Keluar dari Kubangan

Keluar dari Kubangan

wisma keuskupan Jalan Batu kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang 33147   

Menjelang senja seorang wanita datang ke kompleks kesukupan. Dia menenteng plastik merah. Plastik itu berisi pakaian-pakaian kumal. Dia mencari seorang imam di kompleks keuskupan Pangkalpinang. Om Zakarias, penjaga malam mengusir wanita tersebut. Dipikirnya dia tidak waras. Karena bincaranya tidak jelas. Lidahnya cedal sejak kecil sehingga dia tidak jelas berbicara.  Dia mengakui Omaini. Lain waktu ia memperkenalkan diri sebagai rosa. Rosa dalam bahasa latin adalah bunga.

Rosa adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia dilahirkan dari pasangan Siti dengan Murhaden. Dia tidak ingat tahun kelahirannya sendiri. Kampung halaman sekaligus tempat kelahirannya masih diingatnya. Desa Batu Putu Sukrame Lampung itulah asal usulnya. Orang tuanya menyekolahkan Siti di Sekolah Dasar Negeri III Parendoan Lampung, tidak jauh dari kampung halamannya. Ketidakjelasan identitas ini membuat penghuni keuskupan ragu untuk menerima dia. Siapa tahu dia tidak waras atau penipu.  

Rosa datang lagi 10 menit kemudian. Dia berusaha mendapatkan seorang imam. Melihat kenekatan Rosa, om Zakarias taklhuk. Dipertemukanyalah dia dengan pastor Beny Balun, Sekjen keuskupan. Dia mengaku di hadapan beliau bahwa ia adalah pelarian dari parit VI pangkalpinang Bangka. Parit VI adalah tempat pelacuran ternama di kota ini. Rosa minta perlindungan dan pertolongan dari seorang imam. “Saya lari dari parit VI. Saya mau pulang ke Lampung tetapi tidak mempunyai uang. Tolonglah saya!” ujar Rosa alias siti meminta. 

Menguji kesungguhan hati dan kejujuran hati si siti, pastor Benny memintanya untuk datang kembali esok 6 Februari 2007 jam 08.00 wib. Kalau dia berani datang maka dia sungguh memerlukan dan tidak menipu. Melihat kesungguhan dan keberanian anak ini, maka Siti alias Omaina coba dipesankan tiket kapal laut dari Pelabuhan Mentok ke pelabuhan Boom Palembang. Dari palembang ia dibelikan tiket kerata api ke Lampung. Tiket kapal laut dan uang pembelian kereta api bisa diambil pukul 16.00 wib di wisma keuskupan pangkalpinang.   

Siti datang kembali ke keuskupan jam 07.30 wib. Dia meminta tiket yang dijanjikan kemarin. Dia tidak menepati waktu yang ditetapkan kemarin. Tiket kapal laut sudah dikembalikan ke agen. Maka permasalahan tersebut diserahkan kepada ibu Sito Kadari yang bekerja di keuskupan. Dia menangangi KBG di keuskupan Pangkalpinang. Dia diminta oleh pst Beny Balun untuk menangani masalah Siti. Kepercayaan ini dilimpahkan kepadanya, karena dia mempunyai relasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).  

Sito Kadari dan Pengurus LSM berhasil menghubungi mami Rosa di Parit VI. Tidak lama kemudian mami, sang germo datang ke keuskupan. Kemunculan germo ini membuat kecut si Siti, sehingga dia lari terbirit-birit melihat hidung belang mantan bosnya. Sang Germo mengakui di hadapan Sito dan pengurus LSM bahwa Siti alias Rosa adalah anak buahnya. Dia tidak mau sibuk berurusan dengan polisi. Maka dia memberi uang Rp. 2000.000 (2 juta rupiah) kepada Rosa melalui Sito untuk beaya tranportasi Rosa dari Pangkalipinang ke Lampung. Dengan bekal uang itu Omaini alias Rosa pulang naik pesawat melalui Jakarta ke Lampung.   

Sebelum meninggalkan keuskupan dia mengisahkan masa lalunya kepada BERKAT. “Setelah Tamat Sekolah Dasar, saya tidak lagi melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Beaya sekolah di SLTP besar. Orang tua tidak mempunyai banyak uang. Hasil penjualan singkong mama kecil. Hasil memancing bapak juga tidak cukup untuk membeayai sekolah.”  Dia berhenti sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Dia menahan geli ketika dipanggil rosa. Dia meminta kepada BERKAT agar memanggilnya Siti.  

Ada wanita Tionghoa. Dia bernama Imel. Imel menawarkan pekerjaan kepada Siti untuk bekerja di restoran. Siti tergiur dengan iming-iming Imel, maka dia menerima tawaran tersebut. Secepatnya Siti dibawa oleh Imel ke Parit VI.

Betul dia bekerja di warung restoran milik Yuli. Tetapi dia sekaligus diminta melayani tiap lelaki hidung belang yang datang ke tempat itu. “Saya dibawa oleh imel dari lampung ke parit VI. Saya pikir saya bekerja di restoran. Tidak tahunya saya bekerja warung minuman sebagai lonte (pelacur). Setelah tamu-tamu tersebut minum, saya dibawa ke kamar. Saya disuruh untuk melayani laki-laki yang datang di dalam kamar. Kadang saya ditaboki oleh laki-laki hidung belang itu. Mungkin birahi membuatnya emosional. Mereka sering naboki (memukuli) saya. Saya sungguh tidak tahan. Saya lari dalam kondisi tubuh sakit. sekarang saya bangga bisa lepas dari Lumpur maut dan sebentar lagi berjumpa dengan orang tua.”  

Selesai menuturkan kisah hidup nyatanya, Siti meraih tas hitam pemberian salah seorang penghuni kesukupan.. Dia melangkah kearah mobil  putih L300. Bapak Yosef, sopir keuskupan mengantarnya ke Bandara Depati Amir Pangkalpinang. Jejak singkat wanita lugu dari Lampung ini meninggalkan bekas. Perjuangan orang lemah melepaskan diri dari taring-taring maut singa. Semoga dia mengalami kemerdekaan.

 

 

Tinggalkan Balasan