Jiwa jiwa Yang Haus dan Lapar

Purisadana, rabu 10 april 2019

Bagaimana mungkin banyak sekali jiwa jiwa kehausan dan kelaparan. Muka muka tergurat murung lesu loyo : mati tidak, hidup juga tidak. Sekalipun ribuan kata kata teruntai indah dari pengkotbah, juga tidak menyalakan api jiwa. Semakin indah dan membumbung ke angkasa bahasa bahasa teologi dan filsafatnya, juga tidak membangkitkan hati mereka.

Banyak orang hendak memaksakan kehendak dan pemikiran mereka tetapi mereka tidak nyambung. Semakin tinggi tingkat intelek logika berfikir semakin bingunglah jiwa jiwa itu. Dalil dalil logika berfikir kadang berbeda dengab logika jiwa atau rohani.

Cinta tulus, iman dan harapan adalah bekal berkomunikasi dengan jiwa jiwa yang haus kelaparan. Hadir tanpa kata kata indah. hadir tanpa logika berfikir. Hadir tanpa banyak metode homilitika. Hadir tanpa membawa gelar atau kedudukan. Hadir tanpa menunjukkan segunung emas. Kehadiran penuh kasih, empati dan iman menggerakkan jiwa jiwa yang haus dan kelaparan.

Tatkala kasih tanpa pamrih memandang mereka. Ketika mata tanpa menghakimi mereka. Ketika otak tanpa mengingat ingat kejadian masa lalu mereka. Ketika hati mendekap apa adanya mereka dengan keberdosaan nya .

Hadir atas nama kasih yang agung. Di sini jiwa jiwa bangkit bersorak sorai. Mata mereka berubah. Mata mereka berninar. Mulut mereka bersorak sorai memuji Allah. Duka cita berubah menjadi suka cita.

O betapa banyak jiwa jiwa malang di dunia. Begitu banyak dibutuhkan hati tulus penuh kasih dan iman untuk mereka.

Betapa indah sekiranya bumi dipenuhi dengan jiwa jiwa yang penuh sorak sorai memuji Allah.

Pastor melangkah meninggalkan mereka dalam suka cita dan masuk dalam ruangan yang lain. Orang hidup juga memerlukan maknan jasmani. Saya makan bersama dengan ibu dan saudara.

Saat terjaga dari tidur, perut keroncongan dan dahaga. Ternyata semua itu hanya MIMPI.

Tinggalkan Balasan