Keuskupan Pangkalpinang, 22 Mei 2009
Acing, Saya mengurus sendiri segala sesuatu
Acong: Sendiri? Kau mengurus sendiri Anak, keluarga, keuangan, rumah dan lain-lain?
Acing: rumah, keluarga. keuangan.
Acong: Selama ini yang mencari uang siapa? apakah kau juga yang mencari uang?
Acing : Ya semua… Hanya kerja yang gak.
Acong: Waktu kau pergi ke gua Maria yung Fo atau ke tempat lain apakah kau juga membawa anak? Apakah pembantu dan suster hanya menjadi penonton di rumah?
Acing: iya juga, mesti kita yang atur.
Acong: Apakah kau mencuci gelas sendiri? Apakah kau mencuci pakaian sendiri? Apakah kau mengepel lantai rumah sendiri? Bukankah mereka dikerjakan oleh pembantu dan suster? Jika demikian kau mempunyai rekan dalam mengurus rumah tangga
Acing: Iya la . Ampun deh… Maksudnya ku dak kepegang urus hati Yusuf , urus kesehatan, sekolah sudah keteter… Gitu bosss. Yusuf Aktif. Pikirannya jauh. Dia gak bisa diurus. Pembantu urus yang kecil, dek dek… Ku juga gak sanggup, makanya sekarang mau lebih focus ke pengembangan hati daripada mendidik anak.
Acong: Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu pada Yusuf atau Kau tak bisa menundukkan egomu sendiri? Kau posisikan Yusuf anak kandung atau anak orang lain
Acing: Iya nanti dicoba. Lebih baik. Anak sendiri la. Aset. Besar. Sangat Penting. Hanya saya gak sabar. Ngurus nya.
Acong: Nah kau menyadari bahwa kau gak sabar. Berarti kau sudah menemukan letak persoalan di kamu dan bukan di Yusuf.
Acing: Selama ni semua sesuka hati saya gak ada yang atur, terlalu bebas, kadang jadi keenakan. Ku tidak mampu, dan kesulitan juga. Tidak lah. kini ku sudah mau benar-bener berusaha. Paling tidak jangan marah-marah lagi. Mau lebih manis, sabar kaya pastor. Sebenarnya jiwa saya yang rusak. Dalam bayangan terakhir saya meliat orang gila, tetapi langsung saya rapikan… Saran pastor memperbaiki diri sangat membantu.
Acing: Mau tahu lagi, jadi anak paling kecil, gak enak… Diremehkan terus… dibesarkan oleh orang tua tiri dengan lima anak sangat kentara perbedaan mendidiknya. Jadi gak percaya diri. Rendah diri, tidak ada motivasi.
Saya kurang kasih sayang. Orang tua cuek. Mereka masa bodoh terhadap semua anak. Mereka sibuk terhadap urusan diri sendiri. Saya adalah paling kecil dari 4 kakak tiri. Mereka sering diremehkan oleh mereka. Mereka lebih berkuasa, lebih mampu. Mereka orangnya sok dan berkuasa. Mereka sangat memposisikan tinggi. Saya tidak berdaya. Saya sering disalahkan dan dicemooh oleh mereka. Mereka sering memaki, “Elu bego sekali! Kau anak Tuhan atau anak kampong?” Saya serba salah. Saya bingung selama hidup dengan mereka di rumah mereka (orang tua tiri dan kakak-kakak tiri). Karena saya diperlakukan seperti itu, waktu kecil saya sudah bertekat bahwa kalau saya punya anak, saya tidak mau meninggalkan anak. Tetapi saya justru saya memperlakukan Yusuf seperti dulu saya diperlakukan oleh mereka.
Acong: Jadi kau menyadari persoalan pribadimu berimbas ke Yusuf. Menyimak latar belakang masa kecilmu dan kondisi seperti itu, maka siapa yang perlu introspeksi dan memperbaiki diri, kau atau Yusuf?
Acing : Maka dari itu prioritas saya adalah pendidikan hati untuk kedewasaan dan penyembuhan diri.
