Makan Bersama

Keuskupan pangkalpinang, 3 Februari 2009

Aceng menurutkan sepenggal kisah nenek moyang kepada bapak Aliong dan Istrinya di restoran Fuksin Bukit Intan Pangkalpinang. Ada kisah di jaman dahulu kala, seorang tokoh besar muncul di muka bumi. Sang tokoh tersebut mengumpulkan para murid-Nya untuk makan bersama. Makanan dan minuman pesta mereka adalah tubuh dan darah sang Guru. Sang guru yang waskita berpesan kepada para murid-Nya agar melanjutkan kebiasaan yang dibuat-Nya.

Sehari setelah berpesta, sang guru di tangkap, disiksa dan dihukum mati oleh pemerintah jaman itu. Sang Guru mati, tetapi sabda-sabda-Nya tetap hidup seperti pesan-Nya untuk memecah-mecahkan roti dan menyampaikan kata kata baik. Makan bersama menjadi anchor peristiwa silam ketika guru dan murid bertemu duduk semeja.

Nenek moyang kita pernah menasehati cucunya, ketika kita mengadakan kenduri, kita duduk bersama, makan bersama, dan berbicara satu terhadap yang lain. Kebiasaan seperti ini menjadi sarana menjalin rekonsiliasi sesama dan Tuhan.

Acong ingat pesan mbah suro di Bloro, “duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.” Di mata Tuhan kita adalah sama sama ciptaan-Nya. Kita tidak ada yang lebih unggul dan tidak ada yang merasa lebih rendah di mata-Nya.

Seorang motivator dan orang suci berseloroh, “Ketika orang berdamai dengan sesama dan dengan Tuhan, dia merasa hidup damai. Ketika dia merasa damai, dia bisa berfikir dengan jernih. Ketika dia berfikir dengan jernih, dia bisa berperilaku dan bersikap lebih baik. Ketika dia bisa bersikap lebih baik, maka dia bisa menerima masukan lebih baik dari sang guru dan makanan yang disantap.”

Seorang budhis, istri Aliong dalam makan siang di restoran Fuksin 3 Maret 2009 jam 13.00 wib sambil menyantap hoisom bertutur, “nenek moyang kami mengajarkan bilamana kami melayani bante / biksu / pelayan Tuhan, maka kami mendapatkan berkah melimpah bagi kehidupan di dunia. Mereka banyak melakukan ulah tapa dan samadi. Mereka dekat dengan kesempurnaan (suci).”

Acong menimpali,” nenek moyang kami pernah menuturkan bahwa orang suci bisa sempurna karena ia mampu menaklukkan ego di dalam diri seperti matahari memancarkan sinarnya untuk orang baik dan orang jahat dan keberadaannya untuk sesama maklhuk di muka bumi. Kita belajar menaklhukkan ego dengan melayani, memberi, memberi dan memberi kepada semua maklhuk hidup.”

Kami meninggalkan restoran Fuksin setelah kami dikenyangkan oleh Hoisem dan bertutur tentang kejayaan masa silam nenek moyang kami tentang perjamuan bersama.

Mie

Keuskuoan, 2 Maret 2009

Pukul 1635 wib welly datang ke wisma jalan batu kadera XXI No 545 pangkalpinang. Dia menunggu di depan kapela santa Maria keuskupan selama menunggu Aceng misa.

Ketika itu si Aceng membaca kisah nenek moyangnya. Kata nenek moyang kita hendaknya memberi makan orang yang lapar, memberi minum kepada orang yang haus, memberi tumpangan bagi para gelandangan, menengok orang sakit, mengunjungi orang orang yang meringkuk di dalam penjara.

Nenek moyang mengajarkan agar kita peduli dengan orang yang menderita. Maka pastor mengajak Welly jalan keliling kota Pangkalpinang untuk melihat sisi kehidupan.

Selama dalam perjalanan Aceng meminta kepada Welly untuk memperhatikan keadaan di sekeliling jalanan yang dilewati. Mengamati situasi menjadi sarana untuk melatih memupuk kepekaan kita kepada lingkungan. Bila sungguh kita menemukan orang menderita maka kita tolong mereka.

