Pengantar
Allah menciptakan manusia, adan dan hawa segambar dengan Allah. Dia terlahir kudus dan tak berdosa. Karena ketidaktaatan adam dan hawa, mereka jatuh ke dalam dosa. Dari waktu ke waktu manusia cenderung menjauh dari Allah. Walaupun demikian Allah berinisiatif mendekati manusia agar manusia selamat. Dia yang adalah kudus menghendaki manusia untuk menjadi kudus seperti Dia seperti semula dia diciptakan oleh Allah. Bagaimanakah pemahaman manusia tentang kekudusan sangat berpengaruh dalam perjuangannya mengikuti kehendak Allah. Berikut ini penulis menyajikan pemahaman umat tentang kekudusan dan usahanya kearah kekudusan.
Sr. Maris Stella JMJ: Kekudusan itu Mawas Diri
Kekudusan itu usaha nyata kita untuk senantiasa bangkit tiap kali jatuh ke dalam dosa. kudus adalah berkat dari Allah sendiri yang diberikan kepada manusia sejak kita diciptakan oleh Allah. Tuhan sudah memberikan kekudusan kepada manusia sejak dari awal. Kekudusan tersebut seringkali tercemar karena dosa. Maka kita sebagai orang katolik senantiasa harus memurnikan diri melalui sakramen tobat.
Kita datang kepada Allah sumber dan awal kekudusan. Ketika kita datang untuk sakramen tobat di situlah kita mawas diri. Dalam mawas diri kita bisa mengetahui kita kudus atau berdosa. Kitalah penentu posisi kita sekarang kudus atau tidak; orang lain tak bisa menentukan kita kudus atau berdosa.
Kalau orang lain sudah men-cap kita kudus atau berdosa, ia sudah menghakimi orang lain. Orang yang menghakimi adalah orang yang kurang menyadari keberadaanya sendiri, dirinya sendiri yang sedikit kesombongan. Kalau saya mulai berani menilai orang lain, saya terlebih dahulu akan berusaha mawas diri. Kalau sudah sampai ke tahap itu maka kita akan berfikir atau tidak berhak untuk menghakimi atau menilai orang lain kudus atau berdosa. Karena saya meyakini bahwa rahmat kekudusan diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang.
Masa pra paska adalah masa berahmat. Dimana kita ada kesempatan untuk memulihkan apa yang kurang. Ada kebiasaan yg tidak berkenan di mata teman sesama mulai dikikis pelan di masa pra paska. Saya, Maris Stella berusaha sedemikian rupa menyadari rahmat dari Tuhan kepada saya, maka saya berjuang memelihara kekudusan tersebut dalam perjalanan hidup.
Setiap waktu saya mencoba senantiasa menyadari bahwa saya sungguh dicintai oleh Tuhan. Dari hari ke hari saya berusaha untuk melakukan hal yang baik di mata Tuhan walau tiap saat saya jatuh gagal, setiap saat juga saya berusaha bangkit dan mulai lagi. Satu hal yang tidak pernah saya lalaikan setiap bulan yakni menerima sakramen tobat, kesempatan untuk mawas diri dan mohon ampun atas semua dosa-dosa. Saya menyadari bahwa tidak tidak ada satu pun yang sempurna di dunia ini maka setiap orang diberi kesempatan menjadi kudus.
Sr Gregoriana AK: Mengerjakan yang Orang Lain Tak Mau Menyentuhnya
Orang bisa mengerjakan sesuatu yang orang lain tidak mau menyentuhnya, itulah kekudusan menurut Suster Gregoriana Sutami AK Sungailiat. Misalkan, orang pada umumnya enggan atau bahkan tidak mau membersihkan got (aliran air). Nah saya mau membersihkan hal yang orang lain hindari. Hal semacam itu ada di komunitas atau di lingkungan kita. Kita harus jeli mencari dan mengusahakan kekudusan. Biarpun saya sudah mengerjakan hal-hal yang bisa membawa kekudusan, tetapi saya tidak mau mengklam atau menghakimi orang lain itu kudus atau berdosa. Walaupun kadang orang lain bebas menilai orang lain berdasarkan sepintas yang dilihatnya seperti penampilan, cara bergaul, cara berdoa. Biarlah yang mengetahui pekerjaan kita adalah Tuhan. Biarkan juga Tuhan yang menilai kita kudus atau tidak.
