Memutus Mata Rantai

Keuskupan, 29 Januari 2009

Ceni dan Anton sekarang hidup bersama. Keempat anak Anton dan ketiga anak Ceni juga sudah menikah. Yuyu menikah dengan Aliong, Acen menikah dengan Sobari. Pernikahan Yuyu dengan Aliong dikaruniai 3 anak. Selama mereka menikah, Yuyu masih menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Juga selama Acen menikah, dia menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Demikian juga kedua anaknya mengalami hal serupa.

Sejarah Anton terulang kembali di dalam diri keempat anaknya? Apakah hal ini kebetulan? Apakah ini wajar demi dan atas nama cinta?

Bila kita mencermati tulisan sebelumnya ada kisah serupa. Si A menikah dengan si B. Pernikahan mereka dikaruniai dua anak yakni si C dan si D. Si D lahir cacat (kurang normal), si C menikah dengan si E. Pernikahan C dengan E melahirkan anak si F dan si G. Si G juga kurang normal, sedangkan si F menikah dengan si I. Mencermati silsilah tersebut sejarah terulang. Apakah hal ini kebetulan? Apakah ini dosa mereka?

Apakah anda mempunyai jawaban untuk memutus mata rantai peristiwa di atas? Apakah kita cukup untuk menghentikan agar dia tidak menikah sehingga mata rantai terputus? Apakah bisa dengan doa? Bukankah keluarga si A dan B merupakan aktifis dan rajin bekerja? Bukankah keluarga Anton merupakan aktifis dan rajin berdoa?

Read 0 comments

  1. Anak2 sejak dini belajar & mencontoh dr ortu. Apa yg mereka pelajari & lihat akan tertanam di pikiran bawah sadar & akan mempengaruhi tindakan pikiran mereka di masa mendatang. Cara memutus mata rantai itu dg memformat ulang pikiran bawah sadar mereka & tentu saja doa. Hmmm… kalo ini sih romo jagonya 😀

  2. Anak2 sejak dini belajar & mencontoh dr ortu. Apa yg mereka pelajari & lihat akan tertanam di pikiran bawah sadar & akan mempengaruhi tindakan pikiran mereka di masa mendatang. Cara memutus mata rantai itu dg memformat ulang pikiran bawah sadar mereka & tentu saja doa. Hmmm… kalo ini sih romo jagonya 😀

  3. Saya pernah berpikir untuk tidak berkeluarga untuk memutus mata rantai atas peristiwa keluarga. Tapi Tuhan berkehendak lain dikirimnya saya jodoh yang justru diluar kriteria saya karena tidak seiman. Saya dari keluarga Katolik, 7 bersaudara saya anak ke 5. Empat orang kakak saya menikah tidak dengan yang seiman, ibu kami pada saat menikah belum Katolik, hanya belum dibaptis tp cara hidup dan imannya lebih Katolik daripada ayah saya. Kalau saya bisa katakan ayah kami Katolik KTP (Katolik Tanpa Penghayatan) saya mendapatkan dan mengenal Tuhan dalam diri ibu saya (ini saya sadari setelah saya dewasa). Tidak ada contoh baik dari keluarga kakak yang sudah menikah. Baik dari kakak kandung maupun sepupu yang sudah berkeluarga.

    Ada hal2 indah di masa kecil saya yang melekat : tiap minggu kami ke gereja bersama, sehingga hari minggu menjadi hari yang kami tunggu, ke gereja bukan kewajiban tapi kebutuhan, bila hari natal tiba kami biasa membuat kandang natal dan pohon natal bersama dengan sepupu yang tinggal bersama kami. (Keponakan ayah waktu itu kalau sekolah di Bdg tinggal di rumah kami).

    Saya sekolah dan dibesarkan di lingkungan Katolik, saya biasa bergaul dengan para suster, frater dan pastur, ketika tahun 1965 (masa kejatuhan Bung Karno) terjadi huru hara di kota Bandung yang menyebabkan usaha ayah kami bangkrut dan membuat ayah kami frustasi dan meninggalkan kami.Hal ini dan seperti yang katakan di atas dari 4 kakak yang sudah menikah semua membuat saya trauma untuk berkeluarga.

    Tuhan sungguh baik, DIA tidak membiarkan saya dengan pikiran saya yang picik, DIA ingatkan saya akan peristiwa indah yang pernah saya alami di waktu kecil, dikirimnya kepada saya para pastur dan beberapa guru yang baik dan memperhatikan saya sehingga saya tidak terkukung dalam pikiran yang picik itu sampai pada saatnya DIA kirimkan jodoh untuk saya dan DIA buat segalanya menjadi indah. Cukup lama saya bergumul karena kami tidak seiman (trauma) tapi saya mendapat jawaban bahwa dialah jodoh yang Tuhan sediakan bagi saya, dan ketika keputusan itu saya ambil saya serahkan semuanya kepada Tuhan biar Tuhan yang menuntun saya dan waktu menikah kami diberkati di gereja walaupun dengan dispensasi, sekarang suami saya sudah Katolik.