Acong: Oke bagus sekali, kau sudah menyadari masa lalu. Masa lalu mempengaruhi perilakumu sekarang di dalam mendidik Yusuf. Sejarah hidup kecil di dalam keluarga tiri, terulang lagi di dalam diri Yusuf, yang adalah juga anak tiri. Petiklah hikmah masa lalumu, yang pahit untuk kemajuan pendampinganmu terhadap anak tirimu, Yusuf. Jika kau menempatkan Yusuf sebagai anak tiri, maka besar atau kecil menyeretmu ke masa lalumu. Bahkan sikapmu terhadap kedua anakmu jelas sangat berbeda. kau justru memilih mendampingi intensif Yusuf dan menyerahkan anak kandungmu , si kecil kepada suster.
Acing: tidak. Sama aja, karena Yusuf lebih susah diatur… Tidak lah, intinya saya gak pintar mengurus anak…
Acong: Tadi sebelumnya kau mengatakan bahwa kau kurang sabar, rendah diri, kurang PD, diremehkan dan lain-lain. Kecenderunganmu tersebut berimbas terhadap keluarga dan relasi dengan sesama. Kau sering memaksakan kehendakmu terhadap Yusuf?
Acing: justru saya lebih dekat dengan Yusuf, Dia tidak memakai suster untuk merawatnya.
Acong: Kau tidak menjawab persoalan, tetapi kau cenderung membela diri atau tidak menyadari letak persoalan ada pada diri, dan bukan pada orang lain.
Acing: ya ku tidak pintar mengurus anak. Aku hanya tahu teori. Jiwa dari kecil tidak terlatih untuk bekerja.. Tahu enak-enakan doing. Aku adalah Anak bawang.
Acong: Anda mempunyai 2 anak. Di pandanganmu, kau hanya tidak bisa mengurus Yusuf tetapi kau bisa mengurus dek-dek. Berarti kau pintar mengurus anak. Hanya saja apa yang membuatmu lebih fokus mendidik dan mengurus Yusuf, anak tiri daripada dedek , si anak. Yang mengherankan pastor adalah apa membuatmu tega menyerahkan anak kandungmu kepada pembantu untuk mendidiknya. Apakah kau merasa tidak mampu mengurus Yusuf dan si kecil? Atau kau sengaja mau mengulang sejarah hidup?
Acing: Filosof kosong yang salah saya tangkap. Keadaan keluarga orang tua tiri saya yang aneh. Keluarga dimana saya diasuh, membuat tidak ada cinta buat saya… Baru Ini aku mengetahui rasa sayang dan cinta kasi. Bodoh ya? Itulah yang terjadi. Yang ada hanya kebenaran saya dan orang lain adalah salah. Habis mau bagaimana. Saya mesti berbenah jiwa saya yang rusak terlebih dahulu daripada nanti semua ikut rusak.
Acong: Kau tadi mengatakan bahwa “kau adalah anak terkecil/bungsu dalam keluarga. Nggak enak. Kau juga bilang bahwa kau Diremehkan terus… Tapi sekarang saya uda enak. Jadi tidak percaya diri. Rendah diri.” Nah setelah kau menyadari bahwa persoalan ada padamu yakni rasa rendah diri dan jiwa terganggu (rusak), disepelehkan, apakah kau masih tetap ngotot bahwa Yusuf sulit diatur atau kau perlu memperbaiki diri?
Acing: lebih ke saya yang mesti dibenahi… Saya harus menerima sesuatu yang pahit. Saya mengetahui penyebabnya. Saya lebih percaya diri sekarang. Sekarang setelah saya mengerti bahwa masa lalu saya, menerima dan memetik hikmahnya saya menjadi lebih sabar, hari-hari diwarnai dengan senyum.
Acong: Bagus sekali kau sudah menyadari bahwa “Habis mau bagaimana, saya mesti benah jiwa saya yang rusak Dulu… dari pada nanti semua ikut rusak.” Jadi titik persoalan sekarang terletak padamu atau kedua anakmu? Wow, bagus kalau kau menyadari bahwa kau perlu membenahi diri
Acing : Tahu
Acong: Sebelum kau pergi, apakah kau mencintai kedua anakmu atau kau membencinya sehingga kau serahkan pendidikan anak kepada suster dan kau menyalahkan Yusuf si sulit di atur
Acing : Iya saya sudah tahu, makasih.
