Lihat Film dari Situ!

Puri sadana, 22 Juli 2009

Seorang wanita berumur 32 tahun bersama dengan sahabatnya datang. Menurut penuturan sahabatnya (Ai), si Uli sejak SMP, SMA, dan setelah menikah sering kerasukan. Beberapa kali ia tiba-tiba teriak-teriak histeris di dalam kelas mengagetkan teman-teman dan para guru. Para guru dengan sigap memanggil para normal atau taipak untuk mengatasi persoalan. Sejam setelah ditangani taipak atau paranormal, Uli sadar (entah karena capek atau si setan sudah lari). Dia mengkhawatirkan kondisinya dan takut berdampak buruk terhadap anak-anak. Oleh karena itu ia datang. Berikut ini beberapa langkah menanganinya. Rekan-rekan bisa member masukan untuk kesempurnaan terapy selanjutnya.
Langkah pertama, saya memintanya untuk melukiskan keluarga besar dari pihak dirinya dan suaminya. Berikut susunan gambar 1 diurutkan dari kiri ke kanan: mama, kakak, papa, suami, anak2, anak 1, saya, papa mertua dan mama mertua. Bila melihat posisi papa kandungnya di antarai oleh 2 anak dan suami, sedangkan Uli berdampingan dengan papa mertua.
Menurut hemat saya gambar ini sangat penting untuk menyingkap persoalan si Uli. Papa kandung ditempatkan lebih jauh daripada papa mertua. Karena papa kandung sudah meninggal dan dia kurang dekat secara emosional dengan papa kandungnya. Dia sekarang lebih dekat secara fisik dan emosional dengan papa mertua. Untuk mengecek kebanaran hasil “mind reading” , saya bertanya kepada Uli.
“Sekarang kamu tinggal bersama dengan siapa?
“Suami dan 2 anak”
“Rumah kamu dekat dengan rumah papa atau mertua?”
“Rumah saya berhadapan dengan rumah mertua”
“Apakah kau merasa kurang dekat dengan papa dan mama kamu sekarang?”
“Papa sudah meninggal beberapa waktu yang lalu, sedangkan hubungan dengan mama kurang menyenangkan. Karena saya merasa dikekang selama di rumah.”
““Apakah kau lebih dekat dengan anak pertama daripada anak bungsu?”
“Ya saya lebih mecintai anak pertama daripada anak kedua.”
“terimakasih”
Hasil gambar Uli melukiskan situasi batin si Uli dan persoalan si Uli. Sangat mungkin sekali sekarang Uli mengalami konflik dengan papa dan mertua. Untuk mengecek hal tersebut saya memberinya tugas untuk mengarang bebas. Berikut ini saya sajikan hasil karangan dia untuk mempertegas persoalan Uli. Saya menyajikan apa adanya.
“Di sebuah hutan hiduplah berbagai macam binatang. Ada ular, cacing, lintah dan buaya. Mereka hidup bersama. Suatu hari ular berbincang-bincang pada teman-temannya. Aku bosan dan ingin keluar dari hutan ini. Aku ingin mencari dunia baru.
Teman-temannya setuju karena hutan itu tidak ada lagi harapan karena persediaan makanan di hutan itu mulai menipis dan mereka ingin ikut bersama tapi ular itu tidak memperbolehkan mereka ikut bersama. Katanya aku berjuang dulu. Nanti kalau aku telah menemukan tempat yang berlimpah makanan aku akan menjemput kalian. Aku tidak setuju kata cacing, kita akan mencari bersama-sama. Setelah kita menemukan di tempat yang berbeda kemudian kita berjanji di suatu tempat. Saat itu kita tau tempat mana yang lebih banyak mananannya. Mereka menyetujuinya dan berjanji akan bertemu 10 hari lagi di bawah pohon besar tempat mereka biasa bertemu. Ular, cacing, lintah dan buaya akhirnya berpencar.

Ular pergi ke daerah pegunungan. Ternyata di sana sedang kekeringan dan tidak ada bahan makanan. Disana ular menjadi incaran bagi hewan pemangsa lain. Ular itu bersembunyi menunggu hewan lain tidur untuk melarikan diri. Akhirnya ular bisa melarikan diri dan kembali menunju tempat yang teman-teman janjikan.