Selama dalam perjalanan seluruh panca indera dipasang untuk menangkap kejadian yang ada di sekeliling, tanggap terhadap kebutuhan sesama.

Weli berulang menuturkan tentang show room mobil, perumahan, bank, ruko ruko, sedangkan Aceng menyebut warung makan seperti mie, otak otak, duren, dan lain lain. Menurut pastor gono obyek yang menarik panca indera kita merupakan cermin dari dalam diri kita.

Berpijak dari pemikiran tersebut pastor menduga bahwa Welly mempunyai usaha jual beli mobil, rindu mempunyai rumah nyaman dan tinggal dengan keluarga, keinginan mempunyai tabungan, dan merencanakan membeli ruko untuk usahanya. Sedangkan Aceng sedang lapar.

Setelah Wely mengakui kerinduannya seperti yang disebut Aceng, mengajak singgah di warung mie untuk makan.

Dua posi mie dan tahu fukok dipesan untuk makan bersama. Di tengah kami asyik bersantap, ce Wewe hadir untuk membeli mie. Bagian beliau dibungkus dan dibawa pulang. Ketika dia berpamitan pulang kepada Aceng dia berujar,”Ceng, aku sudah bayar!”

Beliau bayari 4 mangkok mie dan tahu fukok yang kami santap. Bukan Welly yang membayar tetapi justru Wewe.

Bukan kami yang memberi makan kepada yang lapar tetapi kami justru yang ditraktir makan mie dan tahu fukok. Dunia ini terkadang lucu.

Biru Laut

Keuskupan pangkalpinang, 1 Maret 2009

 

Fushiang mengajak Acong menyusur tepi pantai pasir padi Pangkalpinang Bangka Minggu 1 Maret 2009 pukul 15.07 wib. Fushiang tidak membawa makanan dan minuman dari rumah. Di tepi pantai banyak penjual makanan dan minuman. Ribuan orang berkumpul di tepi pantai seperti ribuan semut mengerumuni gula. Ribuan orang di bawah terik hebusan angin laut rindu menyentuh air laut. Bisa juga mereka hadir di laut untuk mendengarkan musik alami penyejuk jiwa. 

 dscn6976

“Ma,itu apa?” telunjuk Acong mengarah ke laut lepas.

 

“Oh itu, itu khan laut, nak.”

 

“ma, apa itu?” Acong menengadah ke langit.

 

“Oh itu ya, itu langit.” Jawaban Fushiang pendek dan tegas.

 

“laut berwarna biru. Langit berwarna biru, ma?” tegas Acong.

 

“Air laut yang dalam membuat air seperti berwarna biru. Jauh tak terhingga langit membuat langit seperti biru. Padahal kolaborasi dari aneka warna atau kristalisasi dari banyak warna, nak.”

 

“Ma, rambut wanita itu putih dan kulit keriput? Mama hitam dan cantik?”

 

“Semua orang mengalami proses bayi, anak, remaja, dewasa, tua, dan nenek-nenek. Seiring dengan perkembangan tersebut fisik juga mengalami perubahan. Semakin tua tubuh semakin renta. Kulit semakin keriput. Tulang menjadi lebih rapuh. Kekuatan manusia surut seirama dengan menyusutnya tubuh, anakku.”

 

“Ma, di samping kita duduk sekarang ini, ada setengah baya. Tetapi raut wajah suram hitam kelam dan tampak tua?” Acong sedikit penasaran melihat raut wajah orang di sampingnya.

 

“Oh, beban hidup yang menghimpit kita seringkali membuat manusia menderita. Penderitaan manusia terkadang bisa berdampak ke fisik. Redupnya sinar di wajah seseorang merupakan cermin redupnya hati dan semangat orang yang bersangkutan.”

 

“ma, di meja itu ada botol, jagung, kelapa muda, bir, minuman ringan, makanan ringan, dan lain-lain. Apa maksud dari semua itu, ma?”

 

“Oh itu sih warung. Semenjak krisis melanda negeri ini banyak orang berali profesi untuk menyambung hidup.

