Keheningan

Purisadhana, 19 juli 2010

Sebagian besar para peserta retret tidak betah berada di tempat keheningan. Padahal Yesus beberapa kali berdoa justru mencari di tempat sunyi – hening. Faktor apa yang menyebabkan semua itu?

Kita terbiasa sejak dari bangun tidur hingga menjelang tidur dicekoki dengan ribuan suara dari media elektronik atau koran. Ketika orang dicekoki dengan aneka suara tersebut otomatis manusia merespon dengan berfikir atau berdialog dengan sumber suara. Kebiasaan inilah menjadi akar pemicu manakala orang berada di keheningan.

ketika orang sudah berada di tempat sunyi, maka otomatis indera atau kebiasaan berjalan otomatis. Orang otomatis berjuang menjejali dengan ribuan suara atau dirinya sendiri berbicara untuk memecahkan kesunyian sebagai pengganti suara. Jika kebiasaan bicara atau dicekoki itu diredam maka orang merasa menderita.

Pastor paus budiwijaya almarhum pernah bilang,”di dalam keheningan kita berhadapan dengan diri kita yang paling lembut atau kasar, diri kita yang jahat atau saleh. Umumnya orang lari dari kenyataan. Dia tidak berani melihat kelemahannya sendiri untuk diproses oleh Tuhan”

Padahal justru melalui tahap kontemplasi, keheningan memproses orang untuk menjadi serupa dengan Dia. Justru hanya dengan berani menghadapi diri sendirilah dalam terang Tuhan, kita meminta tolong Tuhan untuk memurnikan kelemahan kita.

Purisadhana di bawah bukit sangat sunyi. Lembah dikelilingi pepohonan besar cepat menghantar manusia berjumpa dengan Tuhan.

Tinggalkan Balasan