    Yang mau saya katakan disini adalah kita bisa memutus mata rantai / karma keluarga asal kita mau berubah, mau berusaha tentunya disertai dengan kepasrahan penuh kepada penyelenggaraan Tuhan dalam hidup kita. Bersama Tuhan tidak ada rasa khawatir, tidak ada was-was. Dalam hidup ini pikirkan yang positif dan yang indah untuk menjadi pendorong agar kita bisa bangkit dari keterpurukan. Dilain kesempatan bila ada tulisan dalam blog yang sesuai dengan kondisi saya akan saya sampaikan bagaimana Allah turut bekerja di dalam setiap peristiwa hidup saya ketika saya sudah menyerahkan segala perkara ke dalam tanganNya.

  4. Saya pernah berpikir untuk tidak berkeluarga untuk memutus mata rantai atas peristiwa keluarga. Tapi Tuhan berkehendak lain dikirimnya saya jodoh yang justru diluar kriteria saya karena tidak seiman. Saya dari keluarga Katolik, 7 bersaudara saya anak ke 5. Empat orang kakak saya menikah tidak dengan yang seiman, ibu kami pada saat menikah belum Katolik, hanya belum dibaptis tp cara hidup dan imannya lebih Katolik daripada ayah saya. Kalau saya bisa katakan ayah kami Katolik KTP (Katolik Tanpa Penghayatan) saya mendapatkan dan mengenal Tuhan dalam diri ibu saya (ini saya sadari setelah saya dewasa). Tidak ada contoh baik dari keluarga kakak yang sudah menikah. Baik dari kakak kandung maupun sepupu yang sudah berkeluarga.

    Ada hal2 indah di masa kecil saya yang melekat : tiap minggu kami ke gereja bersama, sehingga hari minggu menjadi hari yang kami tunggu, ke gereja bukan kewajiban tapi kebutuhan, bila hari natal tiba kami biasa membuat kandang natal dan pohon natal bersama dengan sepupu yang tinggal bersama kami. (Keponakan ayah waktu itu kalau sekolah di Bdg tinggal di rumah kami).

    Saya sekolah dan dibesarkan di lingkungan Katolik, saya biasa bergaul dengan para suster, frater dan pastur, ketika tahun 1965 (masa kejatuhan Bung Karno) terjadi huru hara di kota Bandung yang menyebabkan usaha ayah kami bangkrut dan membuat ayah kami frustasi dan meninggalkan kami.Hal ini dan seperti yang katakan di atas dari 4 kakak yang sudah menikah semua membuat saya trauma untuk berkeluarga.

    Tuhan sungguh baik, DIA tidak membiarkan saya dengan pikiran saya yang picik, DIA ingatkan saya akan peristiwa indah yang pernah saya alami di waktu kecil, dikirimnya kepada saya para pastur dan beberapa guru yang baik dan memperhatikan saya sehingga saya tidak terkukung dalam pikiran yang picik itu sampai pada saatnya DIA kirimkan jodoh untuk saya dan DIA buat segalanya menjadi indah. Cukup lama saya bergumul karena kami tidak seiman (trauma) tapi saya mendapat jawaban bahwa dialah jodoh yang Tuhan sediakan bagi saya, dan ketika keputusan itu saya ambil saya serahkan semuanya kepada Tuhan biar Tuhan yang menuntun saya dan waktu menikah kami diberkati di gereja walaupun dengan dispensasi, sekarang suami saya sudah Katolik.

    Yang mau saya katakan disini adalah kita bisa memutus mata rantai / karma keluarga asal kita mau berubah, mau berusaha tentunya disertai dengan kepasrahan penuh kepada penyelenggaraan Tuhan dalam hidup kita. Bersama Tuhan tidak ada rasa khawatir, tidak ada was-was. Dalam hidup ini pikirkan yang positif dan yang indah untuk menjadi pendorong agar kita bisa bangkit dari keterpurukan. Dilain kesempatan bila ada tulisan dalam blog yang sesuai dengan kondisi saya akan saya sampaikan bagaimana Allah turut bekerja di dalam setiap peristiwa hidup saya ketika saya sudah menyerahkan segala perkara ke dalam tanganNya.

  5. Pertanyaan yang menurut saya sulit untuk dijawab,
    Jika ini kutuk, apa iya?
    jika ini kebetulan, masa iya?

    Yang saya tahu Tuhan menciptakan segalanya menurut gambarNya dan baik adanya.

    Dunia saat ini penuh dengan godaan setan, suami selingkuh, istri juga ga mau kalah saing ikut selingkuh,kan emansipasi anak kehilangan pegangan dan panutan orang tua, maka ikutlah mereka melakukan hal-hal yang dilakukan orang tua, kecil-kecil sudah free sex, narkoba, aborsi diusia remaja jadi hal yang biasa, hidup ga ada aturan lepas dari Tuhan.

