Integritas

jakarta, 17 maret 2011

Hari kamis pastor berangkat bersama dengan dua keluarga yakni keluarga bapak win – silvia dan bapak sungkono – lenny. Kami memilih makan di salah satu restoran mie daging sapi di jalan mangga besar Jakarta pusat. Pak sungkono bersama rombongan masuk ke restoran memesan makanan, sedangkan pastor dengan bapak win menuju ke tempat penjual duren di depan restoran tersebut.

Setelah kami duduk, pak win meminta si penjual untuk memilihkan durian medan berkwalitas manis bercampur pahit. Si penjual segera mencarikan durian untuk kami berdua. “Ini pasti manis! Silahkan memakannya!”

Kami berdua segera memakan durian yang sudah dibuka di atas meja. Iklan manis pahit penjual duren baru teruji setelah lidah kami mencicipinya. “Wuah ternyata hambar!” ketika ikan si penjual berbeda dengan apa yang kami rasakan, membuat kami kecewa. Merasakan betapa hambar si durian pilihan si penjual, kami protes, “kok hambar?”

Si penjual memilih-milih durian. Sekali waktu ia memukul-mukul durian atau menciumi durian. Sikapnya seolah mau meyakinkan pembeli bahwa dirinya sungguh professional di bidangnya. “Nah silahkan dimakan! Kalau yang ini tidak manis, maka anda tidak perlu membayarnya!”

Melihat keyakinan si penjual, kami segera melahap durian di hadapan kami. Karena kami pikir jika durian enggak manis maka enggak dibayar. Wuah betul. Ternyata enggak manis! “Lha ini juga enggak manis juga.” Ujar pak win.

Melihat berulangkali iklan si penjual hanya manis di bibir, kami akhirnya berpindah di lain tempat. “berapakah mas?” Tanya pak win. Si penjual bilang, “oh Cuma 40.000/butir mas! Dikalikan saja yang mas makan!”

Pak win cengar cengir sembari kami beradu pandang. Setelah kami membayar durian, kami berpindah tempat di sebelahnya dengan merk lain. Pengalaman di tempat ini juga tidak jauh berbeda dengan pengalaman pertama.

Pak win dan pastor titus merasa kecewa karena ucapan si penjual berbeda dengan kenyataan. Ketika kita bertutur kata berbeda dengan perilaku kita tentu bisa mengecewakan orang lain. Nasehat kakek, “milikilah integritas! Konsistenlah dengan nuranimu, nak!”

Tinggalkan Balasan