Gajah di pelupuk mata merupakan gambaran yang tepat bagi setiap orang yang pernah mengalami permasalahan dalam pribadi manusia..
Disadari atau tidak disadari sebagai manusia cenderung melukai orang lain ketika mereka terluka. Seperti luka berbuah luka…
Hal ini dapat disadari sebagai sebuah pemulihan bagi diri sendiri, tindakan pembenahan diri agar tidak lagi mempersalahkan orang atau lingkungan atas apa yang pernah menimpa dalam kehidupan apalagi melukai orang lain.
Luka harus disadari sebagai sebuah saat tepat untuk segera diobati…. luka yang dibiarkan menumpuk akan membentuk manusia menjadi pribadi yang cenderung melukai, memegang ego, merasa benar akan tindakan yang melukai orang dan lingkungan.
mungkin sadar atau tidak sadar, luka membentuk karakter manusia, membentuk perilaku….
Apakah manusia yang menyadari terluka akan dengan rendah hati dan rela untuk mengakui kelemahan dan rasa perih karena luka? Apakah manusia mau untuk membenahi diri? apakah manusia mau untuk berusaha dengan sepenuh hati untuk merubah situasi ini??
Agar tidak ada lagi yang terluka… tidak ada lagi yang menjadi korban…. tidak ada yang tersakiti….
Manusia yang menyadari dirinya terluka akan melakukan pembenahan diri untuk memandang segala sesuatu secara positif. Bahwa semua hal yang terjadi hanyalah sekedar PROSES PEMBENTUKAN…
Suatu Proses yang mungkin tidak mudah untuk dilewati apalagi dirasakan sebagai anugerah. Tapi peganglah keyakinan bahwa hidup bukanlah sebuah kebetulan, bahwa orang-orang yang kita jumpai bukanlah sebuah kebetulan, bahwa peristiwa pedih yang melukai bukanlah sebuah kebetulan, bahwa segala sesuatu yang terjadi dan ada bahkan dimiliki bukanlah sebuah Kebetulan, tapi semuanya merupakan pemberian berharga sebagai PROSES PEMBENTUKAN dari pribadi manusia. Sebab Tuhan punya rencana.
Manakala manusia bisa memetik nilai positif dari setiap peristiwa pahit yang melukai, maka ia akan dipenuhi kebahagiaan. Karena setiap peristiwa menjadikannya belajar mengerti dan memahami, membentuk karakter yang lebih kuat dari apapun, menjadi sebuah karya bentukan ALLAH yang istimewa.
Jadi maukah manusia dengan rendah hati, rela dan positif melihat berbagai peristiwa…. Mannusia yang bijak akan berhenti untuk mempersalahkan SIKON, berhenti mempersalahkan kehidupan dan berhenti mempersalahkan TUHAN.
Peganglah keyakinan, sadarilah kelemahan dan jujurlah pada diri sendiri.
sebab manusia tidak ada yang sempurna, tidak ada kesempurnaan di dunia. Maka terimalah hidup dan peristiwa sebagai warna yang menghiasi kehidupan yang sebenarnya singkat.
Maka kesadaran yang membuahkan pembenahan diri adalah sebuah pilihan bijaksana. Manusia belajar dari pengalaman agar mengerti dan membentuk karakter yang lebih baik lagi.
Amin
“Jadi maukah manusia dengan rendah hati, rela dan positif melihat berbagai peristiwa…. Mannusia yang bijak akan berhenti untuk mempersalahkan SIKON, berhenti mempersalahkan kehidupan dan berhenti mempersalahkan TUHAN.” makasih chaterin
Komentar Catherine bagus sekali, mungkin ada yang berpendapat….ahh itu kan teori, menurut sy dalam pengalaman mendidik anak memang benar, harus punya kesadaran, mengenal jiwa anak untuk mengarahkan agar terbentuk karakter yang lebih baik. Sy akan berbagi sedikit dalam mengenal dan mendidik anak.
