Itu Wine

Pertapaan, 1 Juli 2009
Saya sering mendapatkan perlakuan yang menyakitkan hati, meskipun saya menolong. Tapi harus bisa memaafkan. Ini kadang terasa berat. Sulit ini. Saya sudah serahkan kepada Tuhan, biar Tuhan menjamahnya. Saya berusaha tidak mengingatnya. Kalau mengingat salahnya terus bisa marah-marah gak abis-abis dan sakit hati.

Masuki tubuh orang itu, pahami cara pandang dia (dunia dia). Apapun perilaku bisa dipahami dari sisi dunia orang itu. Temukan intensi baik di balik perilaku , yang tidak anda setujui dan saudara-saudarimu setujui. Setiap perilaku pada umumnya mempunyai intense baik, walaupun perilakunya sering kurang bisa diterima oleh banyak orang.

Memahami sih sudah ya tapi untuk membuat dia tahu bahwa dia itu salah, gimana caranya? Dia mau menang sendiri. Dia Cuma berkomunikasi ama saya saja, dengan yang lain bentrok semua. Maksud saya agar dia itu introspeksi diri. Mengapa semua sodara gak suka dia. Semua saudara diajak rebut. Justru ama bapak aja yang masih dia ajak bicara. Kalau diikutin, dia nuntut lebih dan lebih lagi. Padahal kita mau mengimbangi dan damai aja.

Buatmu pasti bisa menyelami dunia dia, karena kau sering menghadapi banyak orang dengan segala macam masalah tetapi buat saya gak mudah untuk melakukan hal itu. Sudah banyak cara kok masih gak bisa mengubah dia. Maksud saya mengubah dia yakni biar bisa damai dengan saudara dan keluarganya. Kalau dia mau introspeksi diri, kenapa yak ok semua tidak cocok dengan dia, begitu banyak orang. Berarti yang gak beres khan dia. Tetapi dia tetap ngotot yang paling bener dan sama sekali tidak mau denger orang mau bicara apa. Contohnya: dia main ke rumah anaknya. Terus dia ikut ngatur pembantu, sopir, sampai rebut. Anak diancam pilih mereka atau dia. Padahal pembantu dan sopir tidak ada masalah sebelumnya. Kenapa dia ikut campur rumah tangga orang meskipun itu anakkan sudah berkeluarga.

Perubahan harus dimulai dari diri sendiri dalam memandang persoalan, mendengar persoalan, merasakan persoalan, mengecap persoalan, memikir persoalan. Sekiranya hasil penglihatan, pendengaran, perasaan, pemikiran, pengecapan, pembauan adalah perasaan menyakitkan hati, maka evaluasilah diri. Coba untuk membantumu, ini apa? (saya mengirim foto botol ice wine berisi tea kepada dia)

Itu wine tinggal separoh.

Apakah kau yakin dengan jawabanmu itu?

Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.

Kau tadi berkata, “ itu wine tinggal separo.” Dan kau yakin akan hal ini karena kau yakin terahadapku. “Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.” Padahal dilihat, dirasa, dikecap, dibaui itu bukan wine. Realitas sebenarnya adalah botol ice wine berisi tea. Nah, botol berisi tea tersebut ibarat saudarimu.

He he iya ya

Pandanganmu terhadap dia adalah seperti tuturanmu di atas di awal pembicaraan kita (atau ibarat kau gambarkan wine separo padahal botol wine berisi tea). Nah ternyata gambaranmu tidak sesuai dengan realita orang itu sekalipun ada kebenaran di dalamnya. Saya menjadi lebih mengerti atas hasil penilaianmu bila saya memahaimi persepsimu bahwa “ “Ya saya yakin karena kau mengirimkan kepadaku.”. Kau mempunyai keyakinan dan keyakinanmu menghasilkan gambaran kurang sesuai dengan situasi real botol wine berisi tea. Demikian juga saudarimu tersebut juga memiliki segudang keyakinan, pengalaman, agama, religiositas, identitas. Semua itu mempengaruhi perilakunya.
Saya agak plong sekarang. Oke berlimpah terimakasih.

Read 2 comments

  1. “Hormatilah Tuhan dengan saling menerima, seperti Kristus telah menerima kamu” Roma 15:7

    Kunci hubungan sesama yang harmonis adalah saling menerima. Setiap orang adalah pribadi yang unik, yang memiliki sifat yang berlainan. Jika kita bisa menerima keberadaan orang lain dengan segala sifat dan perilakuknya, maka tidak ada lagi rasa ketidakpuasan atas segala perilakunya. KArena setiap perilaku mempunyai intensi yang baik. Tuhan saja bisa menerima kita yang begitu aneka ragam sifat, maka Dia juga meminta kita untuk bisa menerima orang lain. Menerima orang lain berarti menghargai setiap orang yang diciptakan. Mereka sangat bernilai karena alasan itu. Dalam mengasihi Dia, kita harus mengasihi mereka yang Dia kasihi dan menerima mereka yang Dia terima.

Tinggalkan Balasan