Tidak ada yang bisa menandingi kasih Tuhan, Dia menyerahkan Putera tunggal – Nya agar kita mendapatkan keselamatan.
Saya sempat terkejut ketika seorang pertapa memaparkan bahwa setiap kali kita memakan lauk hewan apapun kita sudah mengorbankan nyawa hewan itu. Berkat pengorbanan nyawa ayam kita menjadi sehat. Berkat pengorbanan nyawa babi, tubuh kita menjadi kuat, berkat pengorbanan nyawa sapi atau ikan , kebutuhan protein tercukupi. Karena pengorbanan nyawa maklhuk hidup maka kita bisa berkembang dari bayi, anak anak , remaja tua, dan akhirnya baru mati.
Nah , saya khan sudah vegetarian dan enggak pernah mengorbankan nyawa makluk hidup.”
Benerkah? Bukankah hampir setiap hari kita makan nasi, sayur dan merebus air untuk membuat kopi atau teh, saat air mendidih, ribuan mikroba sudah berkorban untuk kita sehingga kita bertumbuh kembang.
Bener juga ya jika persepsi kita demikian, setiap hari banyak maklhuk hidup sudah mengorbankan nyawanya untuk hidup kita.
Jadi saya bisa lebih mudah memahami betapa luarbiasa Yesus mengorbankan nyawa – Nya, supaya kita hidup lahir dan batin.
Wah wah apakah selamanya saya maklhuk hidup dan Tuhan yesus mengorbankan diri selamanya untuk saya? Apakah ada rasa syukur atas kasih Allah melalui berbagai macam peristiwa? Banyak maklhuk hidup dan Yesus sendiri sudah memberikan teladan demikian, kapan kita mulai mengorbankan nyawa kita untuk sesama maklhuk hidup dan Tuhan?
Kadang atau banyak acapkali ego membuat perilaku kita demikian : cukup maklhuk hidup dan Yesus berkorban untuk saya selamanya asal jangan aku. Duileh egois banget! Hanya dengan mematikan ego / mengeluarkan ego dari ruang hidup dan menjadikan yesus atau Allah sebagai pusat hidup , kita baru berani berkorban untuk sesama, Tuhan dan selalu bersyukur atas segala hal.