Menimba Kasih Allah

Kamis, 16 April 2009

Ketika kita mampu mencapai titik temu antara citra Allah dengan Allah maka kita bisa menimba kasih Allah.

Apakah kita sudah menyediakan waktu untuk memasuki kuasa KasihNya?

Read 2 comments

  1. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. Yohanes 13 : 34-35.

    Tuhan sangat mengasihi semua ciptaanNya, secara utuh tanpa syarat, meskipun ciptaanNya penuh kekurangan dan kelemahan. KerinduanNya yang terbesar adalah agar kita mengasihi dengan cara yang sama. Pertama-tama Dia meminta kita untuk balas mengasihiNya, dan kemudian mengasihi orang lain. Dengan mengasihi, kita menunjukkan bahwa kita adalah anakNya; menunjukkan siapa kita dan apa yang membentuk kita. Hal ini menyenangkan Bapa Surgawi lebih daripada semua pekerjaan besar yang dapat kita lakukan demi Dia. Hiduplah untuk menyenangkan Dia dengan mengasihi sesama. Buah-buah kasih sudah terbentuk dan tertanam dalam diri setiap kita, maka mulailah belajar mengasihi dan kembangkan kasih itu dalam setiap langkah hidup kita. Tuhan memberkati.

  2. Ketika kita berniat mengasihi, maka kita harus siap untuk berkurban. Pengorbanan yang tulus akan menguduskan orang yang kita kasihi. Sama seperti Yesus yang terluka lambungNya tapi hatiNya yang penuh kasih tidak terluka, karena di dalamnya ada ketulusan. Pengorbanan Yesus mengingatkan kita akan kasih Allah yang begitu Agung. DIA telah mengasihi kita sebelum kita mampu mengasihi-Nya.

    Untuk itu kita harus kembali ke hukum utama yaitu CINTA KASIH. Agar kita lebih mudah dalam bertindak dengan KASIH kepada sesama kita bahkan kita akan lebih mudah memberi lebih, tidak perhitungan, murah hati, rela berkorban dan selalu ada waktu bagi orang-orang yang kita kasihi, karena kasih tidak memperhitungkan, dia memberi tanpa perhitungan.

    Bagaimana cara kita untuk menumbuhkan sikap dan kinerja kita dalam semangat “kasih” yang tulus? Dalam keheningan, kita akan mendapatkan jawaban lewat suara hati kita.

    Terima kasih Romo Titus yang telah membuka “mata hati” dan mengingatkan bagaimana cara mendengar suara hati.

Tinggalkan Balasan