Makanan dan minuman tersebut dijual kepada para pelancong di pantai ini. Bilamana Acong menginginkan salah satu dari minuman tersebut, nanti mama bisa belikan untuk Acong.”

 

“Gubuk-gubuk di tepi pasir padi gelap. Mereka tidak memakai listrik. Lampu petromak atau lilin menjadi penerang gelap di malam hari. Malam-malam banyak wanita memakai rok mini duduk di depan warung. Mereka menjual apa, ma?”

 

“Oh, itu namanya warung gelap. Justru mereka jual dan beli di tempat yang gelap. Mata orang bisa tertipu di tempat yang gelap. Bopeng-bopeng akan tampak mulus di tempat yang gelap. Hitam akan tampak putih di tempat yang gelap. Kejauhan memandang tampak biru, setelah kita dekati ternyata hitam dan bopeng bagaikan biru laut dan langit biru.”

 

“Begikah langit dan laut itu ma?”

 

“Mari nak, kita makan di restoran Biru Laut! Di sana banyak barang enak dan cahaya lebih terang bersinar daripad di gubuk-gubuk derita ini.”

 

“Mama cantik, Acong sayang mama.”

 

“Acong ganteng, mama sayang Acong.”

 

 

Menuju Kematian

Keuskupan, 28 Februari 2009

 

Acong diundang makan duren oleh Acit dan Acet dalam rangka ulang tahun almarhum mama Acit. 4 duren mampu mengenyangkan perut. Sisa 1 buah diberikan kepada tukang bangunan di jalan batu Kadera XXI N0 545 A Pangkalpinang, ketika kami mengucap syukur atas anugerah Tuhan di gua Maria Yung Fo Pangkalpinang. Bau duren menjadi pewangi alami selama kami berdoa di gua maria Yung Fo. Kunjungan ke kubur Cina Jalan Koba Pangkalpinang menjadi penghujung perayaan ulang tahun.

dscn6906

 

Penjaga kubur, alias juru kunci di belakang rumah sakit Umum Pangkalpinang sudah menunggu kehadiran kami. Kami berdiri di puing-puing bebatuan di cela cela pekuburan. “Ini kubur siapa?” Tanya acong kepada penunggu kubur.

 

“Oh itu raja di Bangka. Dia sudah hidup di bangka 100 tahun yang lampau. Beliau dianggap kubur tertua di wilayah ini. Banyak orang mengalap berkat di sini karena semasa hidupnya beliau hidup untuk orang banyak.” Penunggu kubur menuturkan kisah masa silam sang raja versinya.

 

“Kalau kubur itu, siapakah dia?” Acong penasaran melihat nisan mewah.

 

“Oh, itu sih juragan besar di kota Pangkalpinang Bangka. Dia mempunyai pabrik dan toko ternama di kota Pangkalpinang. Anak-anak beliau sudah menjadi orang-orang besar di berbagai penjuru dunia. Beaya membuat kubur ini berkisar 2 milyar.” Penunggu kubur mengelus elus nisan seharga selangit.

 

“Kalau kubur di sebelah jalan itu, milik siapakah?” Tanya Acong sedikit heran melihat jenis kubur dan arah kubur lain dari yang lain.

 

“Oh itu toh, kalau kubur di seberang jalan itu milik orang muslim. Arah kubur ke utara. Dia tidak dipasang batu nisan, tidak seperti kubur yang lain. Selain dia melarat, tetapi mungkin karena keyakinan mereka seperti itu.” Penjaga kubur enggan untuk mendekati kubur dengan gundukan tanah dan dibagian ujung terdapat batu bulat.

 

“Raja Mati. Pengusaha mati. Orang miskin juga mati. Apakah kematian tidak membedakan kaya atau miskin, cantik atau jelek, berkedudukan atau pengangguran? Apakah kita semua akan mati seperti orang-orang di dalam kubur ini?” Acong menengadah memandang wajah penunggu kubur.

 

“Beda tipis antara kematian dengan kehidupan. Semua orang hidup akan mati. Semua orang mati akan hidup.” Penunggu kubur itu melangkah menuju ke makam sang raja. Acong memandang ke langit melihat matahari mulai terbenam di ufuk Barat.

