Mengabdi Dua Tuan

Wisma keuskupan Jalan Batu Kaldera XXI N0. 545 A Pangkalpinang 33147 

Uang lagi lagi uang. Konon uang bisa bikin mabuk kepayang. Konon kabarnya uang bisa bikin lupa daratan. Konon kabarnya uang bisa bikin pusing kepala. Konon kabarnya uang bisa bikin keranjingan. Konon kabarnya uang bisa bikin orang gila. Konon kabarnya uang bisa bikin orang tak kenal belas kasih. Konon kabarnya uang bisa bikin linglung orang. Uang lagi tagi uang.

Jumaat, pukul 16.00 wjb 22 September 2001 saya duduk di depan rumah bersama dengan empat mudika dan seorang ibu. Saya menemui mereka untuk berbincang-bincang. Di tengah perbincangan kami, seorang bertanva kepada saya,”Apakah kau belum menikah?”  Mendengar pertanyaan tersebut hati saya geli. Maunya ketawa ngakak.  Bagaimana saya tidak ketawak? Perasaan geli itu kutahan.

Orang mudah tersinggung di tahun 2001.  Saya tidak mengecewakan sang ibu saya balik bertanya,”Apakah anak ibu bersedia menjadi pasangan hidup saya? Atau ada tawaran jodoh menarik?”

Jawabnya,”lha anak jaman sekarang tidak mau dijodohkan aleh orang tua. Mereka maunya memilih sendiri pasangannya. Jadi kau mencari pasangan sendiri yang serasi..” 

Ada beberapa calon bisa menikah dan bisa menjadi pastor. Dengan demikian sang pastor bisa menikmati sorga dunia dan surga sejati. Dengan demikian sangat mungkin kita bisa bersatu lagi dengan pengikut Kristen – Luther, Calvin, dan lain-lain. Tetapi gereja katolik tidak memperbolehkan pastor kawin. Diakon pun juga tidak kawin. Mereka tidak menikah demi kerajaan Allah.

Wah keren, demi kerajaan Allah! Adalah sangat masuk akal gereja mempertahankan tradisi. Kalau pastor mempunyai istri dan anak, maka sangat mungkin pastor lebih mengutamakan anak dan istri saya. Saya pasti berjuang mencari uang demi anak dan istri dan bukan berjuang demi umat. Perhatian pertama adalah keluarga dan yang kedua barulah umat.

Dalam perjuangan hidup mencari uang tentu dan so pasti kita bersaing dengan anak-anak dunia yang seringkali licik, tak jujur dan tak berperikemanusiaan. Tidak jarang di masyarakat kita temui anak-anak dunia yang berebutan kursi – kedudukan – yang ujung-ujungnya juga mencari uang. Dalam perebutan kursi – kedudukan – orang tidak segan-segan mengorbankan orang lain. Kita bisa melihat bahwa orang lemah seringkali menjadi tumbal ambisi para penguasa yang berebutan kursi empuk. Atau mungkin ambisi-ambisi kita juga sangat mungkin tidak jauh seperti sang penguasa yang kita tuding? 

Amos mengeritik secara tajam orang-orang yang menghisap sesamanya yang miskin, lemah. “Dengarlah hai, kamu yang menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang sengsara negeri ini … dan kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu …

“Tuhan telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: Bahwasannya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” 

Uang lagi lagi uang. Uang panas bikin kita tak mampu berkenan di hadapan Allah. Saya sungguh sangat paham sekali sifat wanita yang sakit ini.”Wanita sangat tidak suka dimadu oleh kekasihnya.” Habisan kalau dimadu itu nggak enak. Nggak enaknya perhatian kekasih kita terbagi. Cinta kekasih kita terbagi. Nafkah kita terbagi. Semuanya terbagi menjadi dua. Padahal wanita itu maunya diterima, diperhatikan, dicintai disentuhnya. Jadi tak mungkin cinta sejati kita terbagi menjadi dua. Allah itu tuan kita. Sang tuan, kekasih kita. Kekasih kita itulah yang kita sembah.

Demikian juga Allah kekasih kita juga tidak mau dimadu oleh kita. Allah menuntut kita untuk mencintai-Nya secara total agar perhatian kita hanya melulu tertuju kepada Allah. “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena bila demikian ia akan membenci yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.” Nah kalau kita mampu mencintai Allah maka kita juga harus mampu mencintai sesama kita. Sebagai perwujudan cinta kita kepada sesama kita, kita harus meluangkan waktu untuk mendoakan sesama – negara kita, para pemimpin negara, dan lain-lain kita dan dengan hati yang jujur kita tidak seenaknya menginjak-injak sesama kita. 

Saya tidak yakin manusia yang tidak mengenal belas kasih kepada sesama bisa mencintai Allah. Saya tidak yakin manusia yang tergila-gila oleh harta kekayaan yang tidak halal, doanya mampu menembus hati Allah. Saya tidak yakin orang-orang yang sering mengorbankan sesamanya mampu berhubungan intim dengan Allah.

Uang lagi lagi uang. Semoga kita mampu menjadikan harta (uang), kedudukan menjadi sarana untuk pelayanan dan kemuliaan Allah?

 

Tinggalkan Balasan