Cacing pergi ke daerah pedesaaan. Di sana banyak persediaan makanan tapi di sana banyak manusia. Jadi cacing harus berhati-hati karena cacingpun bisa menjadi mati karena mencuri makanan. Cacing itu takut untuk mencuri. Ia memutuskan kembali untuk memberitahukan teman-temannya tentang tempat itu.

Linta pergi ke daerah sungai. Di sana juga tidak bahan makanan. Disana terjadi bencana alam yang besar. Pohon-pohon tumbang. Sungainya tidak berair. Hewan-hewannya mati. Mati semua. Lintah pun kecewa dan kembali ke pohon besar tempat bertemunya kawan-kawannya ular, cacing dan buaya.

Buaya pergi ke daerah pantai. ternyata pantai itu sangat sepi. Ternyata pantai itu ada penguasa yang memerintahkan untuk berpencar mencari makanan ke seluruh dunia. Buaya itu putus asa dan kembali pulang ke pohon besar.

Setelah 10 hari mereka bertemu ular, cacing, lintah dan buaya. Mereka bercerita dan mereka memutuskan untuk ikut cacing kembali ke daerah pedesaan yang banyak makanan itu. Mereka pun pergi bersama-sama. Mereka bersemangat untuk pergi ke daerah pedesaan itu. Dalam perjalanan itu mereka menghadapi berbagai cobaan. Hari pertama banjir terjadi. Ular hampir tidak tertolong tapi buaya menyeret ular ke tempat yang lebih tinggi. mereka akhirnya selamat.

Hari kedua mereka mengalami cobaan lagi. Kali ini angin yang kencang menerbangkan mereka. Lintah tidak selamat dalam musibah itu. Mereka sangat bersedih dan berencana untuk kembali ke pohon besar. Tapi ular tidak setuju. Buaya dan cacing pulang ke pohon besar.

Ular terus melanjutkan perjalanan ke daerah pedesaan. Dalam perjalanan itu ular menempuh cobaan yang lebih dahsyat lagi. Gunung meletus, badai, angin kencang. Ular bertahan. Ular tidak tahan lagi. Perjalanan masih jauh. Ia putus asa dan terdiam. Ia tidak mau melakukan apapun. Dan ular ingin mengakhiri hidupnya.

Buaya dan cacing kembali ke tempat semula. Ternyata di sana makanan dan hutan telah berlimpah. Buaya dan cacing teringat pada ular. Mereka berencana menyusul ular. Sampai di sana mereka menemukan ular sedang sekarat. Buaya dan cacing membawa nya ke pohon besar . dan akhirnya hidup dalam kebahagiaan. Di sana tidak ada yang kekurangan. Tapi mereka selalu teringat pada lintah yang nasibnya tidak beruntung.
Berdasarkan pengalaman tersebut saya mengajak dialog si Uli. “Apakah engkau merasa tidak betah tinggal bersama dengan keluargamu sendiri?”
“Saya merasa dipenjara. Orang tua tidak memperbolehkan saya pergi bermain. Mereka hanya mengijinkan saya pergi ke sekolah dan gereja. Selain itu saya di rumah. Saya benci dengan kedua orang tua. Jadi saya mau lari dari rumah. Saya berfikir bahwa menikah bisa menyelesaikan persoalan tetapi ternyata saya tertekan dengan sikap mertua.”
“apakah angka 10 berarti bagimu?”

“Saya sudah meninggalkan orang tua 10 tahun. Namun di luar rumah saya justru sekarat dan ingin kembali ke rumah orang tua.”

“apakah kau mempunyai saudara kandung? Berapa?”

“saudara kandung 3 orang.”

“Kau mau membuktikan bahwa kau mampu menemukan kebahagiaan di luar rumah (pohon besar)?”

“Ya, tujuan saya seperti itu tetapi justru kedua kakak saya bahagia dan 1 juga mengalami penderitaan seperti saya.”

