera mengambil keputusan agar kaki patah dioperasi.  Aku sangat takut saat mau mernasuki ruang operasi. Hati lebih takut daripada ketika kakiku diobok-obok oleh dukun tulang. Aku sangat gelisah. Di tempat pembaringan aku hanya bisa menyebut nama TUHAN! Singkat sekali kata yang selalu terucap di bibir. Biar demikian kata itu mampu menyihirku. Kata itu mampu memberi kekuatan hati yang galau. Ketenangan hati membantu proses operasi. 

Hati sangat lega dengan berjalannya operasi sesuai dengan rencana dokter. Kursi roda didorong seorang perawat cantik dan bahenol. Di atas kursi ku berujar,”Syukur bagi-Mu Tuhan. Berkat kemurahan hati-Mu, Kau selamatkan daku.”  

Seminggu berlalu aku diperbolehkan pulang ke rumah. Hari-hari kuisi dengan kontak hatiku dengan hati-Nya. Kasih Tuhan pasti menopang setiap langkah dalam hari-hari. Dalam kerapuhan kita menjadi sadar bahwa kita adalah bukan apa-apa, bagaikan bejana yang rapuh. “Aku membutuhkan-Mu,  Tuhan!” 

3 bulan aku sudah mampu berjalan. Penderitaan berlalu. Kegembiraanku meluap. Penderitaan berubah menjadi sukacita. Terimakasih Tuhan. Terimakasih mama. Berkat bantuan-Mu aku mampu sembuh seperti adaku sekarang ini.

 

Barang Fana

wisma keuskupan Jalan Batu Kadera XXI N0. 545 A  Pangkalpinang 33147, 13 Februari 2007        

 Barang fana bersifat sementara. Dia bisa rusak. Banjir banding 14 hari di Jakarta banyak merusak barang-barang fana. Sofa rusak. Mobil rusak. Tv rusak. Almari es rusak. Tape rusak. Computer rusak. Banyak barang-barang elektronik rusak. Tempat tidur rusak. Banyak pakaian rusak. Kerusakan itu diakibatkan oleh air hujan dari langit. Semua barang ciptaan manusia itu mudah rusak, dan pasti rusak. Semua barang fana berbeda sifat dengan yang baka. Yang baka bersifat kekal adanya. Jiwa tidak bisa mati. roh tidak bisa mati. ia tidak bisa lapuk, tidak bisa rusak, tidak bisa mati.   

Kisah kecil seorang bapak Susilo di kampung Melayu Bidaran Cina Jakarta Timur. Ketika semua orang berbondong-bondong mengungsi karena rumah-rumah mulai tenggelam oleh air hujan, dia sibuk menggenggam barang elektronik di rumahnya. Dia tidak rela barang berharga tersebut rusak terendam air atau dijarah orang. Dia lebih memilih tinggal dan kemungkinan tenggelam bersamaan dengan barang berharga itu. Dia lebih peduli barang itu daripada nyawanya. Kisah di atas adalah fakta.

Fakta ini menyajikan kepada kita bahwa silo lebih memprioritaskan barang elektronik daripada nyawanya. Dia lebih memilih barang fana daripada barang yang baka. Seharusnya banjir menjadi moment penting manusia. manusia seharusnya sadar bahwa semua barang ciptaan manusia adalah fana.  

Kalau ada kesadaran bahwa semua adalah fana, sementara, maka seharusnyalah kita tidak mendewakan barang fana itu. seharusnyalah kita tidak tergila-gila dengan barang fana. seharusnyalah kita tidak memperjuangkan barang fana dengan pertaruhan nyawa. Seharusnya kita tidak mengorbankan jiwa kita hanya untuk meraih yang fana. Seharusnya kita tidak mengorbankan keyakinan (iman) kita kepada Tuhan hanya untuk menggapai barang fana.

Kesadaran semacam itu lebih lanjut menghantar kepada kita untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Kesadaran akan kesementaraan barang fana, menjadikan barang itu hanya sebagai sarana hidup manusia untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi. Kita hendaknya merelatifkan barang fana dalam hidup, bukan justru memprioritas barang fana menjadi segala-galanya. 

Apakah di antara kita ada barang rusak akibat banjir? Apakah di antara kita mungkin ada seluruh harta bendanya ludes terkena banjir? Kalau kita sekarang dalam posisi itu, maka kesadaran di atas harus ditanamkan di dalam hati kita agar kita tidak stress. Percayalah selagi roh yang baka ada di dalam tubuh, maka kita masih bisa meraih lagi barang-barang yang telah rusak. Milikilah keyakinan – kepercayaan – ketekunan dan doa, maka tuhan akan mengembalikan semua yang hilang.