    Cinta itu suci, manusia sering kali menutupi dosa dengan mengatas namakannya, padahal yang ada cuma nafsu
    Salahkan cinta itu ….?????

    Mohon ampun dan bertobat, mungkin langkah awal yang harus dilakukan, selebihnya berserah padaNya.

  6. Pertanyaan yang menurut saya sulit untuk dijawab,
    Jika ini kutuk, apa iya?
    jika ini kebetulan, masa iya?

    Yang saya tahu Tuhan menciptakan segalanya menurut gambarNya dan baik adanya.

    Dunia saat ini penuh dengan godaan setan, suami selingkuh, istri juga ga mau kalah saing ikut selingkuh,kan emansipasi anak kehilangan pegangan dan panutan orang tua, maka ikutlah mereka melakukan hal-hal yang dilakukan orang tua, kecil-kecil sudah free sex, narkoba, aborsi diusia remaja jadi hal yang biasa, hidup ga ada aturan lepas dari Tuhan.

    Cinta itu suci, manusia sering kali menutupi dosa dengan mengatas namakannya, padahal yang ada cuma nafsu
    Salahkan cinta itu ….?????

    Mohon ampun dan bertobat, mungkin langkah awal yang harus dilakukan, selebihnya berserah padaNya.

  7. Pada umumnya, bila manusia telah melakukan kesalahan, mereka lebih cenderung menyalahkan orang lain, atau menyalahkan kepada situasi & kondisi tertentu, daripada mengakui kesalahannya.

    Ada seorang pemuda (katolik), dia terlahir dari keluarga broken home, sebagian besar leluhurnya melakukan pernikahan polygami, menjelang dewasa (tanpa dia sadari) banyak bertemu dengan orang-2 pintar, yang bisa membaca garis tangan (baik itu biksu, kiai, ataupun paranormal). Seluruh orang pintar tsb menyaran agar dia menikah dua kali (krn tersirat dalam garis tangannya), dimana setelah dia melakukan polygami, dia akan lebih maju, kaya dan makmur…Sampai ada salah satu orang pintar yang meng-ultimatum, apabila saat dia berumur 42 tahun dan tidak menikah lagi, dia akan tertipu oleh orang lain. Dia hanya berucap, aku lebih baik kehilangan sebagian kekayaan yang dimiliki daripada kehilangan keluarga yang aku cintai…Memang benar setelah melewati umur 42 tahun, dia tertipu oleh sahabatnya dalam jumlah yang cukup besar…
    Dia ingin memutus mata rantai apa yang disebut karma keluarga atau kutukan keluarga…
    Menurutnya bila kita tidak memutus mata rantai mulai sekarang. Apakah kita mau memberikan beban tersebut kepada anak-cucunya dikemudian hari ? Rejeki & uang bisa dicari tapi kebahagian bersama keluarga susah didapat bila hidup berpolygami…

    Kita percaya akan Yesus yang diutus untuk menanggung dosa-2 yang telah kita lakukan…Yesus menanggung derita akibat perbuatan kita…Apakah kita akan memberikan beban kayu salib yang lebih berat lagi kepada Yesus (sang penyelamat kita)….Amin

  8. Pada umumnya, bila manusia telah melakukan kesalahan, mereka lebih cenderung menyalahkan orang lain, atau menyalahkan kepada situasi & kondisi tertentu, daripada mengakui kesalahannya.

    Ada seorang pemuda (katolik), dia terlahir dari keluarga broken home, sebagian besar leluhurnya melakukan pernikahan polygami, menjelang dewasa (tanpa dia sadari) banyak bertemu dengan orang-2 pintar, yang bisa membaca garis tangan (baik itu biksu, kiai, ataupun paranormal). Seluruh orang pintar tsb menyaran agar dia menikah dua kali (krn tersirat dalam garis tangannya), dimana setelah dia melakukan polygami, dia akan lebih maju, kaya dan makmur…Sampai ada salah satu orang pintar yang meng-ultimatum, apabila saat dia berumur 42 tahun dan tidak menikah lagi, dia akan tertipu oleh orang lain. Dia hanya berucap, aku lebih baik kehilangan sebagian kekayaan yang dimiliki daripada kehilangan keluarga yang aku cintai…Memang benar setelah melewati umur 42 tahun, dia tertipu oleh sahabatnya dalam jumlah yang cukup besar…
    Dia ingin memutus mata rantai apa yang disebut karma keluarga atau kutukan keluarga…
    Menurutnya bila kita tidak memutus mata rantai mulai sekarang. Apakah kita mau memberikan beban tersebut kepada anak-cucunya dikemudian hari ? Rejeki & uang bisa dicari tapi kebahagian bersama keluarga susah didapat bila hidup berpolygami…

    Kita percaya akan Yesus yang diutus untuk menanggung dosa-2 yang telah kita lakukan…Yesus menanggung derita akibat perbuatan kita…Apakah kita akan memberikan beban kayu salib yang lebih berat lagi kepada Yesus (sang penyelamat kita)….Amin

Tinggalkan Balasan