“apakah pernah kau merasa bosan hidup dan ingin mengakiri hidupmu karena kau merasa kurang penderitaan menderamu?”
“Ya, saya bosan hidup.”
“Setelah kamu menyadari bahwa kamu hidup menderita berada di luar rumah orang tuamu (pohon besar), apakah kamu masih mempunyai kerinduan menemukan kehidupan dan kebahagiaan bersama dengan keluarga kandungmu atau kau mau melarikan diri dari persoalan?”

“Saya rindu kembali ke pangkuan orang tua. Disana kutemukan kehidupan dan kebahagiaan?”

“apa yang menghalangimu untuk mencapai hal itu?”

“Saya berada di bawah bayang-bayang seorang penguasa. Dia menekan kehidupan. Sikapnya tidak obahnya seperti sikap papa.”

“siapakah yang engkau maksudkan dengan seorang penguasa dan menjadi penghalang kebahagiaanmu?”

“Dia adalah papa mertua!”

“Apa persisnya sikap papa mertua terhadapmu?”

“Dia meremehkan saya”
“Apa untungnya mempunyai seorang mertua seperti dia?”
“saya dilatih untuk bersikap sabar terhadapnya”

“Bagus sekali. Saya mencoba mengutip karya tulismu, ” Disana ular menjadi incaran bagi hewan pemangsa lain. Ular itu bersembunyi menunggu hewan lain tidur untuk melarikan diri. Cacing pergi ke daerah pedesaaan. Di sana banyak persediaan makanan tapi di sana banyak manusia. Jadi cacing harus berhati-hati karena cacingpun bisa menjadi mati karena mencuri makanan.” Apakah engkau pernah bertengkar soal makanan atau mata pencaharian dengan mertuamu?

“Ya, sering bertengkar karena makanan dan mata pencaharian. Saya menjadi penganggur dan kurang berguna. Suami setiap hari bekerja untuk saya, kedua anak dan mertua. Hidup menjadi seperti sampah, tidak berguna!”

“Apa untungnya mempunyai mertua seperti itu dan apa hikmah yang bisa dipetik dari sikap mertuamu?”

“Berusaha menemukan makna kehidupan di dunia ini. Bila kehidupan kita tak bermakna seperti sampah maka melahirkan penderitaan. Semakin menderita manakala hati diliputi perasaan benci. Pandangan orang terhadap kita harus disikapi dengan sabar. Begitulah watak mertua.”

“Bagus sekali. Apakah engkau mencintai kedua anak dan suami?”

“Suami sangat mencintai saya dan saya mencintai kedua anak.”

“Siapakah yang mengurus anak-anak dari pagi hingga malam? Siapakah yang mengurus makanan untuk anak-anak, suami dan mertua?”

“Saya!”
“Itu juga sebuah pekerjaan mulai!”

“iya, juga ya.”

“Sekarang apa yang terjadi ketika engkau berumur 5 tahun?”

Uli berteriak histeris ketika ditanya tentang ayah kandungnya …. Saya membiarkan dia berteriak histeris beberapa detik. “Semakin anda berteriak kencang, anda kembali mengalami peristiwa itu.”

Dia semakin teriak kencang.

“semakin kau berteriak kencang, kau semakin fokus dengan suara pastor. Gambar di depanmu didorong menjauh dari dari dirimu!”
Dia mulai tenang. Saya memegang kedua telapak tangannya. “gambar itu sekarang berada di dalam kotak tv di depanmu. Engkau bisa melihat film masa kecil bersama dengan orang tuamu. Kau berada aman di sini karena di depan mu ada kaca tebal. Coba diraba! Terasa khan?”
Ia menganggukan kepala. “Dia ada di sana. Kita di sini. Kau aman di sini. Di dorong semakin jauh lagi dua kali lipat!”

Wajahnya semakin tenang. “semakin kau mendorong menjauh dia, hatimu semakin aman. Setelah kamu sangat aman, sekarang lihatlah keadaanmu. Apa hikmah yang bisa engkau petik melalui peristiwa itu. Temukan hikmah sebanyak mungkin. Jika engkau sudah menemukan hikmat, anggukkan kepalamu.”

