Keuskupan, 11 Maret 2009
Seorang pemuda, Mongli datang berkunjung ke pertapaan Yung Fo. Dia bertanya kepada sang pertapa, “semalam suntuk tidur saya galau.”
Sang pertapa menjawab, “jangan mentolerir pikiran dan perasaan buruk!”
“Maksudnya?”
“Selaraskan seluruh pikiran, perasaan dan perilakumu dengan hati nuranimu, yang disesuaikan dengan sabda Allah.” Kata sang pertapa sambil mengelus tasbeh di tangan kanan. “Bila perasaan iri terhadap sesamamu didukung oleh pikiran rationalmu agar kau merasa benar, berarti kau mentolerir perasaanmu! Rasa Iri, Benci, Dendam tidak selaras dengan hati nurani dan sabda Allah. Jangan mentolerir kesalahan perasaan dan pikiran seperti itu!”
“Berat, guru! Aku belum sanggup!” Mongli meninggalkan pertapaan dengan sedih. “Begitu sulit menyelaraskan pikiran, perasaan dengan hati. Seringkali perilaku bejat keduanya ditolerir oleh diri sendiri dengan membungkam hati nurani.”
Pengendalian pikiran dan perasaan memang sulit untuk dilakukan tetapi bukan tidak bisa. Perlu latihan agar menjadi terbiasa. Kerap kali yang menghalangi adalah perasaan ego, merasa khawatir yang berlebihan. Perasaan kurang tulus dan kurang pasrah yg membuat perasaan2 tsb muncul, ini yg harus dilatih, kalau terbiasa melatih dari hal2 yang kecil/sepele maka kita akan terbiasa, caranya ya melalui dialog diri membiasakan mendengar suara hati dalam setiap mengambil keputusan / bertindak.
Terima kasih Romo telah membantu mengoyakan tirai hati.
Seperti kata romo, keinginan sumber penderitaan. Keinginan yg baik aja bisa bikin menderita, apalagi keinginan yg buruk. Cara ala aris, bayangin keinginan buruk itu bersayap & terbang meninggalkan kita, isi kekosongannya dg lawan dr keinginan buruk yg udah terbang 😀
Romo Titus,
Thanks for the reflection. Saya sangat setuju dan saya sangat sering sekali mentolerir keputusan dan mencoba menutup Hati Nurani. Please pray for me.
Dlm hidup keputusan sering harus diambil dalam waktu dan informasi yg singkat, terkadang emosi dan perasaan juga mempengaruhi. Pengendalian diri mutlak diperlukan. Namun apakah kesalahan atas hal ini memberi identitas buruk pada pelaku – well sampai lemes yg nanya di contoh romo dan akhirnya pergi :D. Hmm menurut saya jika memang hal tersebut hanyalah demikian, apakah artinya Kepercayaan yg ada di dunia, bukankah semuanya mengarah pada kasih dan perbaikan hidup? Toleransi bukan berarti membiarkan namun juga bukan berarti memvonis itu baik. Bagaimana nasib “si anak hilang” jika Bapa tidak membuka tangan dan merangkulnya? Well ini hanya pemikiran karena menurut saya sekarang ini banyak sekali anak yg hilang krn pemikiran, perasaan dan hati nuraninya tidak sejalan dengan Sabda Allah, well hopes kita bisa menjadi garam dan terang dunia, so semuanya bisa mencicipi jalan Sabda Alaah dan mereka akhirnya bisa juga ikut menerangi dunia. GBU all
kepasrahan pada kehendak Allah, membuka hati kita, dan meniadakan ke aku an,dengan berpegang bahw kita murid Yesus, dan kita perlu selalu belajar dan berusaha meneladan Dia, meniadakan keaku an, dan pasrah pada kehendak Bapa.