Kalaulah ada penilian orang atas hidup kita kudus atau tidak, mungkin bisa dimengerti. Karena kedekatan kita dengan Tuhan akan memancar dalam tindakan. Disposisi hati akan tampak dalam tindakan. Yang penting dalam keseharian, khususnya masa pra paska saya berjuang membangun relasi dengan allah dalam doa dan tindakan serperti bersih-bersih kebun sambil doa.
Ibu Sulis: Hati memilah – memilih yang kudus dan berdosa
Kekudusan dimengerti seperti kesucian. Untuk mengerti hal tersebut ibu sulis memberikan beberapa contoh. Ketika kita mau berdoa di luar gereja, si pendoa melihat dan menilai dengan hati tentang keadaan tempat tersebut. Kalau tempat tersebut dinilai belum kudus, maka di awal doa pendoa harus meminta kepada Tuhan untuk menguduskan tempat. Dengan begitu Tuhan akan menguduskan tempat, melayakkan orang untuk berdoa.
Contoh lagi, Kalau kita mau makan maka kita memohon agar Tuhan menguduskan makanan. Permohonan tersebut akan menjadikan santapan jasamaniah tersebut menjadi kudus. Hati manusia mampu menilai tempat kudus atau tidak, makanan ini bersih atau tidak, orang itu suci atau tidak. Hati memilah dan memilih yang kudus dan yang kudis dengan bantuan roh kudus. Perlu ketajaman hati dan kedewasaan iman dalam memilah dan memilih yang kudus dan yang berdosa.
Yang sering terjadi dalam penilian atas kesucian dan keberdosaan sering bertitik tolak dari perbuatan yang dilihatnya; peniliaan tidak menukik sampai bagian dalam, hanya bagian luar. Kalau pijakan peniliaan kesucian dan kekudusan hanya berdasarkan kulit luarnya, maka orang bisa keliru menilai. Orang bisa berpura-pura baik, suci dan kudus dengan memegang rosario, dengan memakai salib besar, tetapi itu tidak identik dengan hati suci. Orang mengalami kesulitan untuk mencapai kedewasaan iman, mencapai kekudusan. Orang sering jatuh pada hal-hal lahiriah dalam memahami kehendak Allah dan melihat kenyataan hidup. Maka dari itu diperlukan latihan terus menerus untuk menjadi kudus dengan bantuan roh kudus.
Selama masa pra paska saya, selaku coordinator dua karismatik sungailiat, ibu rumah tangga, dan guru bahasa inggris mencoba melatih berpuasa mengekang emosi negatif seperti marah atau kecenderungan jahat kita. Puasa jenis ini lebih sulit daripada puasa tidak makan daging.
Sugianto: Tidak Ada Manusia Kudus
Wakil Koordinator karismatik St Petrus Lubuk Baja Batam mendefinisikan kekudusan sebagai Allah sendiri. Kekudusan adalah Allah. Allah adalah Kudus. Yang kudus dan yang suci hanya milik Allah.
Manusia mencoba berjuang sejauh ini tetapi manusia belum mampu menjadi kudus seperti Allah. Itu disebabkan oleh karena dalam kehidupan di dunia manusia masih mengalami banyak godaan. Godaan itu datang dari Iblis. Di dunia banyak iblis yang menggoda manusia. Godaan-godaan itu tak mampu untuk diatasi oleh manusia. Manusia banyak jatuh ke dalam dosa karena kalah dengan godaan-godaan dunia.
Jadi walau itu pastor, ulama, pemuka agama manapun selagi masih hidup di dunia, ia belum sempurna. Manusia tidak ada yang suci. Walaupun demikian manusia harus berjuang untuk mengarah kepada kekudusan karena Allah adalah kudus dan menghendaki kita kudus. Untuk mencapai kearah itu saya mencoba berpuasa di rabu dan jumaat.
