Keuskupan Pangkalpinang
Bapak Anonius Tjong Li adalah salah seorang penduduk di pulau Mengkait kepulauan Anambas. Dia orang tionghoa tetapi dia memperkenalkan dirinya sebagai suku laut. Identitas ini dikenakan kepadanya karena dia tinggal di laut, hidup dari laut, setiap hari bergelut dengan laut. Mata pencaharian utama dia dari laut. Dia bagian tak terpisahkan dari laut. Bahkan dirinya mengibaratkan bahwa laut adalah saudaranya.
Awal mula pegangan hidupnya adalah kepercayaan (animisme). Setelah orang-orang Flores beragama katolik masuk ke wilayah pulau Mengkait di wilayah kepulauan Anambas (kepuluan Tujuh), dia mulai mengenal agama katolik. Dia memutuskan untuk masuk menjadi agama katolik “Allah sangat dekat dengan saya! Saat saya menerima sakramen maha kudus atau mendengarkan sabda Tuhan, disitulah Allah dekat dengan hati saya. Ini keyakinan saya.”
Iman bahwa Tuhan sangat dekat dengan manusia sangat berdampak besar dalam kehidupan. Kisah nyata anak manusia suku laut ini pernah terjadi ketika dia naik perahu dari pulau mengkait ke pulau Tarempa 22 Desember 2007. katanya kepada penulis,“Saya naik pompong (perahu kecil) dari pulau mengkait pukul 2.00 wib. Sampai di pulau Tarempa pukul 07.00 wib. Waktu berangkat hati harus mantap! Kemantapan hati menerjang gelombang laut setinggi 5 meter harus ada! Kalau hati ada keraguan, maka saya tidak melaut! Keraguan bisa mencelakakan, sedangkan kematapan hati pasti membawa keselamatan! Saya yakin kalau Allah di pihak kita, pastilah saya selamat!”
Tjong Li tidak berpendidikan tinggi. Namun demikian ia mempunyai iman bahwa Allah menyertainya. Kalau Allah menyertainya, maka dia pasti selamat. Keyakinan bahwa dia selamat ini membuahkan kemantapan hati. Mampukah kita mempunyai iman secuil seperti anak suku laut ini? Semoga. (Pastor Titus Budiyanto, wisma keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang, 7 Januari 2007).