Sepertinya anak sy(A) tidak jauh berbeda dgn Yusuf, sangat aktif dan mempunyai pikiran lebih dari umurnya.
Umur 3 bulan kami ajak ke mall(dengan kereta bayi), kami sempat kaget ketika pramuniaga toko berkata…ihh lucu masih bayi sudah ngerti lagu, ternyata A menggoyangkan ujung jari kaki seirama dengan musik. Sejak awal memang kami biasakan tidur dengan iringan musik, tanpa digendong.
Mulai bisa berbicara, meskipun kurang jelas melafalkan kata, A bisa menyanyikan 1 kaset(jadul) side A dan B.
Umur 4 tahun minta les musik sampai grade 5, terhenti karena aktivitas sekolah. Kamipun tidak mengharapkan dia jadi pemusik handal, biarlah semua mengalir seperti air.
Sifat A keras, dengan musik mulai berubah sedikit lembut dan timbul kepekaan, ego terkikis. Percaya diri mulai timbul dan bisa berpartisipasi dalam kegiatan disekolah/universitas.
Kebanyakan orang tua menekankan terus untuk belajar dan belajar terus. Memang penting sekolah tapi tidak seluruh waktu untuk belajar, ini yang membuat anak jenuh, stres dan melampiaskan dengan perbuatan aneh2 yang menjengkelkan ortu.
Ada baiknya dilakukan pembagian waktu. Kenali jiwa/hobby anak, apakah hobby olahraga, melukis, musik dll bahkan sekarang hampir melanda semua anak yaitu hobby games.
Ini juga bagus hanya perlu dibuat kesepakatan, boleh main games akhir pekan, bonus main kalau nilai ulangan bagus.
Kita cari celah yang baik untuk anak agar sekolah tetap di nomer satukan sebab penting untuk hari depan.
Perlu diingat juga jangan menuntut anak harus begini dan begitu sebab Tuhan menciptakan manusia itu sesuai dengan kodratnya dan memberi yang terbaik pada semua ciptaanNya.
Seseorang sukses tidak berdasarkan gelar berjejer, contohnya ayah sy sendiri, Bob Sadino(pemilik Kem’s Chick) dan masih banyak yang lain. Perlu tekun dan tekad untuk sukses.
Marilah kita didik anak kita sesuai dengan apa yang Tuhan berikan dalam dirinya agar menjadi anak yang baik, sukses dan peka terhadap sekelilingnya. Syukur kalau bisa mengharumkan nusa dan bangsa, ini anugerah Tuhan.
Bisakah seorang anak memilih untuk terlahir dari ibu sesuai dengan yang dia kehendaki????
Dalam hidup ini ada hal yang kita bisa pilih tapi ada hal juga yang harus kita terima sebagaimana adanya seperti kelahiran.
Setiap manusia adalah unik, tidak ada manusia yang sama sekalipun kembar. Semua ada keunikan tersendiri. Itulah kehebatan Tuhan ya????
Anak adalah anugerah dari Allah. Berbahagialah kita yang dipercaya Allah untuk melahirkan dan membesarkan anak-anak.
Tugas kita sebagai orang tua yang dipercaya dan “diberi titipan” adalah mendidik dan memperkenalkan serta memberi teladan agar bila saatnya tiba kita harus mempertanggung jawabkan semuanya kita harus siap, bagaimanapun situasi dan kondisinya.
Ibu ACing yang menyadari kekeliruan adalah merupakan langkah awal dalam proses tersebut. Tinggal selanjutnya bagaimana ibu mengelola kejiwaan ibu yang merasa kewalahan menghadapi anak (Yusuf), dengan kasih dan pengertian akan kekurangan kita sebagai manusia yang lemah. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah kesadaran. Kesadaran akan kekeliruan dan keberanian untuk mengambil keputusan untuk berubah adalah kunci dari suatu kesuksesan. Proviciat untuk ibu Acing yang sudah menemukan sumber dari permasalahan dan keputusan untuk berubah. Semoga berkat rahmat Tuhan segalanya akan menjadi indah.
ilmu yang saya dapatkan dari seorang pertapa, berbicara dari hati, pendekatan dari hati akan memperbaiki komunikasi ….