Saya , selaku wakil karismatik katolik St Petrus Lubuk Baja Batam, pengusaha, dan bapak rumah tangga mencoba mengusahakan berdoa, bersekutu, berkumpul dengan teman seiman untuk saling menguatkan membaca kitab suci, mendengarkan kesaksian orang beriman. Perjuangan mengusahakan kekudusan tidak hanya terbatas di masa pra paska, tetapi berjuang sepanjang kehidupan.
Meri: Kekudusan Itu Hak Orang Kudus
Kekudusan tidak sama dengan kesucian. Suci adalah kata dasar kesucian, sedangkan kudus adalah kata dasar kudus. Pengertian kesucian adalah keadaan ketika kita tidak berdosa di hadapan Allah. Kudus adalah hanya milik orang-orang kudus saja. Sumber kekudusan dan kesucian adalah Allah. Allah yang menjadi titik tolak kekudusan.
Penilian kudus atau berdosa dari orang lain dikarenakan dia hanya melihat atau menilai dari sudut pandang atau ukuran duniawi kita saja, bukan dari Allah. Untuk mencapai kekudusan di masa pra paska dia mencoba pantang berbicara banyak terutama tentang kejelekan orang lain. Paham kekudusan yang lebih menekankan kepada kehidupan nyata kita di dunia sehingga gampang dipahami dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akong: Semua Orang Merasa Tahu Tindakan Benar atau Salah, sehingga …
Kekudusan dimengerti sama dengan kesucian. Kata dasar kekudusan kudus yang berarti suci. Allah adalah sumber kekudusan. Allah mengutus Roh Kudus untuk hadir dan tinggal di dalam hati semua umatnya. Tuhan menjadi sumber kekudusan, Tuhan juga menjadi tolak ukur kekudusan.
Perintah Tuhan ada di dalam Kitab suci. Jikalau kita dapat melaksanakan semua perintah-Nya maka bolehlah kita menyebut diri kudus. Tetapi pada masa sekarang ini sudah sulit sekali untuk mengatakan dan mencari orang kudus atau suci. Penentu kudus atau berdosa adalah Allah.
Di dalam kenyataan hidup sering dijumpai sikap mpenghakiman atas orang lain sehingga ada dikotomi ada orang kudus dan orang berdosa. Banyak orang merasa mengetahui dan mengerti tentang tindakan yang baik dan benar serta yang sesuai dengan perintah-Nya. Padahal untuk kita sendiri sulit untuk melaksanakan supaya dapat menjadi orang kudus.
Jadi karena kita tahu mana benar dan salah, maka apabila ada orang yang bertindak salah, kita langsung menvonis orang tersebut berdosa tanpa mempelajari situasi yang terjadi pada orang tersebut. Dalam pengalaman hidup, ada egois dalam diri kita muncul. Artinya kita selalu membela diri dan menganggap diri sendiri benar dan orang lain salah. Sehingga sangat mudah kita menvonis orang berdosa. Vonis berdosa atas orang lain berakar pada egoisme. Ego diri muncul sehingga ada unsur pembenaran diri sendiri sehingga menganggap diri suci. Padahal untuk menjadi suci sulit sekali dan butuh iman dan pengorbanan luar biasa seperti yang dilakukan oleh orang-orang kudus yang tertulis dalam alkitab. Oleh karena itu kita harus berjuang setiap waktu untuk mencapai kearah itu.
Di masa pra paskah menjadi moment penting untuk melatih diri. Usaha yang dilakukan Akong, koordinator karismatik katolik St Yosef Pangkalpinang adalah melatih tidak menghakimi orang lain sehingga dengan niat tersebut dapat menahan diri untuk tidak menghakimi orang lain.
Priyo: Belum Tentu Orang yang Memegang Rosario sudah Kudus
Kekudusan adalah keadaan hidup seseorang yang sepenuhnya dikuasai kehendak Ilahi, menurut mas Priyo, legioner dari Pangkalpinang. Orang yang kudus itu sadar bahwa ia adalah manusia lemah dan berdosa dan mengakui kelemahan, ketidak berdayaan dan kedosaanya.