Anak Siapa Mereka?

Keuskupan, 27 Februari 2009

Acing mengajak Acong keliling kota. Rumah pertama yang dikunjungi adalah rumah sakit bersalin. Acong mendekati ruang VIP. Dia bertanya kepada Acing mamanya, “bayi itu anak siapa?”

Ibunya menjawab, “dia adalah anak gubernur kota ini dan anak Tuhan. Makanya dia ganteng dan dirayakan dengan gegap gempita.”

Acong mengangguk saja dengan penjelasan mamanya. Di seberang kamar pertama, dia menengok kedalam. Disana ada bayi di ranjang mungil. “Itu anak siapa ma?”

“Itu anak ibu walikota negeri ini dan anak Tuhan. Makanya mereka berpesta gembira menyambut kehadiran anaknya.”

Acong manggut manggut dengan penjelasan mamanya. Acing mengajak Acong ke asrama yatim piatu. Di sana banyak bayi dan anak anak di bawah usia 9 tahun. Acong bertanya kepada mamanya,”mereka anak siapa, ma?”

“Bayi dan anak anak di sini berasal dari berbagai kota. Ada yang sudah tidak mempunyai orang tua. Ada yang ditemukan oleh orang di depan toko. Ada anak hasil main main. Ada anak buruh dan orang tuanya tak mampu menghidupi anaknya. Ada anak hasil main main majikan dengan pembantu. TETAPI MEREKA SEMUA ADALAH ANAK TUHAN.”

Acong manggut manggut mendengar penuturan mamanya. Mereka singgah di sekolah luarbiasa. Acong kembali bertanya, “si kaki pincang itu anak siapa? Si bisu itu anak siapa? Si tuli itu anak siapa? Si lumpuh itu anak siapa? Si buruk muka itu anak siapa?”

Acong memberondong dengan ribuan pertanyaan. Mamanya dengan tenang menjawab dengan mantap, “semua itu dilahirkan oleh seorang ibu. Namun demikian seburuk buruknya mereka, mereka juga anak Tuhan.”

Acong mengkerutkan kening. Anak Tuhan ada yang ganteng, ada yang buruk rupa. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada yang berbapa dan tak berbapa. Ada yang cacat, ada yang sehat.

Acing membawa ke rumah sakit jiwa di kota itu. Acong bertanya kepada mamanya. “Mereka ada yang bugil. Mereka ada yang tertawa sendiri. Mereka ada yang berteriak teriak histeris. Mereka anak siapa, ma?”

Mereka dilahirkan oleh seorang ibu, hasil hubungan kasih dua insan. Mereka semua adalah gambar dan citra Allah. Sekalipun mereka gila, mereka adalah anak anak Allah.”

Jadi semua manusia adalah anak Tuhan? Semua manusia adalah gambar Allah?”

Begitulah anakku. Kita harus mencintaintai mereka seperti Allah mencintainya.”

Terimakasih ma. Engkau lahirkan Acong baik adanya. Terimakasih Tuhan Engkau memberi anggota tubuh lengkap, pikiran cemerlang.”

Bibit Bebet Bobot

Keuskupan, 26 Februari 2009

Menarik menyimak filosofi sebagian orang Jawa berikut ini, “kalau anda memilih jodoh maka anda hendaknya mencari bibit, bobot, bebet yang unggul.”

Sebagian orang muda Jawa generasi sekarang kurang peduli dengan filosofi tersebut. Pondasi utama membangun rumah tangga adalah cinta. Bila direktur jatuh cinta dengan pembantu dari desa, maka mereka bisa menikah sah secara agama dan sipil. Misalkan, perkawinan di greja sah apabila kedua mempelai sepakat konsensus untuk hidup bersama selamanya atas dasar keduanya saling cinta dengan disaksikan oleh awan dan yang tertahbis (diakon imam).

Kedua prinsip di atas mempunyai kebenaran dari sisi yang meyakini dan menjalani.

