Purisadhana, 24 oktober 2010
Sekelompok ayam kampung dikurung dengan pembatas jaring seluas 10 x 15 meter2. Setiap hari jam 8 dan 16 wib mereka selalu diberi makan jagung, dedak, konsentrat, kelapa, terkadang singkong, sisa sayur-sayur mentah seperti bayam, caosim, daun pepaya, dll. Sekalipun mereka sudah kenyang diberi makan oleh tuannya setiap hari, minuman bervitamin, tempat yang elok namun mereka masih saja keluar kandang untuk mencari makan di luar kandang sejak pagi hingga petang. Kisah ayam ayam tersebut mengingatkan anak anak tetangga pastor. Sekalipun orang tua sudah memberi rumah megah, pakaian mewah, makanan berlimpah, susu dan madu tersedia setiap hari, namun anak anak itu suka jajan di luar rumah: penjaja makanan di tepi jalan di depan sekolah, di restoran restoran terkenal, dan lain-lain. Dalam sebuah percakapan dua orang bapak di kedai kopi seorang lelaki tua sembari menyeruput kopi berujar,” apa yang mendorong anda jajan di warung ini?” Kawannya yang berkumis tebal menerangkan, “bagaimanapun juga masakan di rumah itu perlu. Jajan juga perlu. Dua masakan berbeda menghasilkan perbedaan rasa. Jadi tidak cukup kita hanya makan satu rasa masakan.” Apakah setiap orang memiliki persepsi yang sama dengan bapak itu atau justru sebaliknya? Makanan di dalam atau di luar menimbulkan perasaan senang sekejap. Yang namanya perasaan itu bersifat sekejap mata. Jadi jelas bahwa semakin mengejar rasa makanan sekejap di dalam atau di luar, orang tidak mampu menemukan kepuasan-kebahagiaan. Semoga kita mampu menemukan makanan yang mampu membahagiakan kita selamanya. “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus. Namun barang siapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi. Barang siapa makan makanan duniawi, ia akan lapar. Namun barang siapa makan makanan sorgawi, ia akan kenyang selamanya. Makanan ku adalah sabda.”