Kekudusan berarti hidup sepenuhnya dalam terang ilahi hidup bagi tuhan dan sesama. Ia tidak menyimpan di dalam hatinya kepentingan diri. Ia mati bagi dirinya sendiri dan ia hidup untuk mencintai allah dan sesama.
Menurut mas priyo yang sehari-harinya mengajar bahasa Inggris di SMK Tunas Karya, sumber kekudusan adalah Allah sendiri yang telah memberikan teladan sempurna dalam kitab suci lewat pengajaran Yesus, karya dan kehidupan-Nya.
Juga menurutnya ekaristi adalah sumber kekudusan karena dalam kurban ekaristi itu Yesus mengurbankan diri-Nya dan memberikan diri-Nya seutuhnya untuk menjadi santapan bagi jiwa-jiwa. Dengan menyambut komuni secara layak dan pantas hidup kita dikuduskan oleh Yesus karena ia sungguh-sungguh tinggal di dalam hati kita dan menjadi satu dengan kita.
Tolok ukur kekudusan tidak diukur, dilihat dari penampilan lahiriah seseorang. Belum tentu orang yang setiap hari pergi ke gereja mengenakan pakaian jubah, memakai kalung salib, rosario, aktif ikut kegiatan liturgy, aneka kegiatan keagamaan sudah mencapai kekudusan. Kekudusan adalah masalah hati. Hanya Tuhan yang bisa melihat hati kita.
Tolok ukur kekudusan seseorang bisa dilihat dari perbuatan, sikapnya apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip injil, cinta kasih, ketaatan, kerendahan hati, kebijaksanaan, pengharapan, iman dan kejujuran? Tidak ada yang berhak menentukan kudus tidaknya seseorang kecuali pihak gereja yang secara hati-hati dan bijaksana setelah melalui penyelidikan yang lama memberikan gelar kudus bagi orang tertentu yang telah meninggal dunia dan telah terbukti kesuciannya semasa ia hidup.
Kebiasaan menghakimi orang lain dapat berupa membicarakan keburukan orang lain, menfitnah, dan menganggap orang lain lebih rendah.. Mudahnya kita menyebut orang lain berdosa karena kita melihat apa yang ia perbuat tidak sesuai dengan ajaran kitab suci atau tidak sesuai dengan patokan-patokan yang kita buat.
Orang kadang menganggap diri suci, barangkali karena ia merasa sudah mempraktekkan semua laku kesalehan semaksimal mungkin. Sehingga ia berfikir dirinya sudah mencapai kesucian. Namun ini adalah bentuk kesombongan meninggikan diri.
Mas priyo sebagai seorang legioner dan guru bahasa Inggris di pangkalpinang mau melatih diri untuk mengurangi kebiasaan menghakimi di masa pra paska ini. Ia mencoba untuk memandang orang lain lebih pada sisi baiknya. Sebelum kita mau menghakimi orang lain hendaknya kita ingat bahwa aku pun tidak lebih baik daripada orang lain, jadi karena kita sadar bahwa kita tidak lebih baik dari orang lain maka tidak sepantasnya kita menghakimi sebab penghakiman yang adil hanyalah milik Allah.
Penutup
Pemahaman umat beriman di keuskupan pangkalpinang tentang kekudusan bervariasi. Berdasarkan pengertian tentang kekudusan mereka berjuang untuk mencapai kekudusan seperti Bapa yang adalah kudus. Manusia rindu untuk kembali menjadi kudus seperti awal adam dan hawa diciptakan. Walaupun masih ada saja godaan merasa diri suci atau menghakimi orang lain berdosa. Di masa pra paska, masa agung mereka melatih diri untuk mengendalikan kecenderungan tidak teratur, yang bersifat emosi dan spiritual. Semoga dengan bantuan Roh Kudus kita semakin kudus. (Titus Budiyanto, Wisma Keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang, 5 April 2007)