Koba, minggu 14 april 2019
Tinggal di pertapaan padang gurun CSE menjadi kesempatan berharga semakin mengalami kasih Allah melalui ajaran para pujangga gereja yakni st. Yohanes dari salib, st theresia avila, st theresia dari liseux. Pastor terpaut dengan ajaran mereka. Namun bukan saat nya saya paparkan ajaran mereka.
Berdasarkan dari riwayat hidup santa theresia dari Liseux, saya mengenal sedikit bahwa akhir hidup nya dia sakit berat. Bertahun tahun dia menanggung rasa sakit.
Christie sheldon dari amerika dan david hawkin , keduanya jenius meriset tentang frekwensi manusia. David meluncurkan pemikiran bahwa orang yang memiliki frekwensi antara 50 – 100 dengan ciri suka menuntut, suka mengeluh, suka menyakahkan orang lain, berfikiran buruk terhadap orang lain dst mempunyai kecenderungan mudah sakit . Pada umumnya para penderita sakit berat seperti tumor, kanker mempunyai frekwensi rendah.
Sedangkan orang yang memiliki kasih sayang terhadap maklhuk hidup, sesama dan mempunyai kedamaian hati maka dia memancarkan frekwensi 600 – 700. Mereka mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik daripada orang yang berfrekwensi rendah.
Riset para jenius di atas berlaku untuk kebanyakan orang. Santa theresia liseux menderita sakit berat padahal dia seorang pujangga gereja. Ajaran nya adalah jalan cinta kasih. Maka seratus prosen benar frekwensi santa theresia bisa menduduki peringkat diatas 600.
David dan christie melihat korelasi perilaku dg frekwensi. Pastor mempunyai cara merasakan sederhana merasakan frekwensi seseorang rendah atau tinggi. Bisa melalui percakapan langsung dari muka ke muka, percakapan lewat telpon, atau percakapan lewat wa. Berikut beberapa contoh.
Ketika pastor bercakap cakap dengan seorang wanita berumur 34 tahun, beranak satu, secara medis sehat di pondok. Awal mula bercakap cakap biasa. Artinya tidak terasa apapun. Setelah 30 menit bercakap-cakap pinggang belakang sangat sakit. Rasa sakit seperti orang menusuk jarum. Itulah frekwensi yang dipancarkan olehnya. Pasti dia menyimpan emosi negatif yang hebat. ” iya , pastor. Saya memang sedang marah dengan nya. Saya sangat kesal dengan nya. Mengapa dia tidak memberi tahu keadaan nya. ( dia menyalahkan. Dia mengeluh dst ).
Dalam kesempatan lain rekan dari jakarta mensharingkan proses pembelian pabrik ACCU di kota besar. Keluarga besar suami belum ada kesepakatan harga jual. Terkesan ada satu yang mau menguasai semua aset. Ketika asyik bercakap cakap, pastor batuk dadakan tiada henti.
Wah …. coba kau berdoa dulu nanti kita lanjutkan. Dia general cek up di jakarta, asam lambung nya berlobang dan tertemukan batu empedu. Konflik internal keluarga membuatnya stress. “Memang dalam sebulan ini saya setress mengurus proses jual beli perusahaan.” Ujarnya. Ketika orang stress dia memancarkan frekwensi yang bisa diraskan oleh nya atau orang lain.
Sabtu, 13 april 2019 pastor mengirim renungan lewat wa kepada rekan di jakarta. Dia merespon renungan tersebut dan menanyakan kabar pastor. Tiba tiba pastor batuk hebat dan kepala pusing. “Pastor, suami saya baru saja meninggal dunia.” Pasangan hidup masih muda, anak masih sekolah, dia ditinggal pasangan nya. Dia marah dan menyalahkan Tuhan. Itulah frekwensi yang dipancarkannya.
Orang tua bisa merasakan frekwensi yang dipancarkan anak nya atau sebaliknya. Suami bisa merasakan frekwensi isterinya dan sebaliknya.
Pastor , saya baru mengerti ternyata benar. Ketika saya sedang bertengkar dengan pasangan, anak saya gelisah dan kebangun berulangkali saat tidur lelap. Itulah frekwensi.
Pukul 17.44 wib 14 April 2019 seorang dokter dari jakarta mengirimkan WA, “
Pastur, tadi siang habis melayat yg meninggal, setelah kebaktian diperjalanan plg mobil saya ditabrak mobil sp penyok dalam, untung hanya mobil, apakah ini krn frekwensi , mohon nasehat saya harus Doa apa, supaya bila ada “frekwensi negatif” tidak berkelanjutan.
Ngak ada, cuma saya jadi emosi mau marah2 , tp saya menahan diri, supaya ngak berkepanjangan. Skr sdh agak tenang. Setelah saya berdoa rosario.”
Orang orang yang sedang kehilangan seringkali mempunyai emosi emosi sedih, marah, kecewa, dan mungkin menyalahkan Tuhan mengapa Tuhan memanggilnya dst. Emosi dan pikiran tersebut memancarkan frekwensi bagaikan signal hand phone dan bapak bisa merasakan emosi marah, kecewa, dan sedih. Emosi demikian membuat frekwensi bapak menurun dan mempengaruhi perilaku kita.
Maka dalam kondisi demikian, pupuklah rasa kasih kepada mereka yang kehilangan, menyadari bahwa Tuhan selalu beserta kita dan Allah yang maha rahim dan maha kasih tentu memberi tempat bahagia bagi yang berpulang. Menumbuhkan iman kita akan misteri paska yakni penderitaan, kematian dan berpuncak pada kebangkitan. Maka sekalipun berada dalam keadaan buruk kita meneguhkan mereka dengan bekal imam dan kasih.
Milikilah kasih. Perdalam kedamaian hati. Maka kita memancarkan frekwensi yang membuat orang orang di sekeliling dan mahkuk hidup bersukacita. Sebaliknya akan menghantam orang orang yang ada di lingkaran terdekat kita.