Namun fakta yang ditemukan di dunia ini dari abad ke abat terkadang filosofi sebagian orang Jawa sudah terjadi berabad abad , bahkan masa kini dan boleh jadi yang akan datang.

Sedikit agak kasar bila orang mengatakan, “Si pedro penjudi, maka wajar bila anak anaknya juga penjudi.”

Yang lain berujar,” oh mamanya bekas pelacur parit VI, pantaslah bila anaknya sekarang menjual diri.”

“Sekalipun Bunda Maria adalah orang sederhana, dia keturunan raja Daud.”

“Biarpun Yusuf adalah budak belian tetapi dia adalah salah satu pilihan Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel.”

“Walaupun Musa adalah anak buangan yang ditemukan di sungai, tetapi dia pilihan Allah dari bangsa pilihan, Israel.”

Masih banyak data data dalam sejarah yang menunjukkan bahwa bibit bebet bobot seseorang adalah besar perannya. Filosofi orang Jawa bisa saja disanggah dengan mengacu dari keyakinan lain. Misalkan, “semua orang mempunyai potensi menjadi budha.”

Orang kristen berkeyakinan bahwa ,semua adalah gambar Allah. Semua manusia adalah anak Allah.”

Seorang pengusaha besar di bangka berujar,” setiap orang mempunyai sisi baik di dalam dirinya. Kita harus melihat sisi baik tersebut di dalam diri orang.”

Masing-masing dari kita jelas berpijak dari keyakinan masing masing. ajaran Kristus mengatasi filosofi orang orang Jawa. Ini sangat membantu orang mengatasi keterbatasan di dalam dirinya sendiri. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa bibit nenek moyang kita sangat mempengaruhi kita.

Sebagai penutup tulisan ini pastor menyajikan sepenggal doa seorang ibu, “Tuhan apakah salah dan dosaku pada Mu? Sekalipun aku tidak pernah jahat dengan sesamaku dan aku setia kepada Mu, namun 9 garis keturunanku ada saja yang cacat.”

Ruang sebagai Cermin Diri

 Keuskupan, 24 Februari 2009

 

Acong, tolong deteksi saya donk, ada penyakit apa ga?

 

Ok! Lepaskan laptop! Perhatikanlah sekeliling tempatmu berada sekarang ini! Apakah yang engkau lihat dan kurang sedap menurutmu / kurang sreg di hatimu?

“Ruangan agak berantakan. Yah kotak kotak ada yang mau dibereskan. Ada kertas kertas yang mau di destroy, gitu aja. Yang ga sreg seh banyak. Model ruangannya kurang besar.   meja kerja saya juga udah kekecilan sekarang.”

 Bagus begitulah situasi tubuh mu. Itu sumber ketidakberesan tubuhmu.  Setelah engkau mengetahui situasi, maka ambillah langkah untuk meyikapi secara positif. Maka kesehatanmu pelan-pelan kembali pulih.  Pikiran semrawut, banyak pikiran berseliweran.   Kotak dan kertas adalah simbol sumber sakit juga. Kotak merupakan simbol bahwa sedang terjadi ketidaktenangan hati/perasaan. Perasaan negatif bisa berdampak pada kepala,  sirkulasi darah kurang lancar, sekali waktu tidur sulit.  

“Oh begitu? Jadi saya mesti beresin kotaknya dulu yah”. 

Kertas2 yang mau didestroy, mengandaikan ada penyakit yang juga mau didestroy.  Mengandaikan masa lalu kadang masih membayangi masa kini. Ada perasaan sumpeg.  Kurang plong.  Bisa berimbas ke perut, lambung. Ada tekanan tekanan / stres perlu refresing. 

 “Memang kepala saya hari ini pusing tetapi saya ga pernah ada masalah sama tidur seh, selama saya tidur mah oke-oke aja.  Tenggorokan sakit, gimana?”  

Itu pengaruh panas, panas pengaruh dari berantakan (pikiran banyak) tidur kwalitas rendah.  