Saya mendiamkan dia beberapa saat. Setelah dia mengangguk-angguk, saya bertanya kepadanya,”sekarang engkau sudah dewasa. Engkau menjadi seorang ibu. Potensi apa bisa mengatasi persoalan itu? Tanyakan ke sumber daya yang ada di dalam dirimu. Sumber daya di dalam dirimu bisa bersumber dari kitab suci, para bijak, para pastor, para suster atau yang lain. Temukan! Setelah engkau menemukan anggukkan kepalamu!”
Saya mendiamkan beberapa menit. Ia menganggukkan kembali kepalanya. “Bagus kau sudah memetik hikmah atas peristiwa tersebut dan menemukan potensi untuk mengatasi persoalanmu. Sekarang masuklah dalam peristiwa tersebut dengan membawa potensi tadi!
Dekati dirimu yang masih berumur 5 tahun ketika mempunyai persoalan dengan dia. Yesus menggenggam tanganmu untuk mendekatimu dirimu yang berusia 5 tahun. Temuilah dirimu dan orang tuamu. Nasehatilah dirimu yang berusia 5 tahun dengan potensi yang sudah engkau temukan.”

Dia menganggukkan kepala

Setelah engkau menasehati dirimu, bimbinglah dirimu yang berumur 5 tahun untuk menyatu dengan dirimu yang sudah dewasa. Biarkan Uli yang dewasa berdamai dengan si Uli yang berumur 5 tahun. Yang ada adalah Uli. Sekarang tinggalkan dan berangkatlah menuju ke depan. Sekiranya engkau menemukan persoalan serupa dalam kontek dan waktu berbeda bawalah potensi tadi untuk mengatasinya. Mungkin persoalan dengan mertuamu atau orang lain.

Dia menganggukkan kepala.

Bagus. Saya akan menghitung 1-10. Dalam hitungan ke 10, Uli menyadari diri dan seisi ruangan ini. Seiring dengan hitungan dari 1-10, kesadaran Uli pulih.

Terapi sudah berjalan 2 bulan silam. Menurut penuturan Ai, Uli sudah tenang. Setiap hari bisa tidur lepap. Sedangkan Uli mengirim sms, “terimakasih. Saya sangat damai dan tenang. Setiap hari tidur lelap.”

Read 3 comments

  1. “Untuk melepaskan kamu sehubungan dengan perilaku yang lama selaku manusia lama yang sedang dibinasakan menurut keinginan yang palsu, dan diperbarui dalam roh pikiranmu serta mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan di dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati sama seperti Elohim” (Efesus 4:22-24).

    Sikap dapat banyak mempengaruhi tingkat kebahagiaan seseorang. Jika pikiran seseorang setiap hari diserang dengan “pemikiran yang melemahkan” – seperti “Saya tidak cukup baik”, “Saya tidak dianggap dan diremehkan”, “Saya tidak akan bahagia”, “Saya tidak akan memperoleh apa yang saya inginkan dan harapkan”, “Saya hidup tidak berguna, seperti sampah, tidak ada artinya” dsb, maka orang tersebut akan sulit untuk bahagia. Apa yang dia pikirkan lama kelamaan akan terbentuk dan membatu dalam otaknya sehingga tindakannya juga akan seperti apa yang di pikirkan. Dia akan terus merasa diremehkan sehingga membentuk kebencian dalam hatinya kepada orang yang pernah mengatakn itu kepadanya, dia akan malas dan enggan melakukan apapun, karena menurut dia, apa yang dilakukannya tidak akan ada artinya, dia tidak akan berusaha untuk mencari dan mencapai kebahagiaannya, karena menurutnya dia tidak akan pernah bahagia, dia tidak akan bersosialisai dengan dengan orang lain, bahkan dalam lingkungan terdekatnya, karena di pikir tidak akan bermanfaat baginya. Pada akhirnya dia akan putus asa, tidak ada lagi rasa cinta dengan sesamanya, apalagi pada orang yang pernah menyakitinya, dan yang lebih parah, akan berniat mengakhiri hidupnya, karena bosan dan menganggap hidupnya tak berarti.