“Oh bukannya gara gara saya makan kuaci  sejak itu tenggorokan saya ga perna beres”  

Tidak! Penyebab utama semua itu adalah hal-hal yang sudah dirinci di atas. Apa keinginan besar sekarang yang belum mampu kau wujudkan? 

“Keinginan terbesar adalah membahagiakan mama saya tetapi dia tidak pernah puas selalu aja complainnya terhadap segala sesuatu isi hidup saya”.

 Itu juga salah satu bebanmu,  Seolah sepak terjangmu belum berarti,  masih kecil. 

“Sebenarnya saya sedih tetapi yah mau gimana?”   

 Juga belum ada tempat utk meletakkan bebanmu.  Yang engkau anggap seharusnya meletakkan bebanmu tak mampu menjadi sandaran.

 “iya” yah.. saya belajar dalam hidup ini semua beban yah harus tanggung sendri?

Bukan begitu?

 

Ini menjadi salah satu faktor terkadang bila sudah tak mampu menampung, timbul sakit. Ada keterbatasan diri, dan kau merindukan yang lebih besar lagi.  

 “iya.. makanya kadang sudahlah …  Berusaha terus ga ada artinya.. toh menurut mama ada yg lebih baik lebih baik dan lebih baik lagi dari saya, kadang saya bingung.. apa artinya

Itu sumber sakit dan penderitaan mu.   Mesti gimana? melepaskan saja??? gimana caranya? toh itu mama saya? Bagian dari kehidupan saya”.

 Ikutilah suara hati vivi. Ajak dialog dirimu. Dia akan memulihkan membantu kesehatanmu.

“hm.. iya.  Cape cong.  Sebenarnya cape sekali tetapi kadang mereka mati rasa. Ga pernah memikirkan apa yang baik untuk saya. Selalu berpikir bahwa rumput tetangga lebih hijau.”  

Ya.  Itu yang dimaksud di atas, kau dah beri contoh sendiri.  Itu yang dimaksud yang harusnya dapat jadi tumpuan tetapi tak bisa.  Dia yang harusnya jadi tumpuan tapi situasi pikirannya masih berantakan. Banyak yang bisa meringankan, tetapi ga berarti bisa menyembuhkan sepenuhnya”. 

“Saya ga mau menyalahkan..  Cuma mau merenung saya yakin Tuhan pasti memberikan jalan keluarnya.   Semua cobaan yang paling penting adalah kesabaran  sampai waktunya segala hal yang menyakitkan akan pudar. Kadang menagis juga bisa menyembuhkan lho. Kadang lebih ringan rasanya.” 

 Itu sifatnya sementara tapi  pahami persepsi orang.  Lebih mendasar utk bisa menyikapi realitas hidup secara positif dan bijak.

 “ Sejak kau memberkan contoh tentang persepsi / map saya lebih mikir lagi, yah mungkin ada baiknya kita menempatkan pikiran pada posisi org tersebut. Cuma yah kadang susah. Karena saya bukan dia. Ya berusaha aja. Setiap manusia hidup pasti punya arti tersendiri di dunia ini  saya, engkau, papa, mama, adik, pacar semuanya mempunyai arti tersendiri.”

Thanks yah, semakin berdiskusi yah semakin kaya.”

 Iyo  Terkadang ketika kita mengalami kesulitan, karena sumber kesulitan berasal dari ego dan kurang rendah hati intuk memahami persepsi orang dan melihat titik terang orang. 

“ Saya mengerti.   iya.. Semoga dengan begitu saya lebih rendah hati lagi.”

 

 

Pa, Makan!

 

Wisma keuskupan, 20 februari 2009

 

Pukul 12.00 wib pastor titus budi mengantar tabloit BERKAT untuk kelompok Vincentius paroki St Yosef pangkalpinang. Tabloit diantar ke rumah bapak Johan Chandra sebagai ketua kelompok. Bapak Johan Chandra, Aling Piza, Jojo, dan Lina mengajak bersantap siang setelah kami bercakap-cakap 45 menit.

 

Kami duduk membentuk persegi panjang. Mereka mempersilahkan pastor untuk memimpin doa makan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas rejeki yang dilimpahkan-Nya kepada keluarga. Kebiasaan makan bersama orang tua bersama dengan anak di meja makan dengan yang diawali doa bersama adalah kebiasaan luhur.

 100_14551

Menarik disimak adalah kebiasaan luhur keluarga Johan Chandra – Aling Piza. “Pastor makan! Pa, makan! Ma, makan! Ce, makan! Mbok, makan! Mbok, makan!”  Jojo selalu mengajak (menawari) semua orang yang hadir di dekat dia untuk makan bersama. Kebiasaan ini juga bisa dijumpai di kalangan keluarga-keluarga Tionghoa.

 

Ketika pastor Titus mencoba menanyakan maksud dari ajakan tersebut kepada salah seorang Tionghoa, dia menjelaskan bahwa itu ajakan untuk makan bersama. Kita hendaknya memperhatikan orang di sekeliling kita. “Masakan kita makan, sedangkan orang di dekat kita menelan ludah hanya melihat kita makan?” ujar Aceng.

 

Sejak kecil keluarga Johan Chandra – Aling Piza sudah menanamkan kebiasaan luhur yang berasal dari nenek moyang kita. Kita hendaknya peduli terhadap situasi di sekitar kita dengan berbagi kepada mereka. Ajakan makan keluarga Johan chandra merupakan perwujudan kemurahan hati dan kepedulian mereka terhadap orang lain. Sikap mau berbagi seperti itu juga diteladankan oleh nenek moyang kita.

 

PSK Parit 6

Keuskupan, 19 februari 2009

 

Pastor mendapat SMS dari Sisin. Melalui SMS dia menuturkan pengalaman berada di lokalisasi Teluk Bayur dan Parit 6 Pangkalpinang Bangka. Berikut kutipan SMS Sisin, “di parit 6 dibagi menjadi dua wilayah yaiitu parit 6 atas dan parit 6 bawah. Jumlah total parit 6 atas adalah 72 PSK. Jumlah parit 6 bawah 192 PSK. Jadi jumlah total PSK di parit 6 berdasarkan tabel adalah sekitar 200.  Mami-mami di parit 6 cukup banyak, tetapi mereka tidak menetap. Hanya 4 atau 5 mami-mami yang menetap di parit 6.” 

 

“wow banyak sekali PSK di Pangkalpinang. Ketika sisin menyebut Parit 6, pastor menjadi teringat dengan perjumpaan dengan cecep, seorang mahasiswa dari Jakarta dan berasal dari Bangka. Cecep sebelum meninggal dunia karena HIV menyibak masa silamnya. ‘ketika saya kelas II SMU St  Yosef Pangkalpinang, saya dan beberapa teman sudah sering jajan di Parit 6 Pangkalpinang. Semasa kuliah pun sering berganti-ganti pasangan.’ Sisin bersama dengan siapa di lokalisasi?”

 

Sisin menemani Susin. Susin adalah teman SD. Beliau berdomisili di Palembang. Dia bersama dengan team memberi penyuluhan HIV di lokalisasi Teluk Bayur dan Parit 6. Jelas sisin kepada pastor.

 

Tanya pastor kepada Sisin,” apa yang melatarbelakangi mereka mau menjadi PSK?”

 

“Orang bisa berbuat apa saja di saat mereka berada dalam kesulitan. Dalam kondisi perekonimian yang terpuruk mereka menjual diri untuk mendapatkan uang dengan sangat mudah. Sikap semacam itu membuat dirinya sungguh tidak berharga.” Balasan SMS Sisin.

 

“Berdasarkan pantauan Sisin selama berada di lokalisasi Teluk Bayur dan Parit 6, darimanakah para PSK datang? Menurut Sisin, dari kalangan mana lelaki yang jajan di tempat tersebut?” Lebih lanjut pastor bertanya kepada Sisin.

 

“Ketika membagi-bagi sarung kepada para PSK, tampak dari logat, bahasa, tutur katanya para PSK berasal dari luar Bangka seperti Sunda, Bandung, Jawa, Bangka, dan lain-lain. Mereka membuka warung-warung minum dan panti pijat. Para tamu datang ke warung-warung seperti layaknya kita ke restoran. Setelah minum mereka juga transaksi barang lain. Harga minuman dan warung kecil. Sangat mungkin bahwa para pembeli juga berasal dari kalangan menengah ke bawah.” Jelas Sisin kepada pastor melalui SMS.