    Kunci menuju sikap yang baik adalah bangkit mengatasi cara-cara berpikir yang lama dan mulai berpikir “yang menguatkan” untuk berfokus pada hal-hal yang baik, benar, menolong, menguatkan diri sendiri dan orang lain, memaafkan, memahami dengan berpikir menjadi orang lain dan selalu mengucapkan syukur kepada Tuhan.Sikap adalah respon terhadap apa yang kita pikirkan , maka beusahalah dan jagalah pikiran agar tetap terarah pada hal-hal yang baik yang membangun.

    Untuk Uli, sebagai orang yang beragama, lari dari kenyataan hidup adalah tidak benar. Apakah yang membuat kamu kehilangan keteguhan dan menyerah? Mungkin keletihan yang hebat dan keputusasaan. Apakah hidup ini pantas diperjuangkan? Apakah ada orang yang akan memperhatikan? Kitab suci menjanjikan, bahwa tekad kita akan diberi upah. Tuhan melihat sekalipun tak seorangpun melihat. Dia memahami proses dan kesulitannya. Dia akan menunggu di garis finish, dan upaya kita dalam hidup ini akan mendapat penghargaan. “Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu” (2 Tawarikh 15:7).

    Hidup dalam hubungan yang erat dengan Tuhan memberi kita kuasa untuk menjalin hubungan dengan orang lain dengan cara yang penuh makna. Saat kita bertumbuh ke arah Dia, kita akan menemukan diri kita bertumbuh dalam hubungan dengan orang lain juga. Kita mengasihi sesama terutama keluarga secara mendalam, namun sering kali mereka membuat kita angkat tangan karena frustasi. Sama halnya seperti kita, mereka juga memiliki bidang-bidang kecil dimana mereka juga masih bertumbuh dan belajar menjadi orang yang baik. Ketika konflik datang, jangan berbalik dan lari! Justru anggap itu sebagai sebuah tantangan, jadi hadapilah dan bereskanlah! Tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya! Uli harus bisa melupakan masa lalu, yang sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, apapun itu, lupakan masa lalu itu. Masa lalu yang baik boleh tetap kita ingat, untuk dijadikan pelajaran dimasa sekarang dan mendatang, jika masa lalu itu kurang menyenangkan, lupakan. Kehidupan terus berjalan, maka untuk apa terus menerus memikul beban berat masa lalu tersebut, tinggalkan itu jauh diseberang sana. Seperti cerita Romo tentang Mintuno dan Mimi. Jangan mau hidup di bawah bayang-bayang masa lalu, karena itu tidak akan ada artinya, itu sudah berlalu. Dan Uli juga harus bisa menerima dan berdamai dengan mertua. Setiap perilaku, seburuk apapun itu pasti ada sisi baiknya. Coba saja ambil sedikit waktu dalam keheningan, renungkan lagi sikap dan kata-kata mertua, pasti dibalik itu semua ada pelajaran bermanfaat di dalamnya, yang mungkin saja disampaikan dengan kurang mengenakkan hati. Ambil sisi positifnya saja, yang negatifnya tinggalkan saja. Okey, bukan mau mengajari, karena saya bukan seorang guru, bukan pula mau menghakimi, karena saya bukan seorang hakim, hanya membagikan sedikit pendapat dan pandangan saya, semoga bisa bermanfaat. Salam.

  2. Positive thinking! Itu kuncinya ya Shyan? dibalik setiap peristiwa dalam hidup tentu ada hikmahnya. Berpikir bahwa orang lain / mertua berbuat begitu adalah demi kebaikan kita, ada senang, ada sedih, ada kecewa, semua itu bagian dari hidup yang harus dijalani, dan kita harus tetap teguh dan kuat untuk melewatinya manakala terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak diri kita. Jangan putus asa, percayalag dan tetap teguh pada iman kita sebab hanya Yesus yang tetap setia pada janji-NYA, tidak seperti kita manusia seringkali mengingkari janji. Sesulit dan seberat apapun masalah yang kita hadapi, percayalah Tuhan tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Dan kalau cobaan berat itu sudah lewat kita akan merasa bahagia, karena kita sudah naik ke tingkat yang lebih tinggi.

    Jadi kuncinya adalah : POSITIVE THINKING dan JANGAN PUTUS ASA. Sandarkanlah dan pasrahkanlah semua kepada-NYA.

Tinggalkan Balasan