 

“Apa misi Susin datang ke Teluk Bayur dan Parit 6?” Tanya pastor kepada Sisin.

 

“HIV bisa menular melalui hubungan sexual, jarum suntik, dll. Melalui ceramah para PSK dianjurkan untuk mencegah penularan HIV dengan memakai sarung. Maka Susin sempat membagi-bagi sarung kepada para PSK. Namun demikian menurut hemat Sisin, kunci pencegahan penularan HIV adalah Kesetiaan. Para pembeli setia dengan pasangan masing-masing dan tidak jajan.” Sisin berbagi materi ceramah kepada pastor.

 

Langkah Susin dari Palembang sudah pernah ditempuh oleh keuskupan Pangkalpinang. Pihak keuskupan mengundang dokter Shally dari Jakarta untuk memberi penyuluhan tentang HIV di sekolah-sekolah katolik di wilayah keuskupan Pangkalpinang. Materi penyuluhan kurang lebih seperti materi yang dipaparkan oleh Susin. Namun demikian penyuluhan tersebut belum menyentuh ke lokalisasi. Beberapa media massa sempat memberitakan bahwa ada penyuluhan HIV yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pertanyaan kritis adalah Efektifkah penyuluhan HIV di tempat lokalisasi?

 

Sejauh akar persoalan dari masing-masing PSK dan situasi kemasyarakatan yang mempunyai andil kejatuhan para PSK tidak dicabut, maka kebiasaan seperti akan terulang. Ketika kami makan siang pukul 13.45 wib pastor Yance berujar, ” manusia jaman sekarang mau serba instan. Dia tidak mau melewati proses tabur tuai seperti ilmu petani. Mentalitas orang-orang harus diubah maka perilaku akan berubah. Perilaku tetap akan menghasilkan behaviour.”

 

Apa sikap Yesus terhadap wanita yang tertangkap berzinah? KataNya, “semua orang tidak melempari engkau dengan batu, Aku pun tidak. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.” Minimal yang bisa pelajari dari sikap Yesus ketika berhadapan dengan wanita berzinah adalah sikap tidak menghakimi, pemahaman atas persepsi si wanita, pengampunan, dan proses penyadarang agar wanita itu menjadi manusia baru.

 

Bagaimanakah sikap kita terhadap mereka? Apakah gereja juga melanjutkan misi Yesus?

 

Mbok Ponirah

Cerpen

Mbok Ponirah menasehati Acong, anaknya di sebuah restoran, “nduk, kalau orang jahat dengan kita, maka kita bisa lebih jahat terhadap orang itu.”

Si Paimin yang duduk di samping Acong mengkerutkan kening dan merinding mendengar prinsip Ponirah. Dia menyitir pemikiran Ivon di buku kata mengubah pikiran. “Kata merupakan ekspresi pikiran.” Ketika mendengar ujaran Ponirah, maka si Paimin mengerti pikiran Ponirah.

Si Doel dari Betawi yang duduk di samping Ponirah mencoba mind reading si Acong. Pikiran apa saja di benak Acong setelah dinasehati mbok kandungnya? Dia mencoba mengakses langsung dari pikiran ke pikiran, dari hati ke hati. Setelah dia mencoba mengakses data-data, dia berkata kepada Anton. “Pemikiranmu mungkin berbeda dengan pemikiran mbokmu! Kau sudah sekolah di Amerika, sedangkan mbokmu lulus SMU di kota kecil..”

“Pakde moderat! Matur nuwun pakde. Bagaimana Pakde bisa mengakses data-data di pikiran?”

“Kau makan dulu sate itu, nanti keburu dingin!”

“Lho, kok pak de tahu kalau Acong akan mengambil sate?”

“Bolesa di samping kananmu, minum dulu biar daging sate masuk dengan lancar ke perutmu!”

“Lah, pakde?”